Sumber Daya Manusia (SDM) peneliti merupakan salah satu modal dasar untuk menghasilkan inovasi teknologi di
bidang pertanian. Berdasarkan hasil penelitian Bappenas (2004), SDM merupakan faktor
kunci yang mempengaruhi kinerja lembaga penelitian disamping manajemen,
fasilitas penelitian, dan anggaran penelitian. Masih banyak permasalahan yang menghambat upaya pembinaan dan pengembangan peneliti,
diantaranya adalah a) adanya kesenjangan antara jumlah sdm peneliti dengan administrasi dan fungsional lain non-peneliti, yang
umumnya proporsi peneliti lebih kecil jumlahnya, b) banyak peneliti usia lanjut
dan pensiun, sedangkan regenerasi peneliti yang kompeten lambat, c) fenomena
para calon peneliti yang banyak diisi oleh pegawai wanita dibanding pria,
sehingga banyak terjadi mutasi karena alasan ikut suami, d) adanya reorganisasi
menyebabkan pada suatu institusi muncul sdm peneliti yang disiplin ilmunya tidak sesuai lagi dengan tupoksi organisasinya
yang baru, dan e) masih ada peneliti yang kurang kompeten sehingga mempengaruhi
kinerja organisasinya.
Untuk itu, lembaga penelitian perlu menyusun Rencana Induk
Pengembangan SDM nya, khususnya peneliti yang kompeten dan berintegitas.
Rencana Induk ini dimaksudkan untuk merencanakan
kebutuhan dan pembinaan SDM dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi suatu
organisasi riset serta melaksanakan misi dan
pencapaian visi organisasi yang telah ditetapkan pada Rencana
Strategis selama lima tahun. Sedangkan tujuan penyusunan
Rencana Induk Pengembangan SDM diantaranya adalah: 1)
menghitung kebutuhan SDM peneliti dalam periode 5 tahun kedepam melalui pendekatan critical mass yang diadaptasi dari Menristek dan 2) mengupayakan pembinaan SDM peneliti melalui pelatihan jangka panjang
dan jangka pendek.
Critical Mass
Peneliti
Critical mass peneliti (CM)
adalah masa kritis peneliti yang diperlukan untuk mencapai misi atau tujuan
dalam kerangka membangun dan meningkatkan reputasi serta kelangsungan aktifitas
profesional institusi penelitian (Ristek, 2004). Kata kunci CM adalah 1) misi institusi periode waktu tertentu, 2)
kuantitas, kualifikasi dan fungsi sumberdaya, 3) keberlanjutan, dan 4)
reputasi. Critical mass peneliti dapat ditambah 2-3% (attrition) untuk
mengantisipasi promosi jabatan menjadi unsur Pimpinan, meninggal dunia, PHK
ataupun pindah ke institusi lain. Critical mass dijaga konstan setiap kurun
waktu pencapaian misi (paling tidak 5 tahun). Perhitungan TCM (Theoritical Critical Mass) mengacu kepada
asumsi-asumsi yang disusun mendekati kondisi faktual. TCM merupakan perhitungan
teoritik, sedangkan ECM (Empirical Critical Mass) dihitung
melalui penetapan skor kinerja lembaga penelitian dan kondisi SDM eksisting.
ECM berbasis fakta empirik.
Penetapan Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam
penghitungan critical mass, pada pelaksanaan penelitian di suatu Lembaga
Penelitian adalah sebagai berikut :
- Suatu Unit/Kegiatan Penelitian dipimpin oleh seorang ahli di bidang tertentu atau disiplin ilmu tertentu dan bergelar S3 (selanjutnya disebut tenaga ahli di bidang/disiplin ilmu tertentu)
- Komposisi anggota tim peneliti terdiri dari tenaga S3, S2 dan S1
- Waktu penelitian efektif 37,5 jam/minggu atau rata-rata 7,5 jam/hari
- Satu unit penelitian atau judul penelitian dilakukan oleh satu tim peneliti.
- Satu unit tim peneliti (dan setiap personilnya) melaksanakan satu topik penelitian atau ada yang menyebut RPTP (Rencana Penelitian Tingkat Peneliti) dalam setahun
- Sebagian besar penelitian bersifat terapan.
Penghitungan S3 ekivalen
Sejumlah peneliti bergelar
magister dan sarjana disetarakan dengan seorang doktor berdasar atas kompetensi
riset (lamanya penelitian di dalam pendidikan formal). Waktu penelitian
magister 1 tahun, sedangkan doktor 3 tahun, maka rasio kompetensi penelitian
diantara magister : doktor adalah 1:3. Sedangkan waktu penelitian sarjana 0,5
tahun, maka rasio kompetensi sarjana terhadap doktor menjadi 0,5 : 3 atau 1 :
6. Dengan demikian satu orang S3 setara dengan tiga orang S2; Satu orang
S3 setara dengan enam orang S1; dan satu orang S2 setara dengan 2 orang S1.
Prosedur Perhitungan CM peneliti
- Dalam perhitungan Critical Mass (CM) Peneliti, pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui visi dan misi organisasi, kedua melakukan analisis terhadap Rencana Strategis (Renstra) lembaga riset. Secara ringkas Renstra yang menjelaskan visi dan misi kemudian diterjemahkan dalam bentuk Program Kerja. Pelajari masing-masing Program Kerja, secara rinci dan jelas. Dalam masing-masing Program Kerja itu akan dibagi lagi menjadi satu atau beberapa topik penelitian (Rencana Penelitian Tingkat Peneliti). RPTP ini umumnya dikerjakan oleh beberapa peneliti. Dengan dasar RPTP tersebut akan dapat menghitung Critical Mass (CM) Peneliti secara rinci dan akurat.
- Pada setiap RPTP perlu dilakukan analisa terhadap materi/substansi dan penelusuran tentang disiplin ilmu yang terlibat dalam proposal tersebut. Masing-masing disiplin ilmu ditentukan mana yang merupakan kajian utama (major) dan mana disiplin ilmu yang penunjang (minor). Untuk Balit, setiap disiplin ilmu major harus dilakukan oleh peneliti bergelar S3 (baik sebagai ketua Tim RPTP, maupun sebagai anggota Tim/ketua kegiatan), sedangkan disiplin ilmu yg berkategori minor dapat dilakukan oleh peneliti bergelar S2, sebagai anggota Tim atau ketua kegiatan. Ketua Tim RPTP harus peneliti bergelar S3.
- Setelah ditetapkan kebutuhan disiplin ilmu utama dan penunjang pada setiap RPTP, maka perlu ditelaah kebutuhan jumlah dan komposisi SDM peneliti untuk melaksanakan RPTP tersebut. Jumlah dan komposisi yang sesuai kebutuhan dapat dilihat pada Tabel 1. Sebagai contoh: Suatu RPTP memerlukan 3 disiplin ilmu utama, maka selanjutnya dilihat pada Tabel bahwa jumlah disiplin ilmu yang dibutuhkan ada 3, maka komposisi penelitianya adalah: a) 2 S3 + 2 S2 + 2 S1 atau b) 2 S3 + 3 S2 + 3 S1 atau c) 3 S3 + 4 S2 + 3 S1. Dari ketiga alternatif tersebut ditetapkan komposisi mana yang ideal untuk melaksanakan RPTP tersebut.
- Proses ini diulang sampai seluruh RPTP yang akan dilaksanakan telah ditelaah kebutuhan jumlah disiplin ilmu dan komposisi SDM penelitinya. Selanjutnya komposisi peneliti pada selutuh RPTP dijumlahkan dan jumlah dan komposisi peneliti tersebut merupakan TCM peneliti.
- Sedangkan untuk menghitung ECM didasarkan kepada data SDM peneliti saat ini baik jumlah maupun komposisinya merupakan nilai ECM. Namun data ECM ini perlu diperhitungkan dengan adanya mutasi SDM peneliti (pensiun, selesai tugas belajar, rekruitmen baru, pindah kerja atau meninggal).
- Selisih TCM dan ECM adalah kelebihan atau kekurangan SDM peneliti yang perlu ditelaah lebih lanjut untuk rencana pengembangan periode lima tahun kedepan dengan memperhitungkan adanya mutasi ( pensiun, selesai tugas belajar atau karena sebab lainnya) selama periode lima tahun tersebut.
Tabel 1. Komposisi Tim Peneliti Berdasarkan jumlah Disiplin Ilmu.
Jenis Penelitian
|
Jumlah disiplin ilmu
|
S3
|
S2
|
S1
|
Total
|
Penelitian Dasar
|
1
|
1
|
2
|
1
|
4
|
2
|
2
|
2
|
1
|
5
|
|
Penelitian Terapan
|
1.A
|
1
|
1
|
2
|
4
|
1.B
|
1
|
2
|
2
|
5
|
|
2.A
|
1
|
2
|
2
|
5
|
|
2.B
|
2
|
2
|
2
|
6
|
|
3.A
|
2
|
2
|
2
|
6
|
|
3 .B
|
2
|
3
|
3
|
8
|
|
3.C
|
3
|
4
|
3
|
10
|
|
4.A
|
2
|
3
|
3
|
8
|
|
4.B
|
3
|
4
|
3
|
10
|
|
4.C
|
4
|
4
|
4
|
12
|
|
5.A
|
3
|
4
|
3
|
10
|
|
5.B
|
4
|
4
|
4
|
12
|
|
5.C
|
5
|
5
|
5
|
15
|
|
6
|
5
|
5
|
5
|
15
|
|
7
|
5
|
5
|
5
|
15
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar