Sering sekali terdengar kata naluri dalam pembicaraan sehari-hari. Seperti kata seorang nenek penjual dolanan anak (mainan anak tradisional) dari Yogyakarta dalam satu diantara Finalis Film Pendek Eagel Award di Metro TV, bahwa menjual dolanan anak sudah naluri baginya. Pernyataan sederhana dari seorang nenek yang mengalami jaman penjajahan Belanda, penjahan Jepang, dan kemerdekaan sampai saat ini. Apa yang dimaksud dengan naluri? Menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia (1991), Naluri atau insting adalah suatu pola perilaku dan reaksi terhadap suatu rangsangan tertentu yang tidak dipelajari tapi telah ada sejak kelahiran suatu makhluk hidup dan diperoleh secara turun-temurun (filogenetik). Dalam psikoanalisis, naluri dianggap sebagai tenaga psikis bawah sadar yang dibagi atas naluri kehidupan (eros) dan naluri kematian (thanos).
Naluri
yang ada pada setiap manusia yang lahir di muka bumi dapat diekpresikan secara
spontan sebagai tanggapan akibat rangsangan dari dalam dirinya maupun dari
luar, serta dapat bersifat positif ataupun negatif tergantung pada jenis
rangsangan yang datang. Sepertinya halnya naluri nenek tersebut untuk terus menerus
memperbaiki produk “dolanan anak”, merupakan naluri yang kuat untuk bersaing
dengan produk mainan anak modern yang ada saat ini. Sebagai manusia yang
berkerja di bidang riset, tentunya yang muncul adalah rangsangan yang bersifat
positif yang mendorong manusia tersebut untuk mencari tahu melalui berbagai
upaya. Naluri manusia untuk meneliti dijumpai pada kebidupan sehari-hari yang
ada pada lembaga riset, hanya saja besar kecilnya naluri tergantung pada
lingkungan penelitian dan karakter peneliti tersebut. Seseorang yang memiliki
naluri peneliti yang kuat dan tanpa pamrih akan mengerjakan risetnya dengan
baik dan hati-hati sesuai kaidah ilmiah untuk menghasilkan produk tertentu yang
bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia maupun untuk perkembangan IPTEK.
Beda dengan seseorang yang kurang memiliki naluri meneliti, mengerjakan riset
hanya untuk memenuhi angka kredit dan memenuhi kewajiban lembaga risetnya bahwa
risetnya telah selesai dilaksanakan, tanpa memikirkan apakah hasil risetnya
dapat dimanfaatkan oleh umat manusia atau untuk perkembangan IPTEK. Hal ini
merupakan tantangan para manajer lembaga riset, apakah lembaga risetnya
merupakan kumpulan peneliti yang memiliki naluri tinggi atau peneliti yang
nalurinya rendah?. Semua hal tersebut tergantung pada kemampuan manajemen
lembaga riset dan fasilitas risetnya serta faktor eksternal lainnya seperti
anggaran riset yang cukup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar