Social Icons

Pages

Minggu, 14 Desember 2014

Naluri Untuk Berinovasi



Saung etanol dan peneliti pada Penas I4 di Malang
Sering sekali terdengar kata naluri dalam pembicaraan sehari-hari. Seperti kata seorang nenek penjual dolanan anak (mainan anak tradisional) dari Yogyakarta dalam satu diantara Finalis Film Pendek Eagel Award di Metro TV, bahwa menjual dolanan anak sudah naluri baginya. Pernyataan sederhana dari seorang nenek yang mengalami jaman penjajahan Belanda, penjahan Jepang, dan kemerdekaan sampai saat ini. Apa yang dimaksud dengan naluri? Menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia (1991), Naluri atau insting adalah suatu pola perilaku dan reaksi terhadap suatu rangsangan tertentu yang tidak dipelajari tapi telah ada sejak kelahiran suatu makhluk hidup dan diperoleh secara turun-temurun (filogenetik). Dalam psikoanalisis, naluri dianggap sebagai tenaga psikis bawah sadar yang dibagi atas naluri kehidupan (eros) dan naluri kematian (thanos).

Naluri yang ada pada setiap manusia yang lahir di muka bumi dapat diekpresikan secara spontan sebagai tanggapan akibat rangsangan dari dalam dirinya maupun dari luar, serta dapat bersifat positif ataupun negatif tergantung pada jenis rangsangan yang datang. Sepertinya halnya naluri nenek tersebut untuk terus menerus memperbaiki produk “dolanan anak”, merupakan naluri yang kuat untuk bersaing dengan produk mainan anak modern yang ada saat ini. Sebagai manusia yang berkerja di bidang riset, tentunya yang muncul adalah rangsangan yang bersifat positif yang mendorong manusia tersebut untuk mencari tahu melalui berbagai upaya. Naluri manusia untuk meneliti dijumpai pada kebidupan sehari-hari yang ada pada lembaga riset, hanya saja besar kecilnya naluri tergantung pada lingkungan penelitian dan karakter peneliti tersebut. Seseorang yang memiliki naluri peneliti yang kuat dan tanpa pamrih akan mengerjakan risetnya dengan baik dan hati-hati sesuai kaidah ilmiah untuk menghasilkan produk tertentu yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia maupun untuk perkembangan IPTEK. Beda dengan seseorang yang kurang memiliki naluri meneliti, mengerjakan riset hanya untuk memenuhi angka kredit dan memenuhi kewajiban lembaga risetnya bahwa risetnya telah selesai dilaksanakan, tanpa memikirkan apakah hasil risetnya dapat dimanfaatkan oleh umat manusia atau untuk perkembangan IPTEK. Hal ini merupakan tantangan para manajer lembaga riset, apakah lembaga risetnya merupakan kumpulan peneliti yang memiliki naluri tinggi atau peneliti yang nalurinya rendah?. Semua hal tersebut tergantung pada kemampuan manajemen lembaga riset dan fasilitas risetnya serta faktor eksternal lainnya seperti anggaran riset yang cukup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates