Perubahan sejati akan terjadi jika kita
berhenti memperlakukan data sebagai suatu teknologi dan menjangkau kelompok
yang terpinggirkan, kata Ana Brandusescu. Di Filipina, ustadz - guru agama Islam
- berjuang tanpa sumber daya yang cukup untuk memberikan pendidikan
berkualitas. Meskipun dana tersedia dari pemerintah daerah, yang diminta untuk
menginformasikan anggaran mereka, namun mereka hanya sedikit usaha untuk
membagikan data ini kepada masyarakat atau menjelaskan bagaimana cara
menggunakannya. Ketika E-NET, sebuah LSM lokal, mulai mengedukasi ustadz
tentang bagaimana menggunakan data ini, mereka menemukan adanya Dana Pendidikan
Khusus untuk sekolah umum - sebuah dana yang tidak pernah diberitahukan kepada
mereka - yang dapat mencakup seragam sekolah dan gaji guru.
Pada keberhasilan itu, para guru memperluas
penggunaan data terbuka mereka, menciptakan sebuah koalisi, Federasi Komunitas Ustadz
Madrasa Kotabato Utara, yang sekarang menggunakan data terbuka untuk membuat
rekomendasi tidak hanya mengenai anggaran, tetapi juga mengenai prioritas
kebijakan untuk pendidikan masyarakat. Kita sering memikirkan data terbuka
sebagai teknis atau bagian dari transformasi digital suatu negara. Tapi sebenarnya,
data terbuka adalah tentang orang, masalah mereka, dan memberi mereka kemampuan
untuk menyelesaikan masalahnya. Sayangnya, contoh para guru agama di Filipina
ini yang memanfaatkan data anggaran
pemerintah masih sangat jarang. Mengapa kita tidak dapat lebih sering memanfaatkan
data terbuka untuk mengatasi ketidaksetaraan?. Mengapa hal itu tidak menghasilkan partisipasi
spektrum warga yang lebih luas?.