Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa para
pelajar dan mahasiswa dari Malaysia banyak yang sekolah atau kuliah di
Indonesia, namun saat ini justru kebalikan dari masa itu. Banyak mahasiswa
Indonesia yang melanjutkan studi di Malaysia. Ini menunjukkan bahwa Malaysia
telah sukses membangun SDM nya, walaupun harus belajar dari negara tetangga.
Bagaimana dengan SDM kita? Berbagai cara telah ditempuh oleh pemerintah melalui
perbaikan kurikulum, penyediaan dana beasiswa cukup besar untuk studi lanjut ke
jenjang lebih tinggi maupun untuk pelajar kurang mampu tetapi memiliki
kepandaian istimewa, seleksi CPNS dengan indeks prestasi cukup tinggi dll. Akan
tetapi, upaya tersebut masih belum memuaskan pemerintah, karena hanya sebagian
dari sejumlah SDM berkualitas saat ini yang bisa direkrut untuk berkerja di
birokrasi pemerintah.
Menurut Hasibuan (2003), Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang
dimiliki individu. Pelaku dan sifatnya dilakukan oleh keturunan dan
lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk
memenuhi kepuasannya. Pengertian SDM yang berkembang saat ini,
tidak hanya memandang SDM sebagai sumber daya belaka tetapi menganggap sebagai
modal atau aset bagi suatu organisasi atau institusi (Greer,C.R., 1995). Karena itu
kemudian muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C. atau
Human Capital. Di sini SDM dilihat bukan sekedar sebagai aset utama, tetapi
aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan dengan
portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai liability (beban,cost).
Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi atau organisasi lebih
mengemuka. Sedangkan yang dimaksud dengan SDM berkualitas adalah SDM yang mampu
berfikir dan mengantisipasi kondisi masa depan, bersikap positif, berperilaku
terpuji, berwawasan luas, serta memiliki kemampuan, keterampilan dan
pengetahuan di bidang tertentu. SDM berkualitas diharapkan memiliki sifat ideal
yaitu berintegitas, dedikasi tinggi, jujur, selalu menciptakan inovasi baru,
tekun dan ulet.
Untuk membangun SDM berkualitas, perlu dicermati pada
dua hal yaitu pendidikan dalam keluarga dan pendidikan sekolah. Untuk
pendidikan dalam keluarga, peran orang tua dalam mendidik anak sejak usia dini
sangat dibutuhkan. Pada setiap keluarga perlu menekankan pendidikan budi
pekerti. Dalam lingkungan keluarga, anak-anak sejak dini perlu juga dibekali
pengertian-pengertian mana yang baik harus dilakukan dan mana yang buruk harus
ditinggalkan, serta memberikan pengawasan serta pembinaan yang cukup intens. Pengawasan tetap harus dilakukan tanpa
bersikap otoriter, dengan demikian anak-anak akan merasa penting, dihormati, dicintai,
dihargai dan disayangi. Selanjutnya, Ia akan merasa percaya diri dan mempunyai
kepribadian yang kuat untuk selalu cenderung pada kebaikan dan menjauhi
perilaku buruk. Mengingat situasi dan kondisi saat ini sangat berbeda jauh dibanding masa kanak-kanak orang
tuanya. Mendidik anak dalam lingkungan keluarga, dibutuhkan tekad, semangat dan
doa dari para orang tua untuk berkerja keras membina/mendidik anak-anaknya
supaya lebih maju dalam hal pendidikan dan memiliki akhlak mulia. Seperti kata Ali Bin Abi Thalib RA: “Didiklah anakmu sesuai
dengan jamannya, Karena mereka hidup bukan di jamanmu”. Maknanya, kita harus
mendidik anak-anak dengan menyesuaikan kondisi saat ini, yang penuh ancaman
bagi anak-anak seperti narkoba, pergaulan bebas, kenakalan anak yang mengarah
ke premanisme, dll.
Jika pendidikan anak dalam keluarga mampu dilakukan
dengan baik sehingga menghasilkan anak yang berkarakter dan berkualitas, maka
pendidikan formal melalui sekolah yang sangat perlu dicermati dan diawasi.
Pendidikan sekolah, mulai tingkat Taman Kanak, SD, SMP, SMU dan Perguruan
Tinggi, sangat berperan untuk menghasilkan anak-anak yang kelak menjadi
generasi muda yang unggul, berintegritas, jujur, berdidikasi dan memiliki
kompetensi tinggi di bidangnya. Masalahnya, setelah terwujud generasi muda yang
berkualitas tersebut, sering dijumpai banyak pemuda-pemudi kompeten yang tidak
masuk dalam lingkaran birokrasi. Dalam hal ini, diperlukan peran pemerintah untuk
membenahi sistem rekrutmen dan sistem imbalan berupa gaji, agar mereka bersedia
mendarmabaktikan kemampuannya untuk kemajuan bangsa. Sistem rekrutmen dapat
dimulai sejak anak-anak duduk di bangku sekolah atau kuliah. Cukup banyak
anak-anak yang cerdas dan berkepribadian, yang memiliki potensi besar untuk
berkerja di birokrasi pemerintah. Disisi lain, sektor swasta sangat gencar
merekrut para generasi muda berkualitas tersebut, akibatnya birokrasi
pemerintah kekurangan sdm berkualitas untuk menggantikan para pegawainya yang
pensiun. Oleh karena itu, membangun SDM berkualitas diperlukan pendidikan dalam
lingkungan keluarga dan pendidikan formal serta kemauan pemerintah untuk
merekrutnya dalam birokrasi pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar