Sebuah hasil riset
menunjukkan bahwa pada tahun 2030, dunia bisa kehilangan jutaan lahan pertanian
yang subur untuk memperluas kota. Di Asia dan Afrika diperkirakan sekitar 80
persen dari total lahan pertanian yang hilang. Menganalisis data satelit
tentang lahan pertanian dan produktivitasnya dengan menggunakan tahun 2000
sebagai titik referensi dan membandingkannya dengan proyeksi wilayah perkotaan
pada tahun 2030, periset internasional menemukan bahwa 30 juta hektar lahan pertanian
akan hilang sebagai akibat pertumbuhan perkotaan. Dari jumlah tersebut, Asia
dan Afrika akan kehilangan 24 juta hektar lahan pertanian utamanya. Dengan
adanya kota-kota yang menjadi pusat aktivitas ekonomi, diharapkan perubahan
skala besar akan terjadi. Namun, hal ini merupakan studi pertama yang mengkaji
dampak urbanisasi pada lahan pertanian di tingkat global, regional, dan negara.
Studi ini dilakukan oleh peneliti dari Austria, Jerman, Swedia, Selandia Baru,
dan Amerika Serikat. Lahan pertanian yang akan hilang pada tahun 2030 memiliki
produktivitas yang hampir dua kali lipat dari produktivitas rata-rata global
dan menyumbang sekitar 3-4 persen dari produksi tanaman global pada tahun 2000.
Tiongkok, India, Nigeria, Pakistan, dan
negara maju AS menetapkan akan kehilangan lahan pertanian untuk urbanisasi.
Produktivitas padi, gandum, jagung, dan kedelai kemungkinan besar akan tjuga erpengaruh,
meskipun ada variasi yang signifikan di tingkat regional. Di antara beberapa benua,
Asia akan mengalami kehilangan lahan pertanian maksimum dan Tiongkok sendiri memperkirakan
ada seperempat dari total lahan pertanian yang hilang secara global. India, negara
yang sedang berkembang pesat, diperkirakan tidak akan kehilangan banyak,
meskipun skenario tersebut mungkin berubah saat urbanisasi meningkat. Pakistan,
Vietnam, dan Indonesia juga merupakan negara-negara yang potensial kehilangan
besar. Akibatnya perubahan ini mengancam mata pencaharian petani kecil dan pedagang
pengecer, dan konsekuensi yang lebih serius dapat dilihat di lahan hutan.
Felix Creutzig, Kepala Land Use,
Infrastructure and Transport Group at the Mercator Research Institute on Global
Commons and Climate Change in Berlin, Germany, menyatakan di satu sisi, ada
lahan pertanian yang hilang karena urbanisasi dan di sisi lain ada lahan pertanian
baru yang mungkin akan mengurangi lahan hutan atau mengganggu ekosistem
berharga lainnya pada skala yang relevan. Hilangnya hutan juga dapat
mempengaruhi iklim setempat. Di India, ada cukup bukti bahwa hutan yang diubah
menjadi lahan pertanian telah memperlemah curah hujan monsun musim panas. Menariknya,
kerugian lahan pertanian tersebut diperkirakan tidak akan berdampak kuat
terhadap ketahanan pangan dunia. Navin Ramankutty, profesor di Universitas British
Columbia, Kanada, menyatakan agak sulit
untuk memprediksi bagaimana sistem pangan perkotaan akan terpengaruh. Hal ini
akan tergantung konteksnya. Apakah kita memiliki masalah ketahanan pangan di
kota-kota bergantung pada seberapa besar tergantungnya kota tersebut terhadap makanan
produksi lokal versus makanan impor, dan juga biogeografi dimana kota ini
berada. Dia menekankan bahwa hilangnya produksi tanaman global dapat diatasi
dengan perubahan kecil dalam pola makan atau mengurangi limbah makanan dan
kehilangan pangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar