Social Icons

Pages

Selasa, 29 September 2015

Peremajaan Tanaman Kelapa Sawit, Momentum Swasembada Kedelai

Data Ditjen Perkebunan tahun 2014 menunjukkan bahwa luas areal kelapa sawit di Indonesia mencapai 10,9 juta hektar dengan total produksi 29,3 juta ton CPO.  Tanaman kelapa sawit tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia, terutama di Riau, Sumut, Kalteng, Sumsel, Kalbar, Kaltim, Jambi, Kalsel, Aseh dll. Rencana pemerintah untuk melakukan peremajaan kelapa sawit seluas 3-4 juta hektar, merupakan momentum sangat bagus apabila pemerintah jeli menyikapinya. Tanaman kelapa sawit muda yang nantinya akan ditanam untuk menggantikan tanaman kelapa sawit tua yang sudah tidak produktif akan menyisakan ruang sebelum kanopi tanaman kelapa sawit saling bersentuhan sekitar umur 4-5 tahun. Ruang tersebut sangat bagus jika dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman kedelai sebagai tanaman sela diantara kelapa sawit muda. Apalagi ada kurun waktu sekitar 4 tahun sebelum kanopi kelapa sawit menutup lahan dibawahnya.

Kamis, 24 September 2015

Publikasi Internasional



Berita Surat Kabar Harian Kompas beberapa waktu yang lalu tentang kurangnya publikasi internasional dari peneliti/dosen di Indonesia, bukan hal yang baru. Masalah ini sebetulnya sudah cukup lama terjadi, hanya kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Sebetulnya, masih ada para peneliti atau dosen yang memiliki publikasi internasional, khususnya mereka yang pandai menulis dan memiliki bahan dasar yang layak diterbitkan di jurnal internasional. Begitu pula dengan dosen atau peneliti yang studi pasca sarjana di luar negeri maupun dalam negeri, umumnya artikel ilmiah primer mereka yang diambil dari tesis atau desertasi sudah juga diterbitkan di jurnal internasional. Hal yang perlu diperhatikan adalah peneliti dan dosen dalam negeri yang belum memiliki publikasi internasional atau malah mereka kesulitan menerbitkan di jurnal internasional.

Jumat, 11 September 2015

15 Inovasi Pertanian Untuk Melestarikan Lingkungan Hidup



Pertanian memberikan pangan untuk seluruh penduduk dunia dan pendapatan bagi lebih satu milyar orang. Inovasi sederhana untuk mengurangi limbah pangan atau membantu penduduk miskin perkotaan menjadi mandiri pangan, dapat membantu pertanian menyediakan pangan dunia tanpa merusak planet bumi.  Kelimabelas inovasi tersebut telah dimanfaatkan oleh petani, peneliti, ilmuwan, aktivis, politisi dan pengusaha, serta mempromosikan lingkungan hidup yang lebih sehat dan keamanan pangan pada masa depan.

Inovasi-inovasi tersebut adalah sebagai berikut 1) Penjaminan hak untuk memperoleh pangan. Sekitar 1 milyar penduduk dunia mengalami kelaparan kronis dan 98% diantaranya hidup di negara berkembang. Untuk menanggulangi bencana kelaparan pada masyarakat pedesaan dan pinggiran kota, pemerintah Brasil mengoperasikan Food Acquisition Program, yang didanai oleh organisasi lokal termasuk rumah sakit, pusat rehabilitasi dan sekolah, untuk membeli dan membagikan buah-buahan, sayuran, dan produk hewan ternak dari petani kecil di wilayah mereka; 2) Memanfaatkan potensi nutrisi dan ekonomi sayuran. Defisiensi nutrisi mikro, termasuk kekurangan vitamin A, Yodium, dan zat besi, berdampak negatif terhadap satu milyar orang di dunia dan sebagian tidak ada dalam menu makan penduduk. Slow Food International telah melakukan perluasan menu makan dan melestarikan keanekaragaman hayati, dengan cara membantu para petani menanam varietas lokal dan indigenus untuk tanaman buah dan sayuran, menyelenggarakan lokakarya memasak, dan membantu produsen mendapatkan akses ke sumber benih tradisional; 3) Menurunkan limbah makanan. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) memperkirakan bahwa sekitar 1/3 pangan yang diproduksi atau sekitar 1,3 milyar ton per tahun untuk konsumsi penduduk dunia telah hilang atau terbuang percuma. Di kota New York, City Harvest telah mengumpulkan hampir 28 juta pon kelebihan makanan setiap tahun dari restoran, pedagang, kafetaria perusahaan, produsen, dan peternakan dan memberikan ke sekitar 600 program makanan lokal; 4) Memberi makan kota. Rumah tangga miskin perkotaan menghabiskan 60-80 % dari pendapatan mereka untuk membeli pangan sehingga menempatkan mereka pada risiko kelaparan atau kekurangan gizi ketika harga pangan naik atau pendapatan mereka turun. LSM Solidarités dari Perancis telah memberikan pelatihan, benih dan kantung plastik  kepada wanita di Kibera, sebuah daerah kumuh perkotaan di Nairobi, Kenya, untuk menanam sayuran secara Vertical Farming, yang merupakan cara efisiensi ruang untuk meningkatkan ketahanan pangan di perkotaan; 5) Mendapatkan produksi tanaman lebih banyak per lubang. Jutaan petani, termasuk mayoritas petani di daerah Sub-Sahara Afrika, tergantung pada curah hujan untuk menyirami tanamannya, dimana curah hujan diprediksi oleh para ahli iklim akan berkurang pada beberapa dekade mendatang. Salah satu upaya untuk mengairi lahan pertanian telah dilakukan oleh perusahaan Swasta Internasional melalui sistem irigasi sederhana dan murah untuk petani di Zambia, India, dan negara-negara lainnya. Sistem pompa pedal yang menarik air dari bawah tanah tanpa menggunakan bahan bakar fosil dan seperangkat irigasi tetes yang harganya hanya US $ 5 untuk mengairi lahan seluas 20 meter persegi; 6) Menggunakan pengetahuan petani untuk riset dan pengembangan. Banyak riset pertanian dan program pembangunan yang tidak melibatkan petani kecil dalam menciptakan inovasi teknologi. Tetapi di Kenya, Program Pengembangan Muyafwa, dengan bantuan dari Amerika Serikat melalui Proyek World Neighbors nirlaba telah melibatkan petani lokal dalam menguji lapang varietas unggul baru ubijalar dibandingkan dengan varietas lokal setempat. Hal ini bertujuan untuk memperoleh umpan balik khususnya tentang produktivitas, rasa, daya simpan, dan ketahanan dari setiap varietas; 7) Memperbaiki kesuburan tanah. Setiap tahun, lebih dari 29 juta hektar lahan pertanian atau cukup untuk menanam 20 juta ton bijian, telah berubah menjadi gurun atau padang gersang. Untuk mengatasi degradasi lahan tersebut, ICRISAT telah melatih para petani di Mali dan Nigeria tentang aplikasi pupuk dengan jumlah yang proporsional terhadap tanaman mereka pada saat tanam atau segera setelah tanam. Perlakuan ini telah dapat meningkatkan produktivitas sorgum dan milet antara 44-120 %.

Sabtu, 05 September 2015

Besarnya investasi inovasi di lahan kering untuk keamanan pangan (Bagian 2)



Terjadinya lonjakan kenaikan harga pangan yang terus berulang, secara signifikan menyebabkan munculnya kembali kekawatiran terhadap keamanan pangan global. Menurut pendapat ilmuwan Inggris, John Beddinton, pada tahun 2030 akan muncul Badai 20130 yaitu kebutuhan untuk meningkatkan produksi pangan sebesar 50%, produksi energi sebesar 50% dan penggunaan air sebesar 30%, sementara pada saat yang sama dunia menghadapi peningkatan risiko banjir dan kekeringan akibat perubahan iklim. Meningkatnya harga pangan telah menimbulkan demo masyarakat di negara-negara pengimpor pangan dan meningkatnya migrasi penduduk dari negara miskin ke negara kaya. Hal Ini tidak hanya masalah bagi generasi masa depan di negara-negara miskin, tetapi ada masalah lain yaitu obesitas di belahan dunia yang lain, termasuk negara-negara Teluk. Sekitar 200 juta anak-anak terganggu pertumbuhan badannya. Akibat kondisi malnutrisi kronis menyebabkan gangguan perkembangan otak anak-anak termasuk perkembangan tinggi badanmereka. Sehingga menghambat anak-anak untuk mencapai potensi optimal perkembangan tubuh anak-anak dunia.

Selasa, 01 September 2015

Besarnya investasi inovasi di lahan kering untuk keamanan pangan (Bagian 1)



Potensi lahan kering di Indonesia untuk kegiatan pertanian masih sangat besar, baru sekitar 1 juta hektar yang dimanfaatkan untuk tanaman pangan. Kekurangan dari lahan kering tersebut adalah kurang tersedianya air untuk budidaya tanaman pangan. Karena air irigasi hanya mengandalkan dari curah hujan setiap musim penghujan. Tidak seorangpun terkejut bahwa di daerah kering, air adalah langka. Ini berarti penduduk di daerah tersebut tidak memperoleh cukup air untuk minum, atau kebutuhan rumah tangga lainnya. Padahal menurut para ahli hidrologi, sebetulnya di lahan kering tersedia cukup air untuk kebutuhan rumah tangga seperti air minum dan mandi atau mencuci. Untuk daerah kering, masalah mendasar adalah produksi tanaman pangan yang membutuhkan banyak air dibanding kebutuhan rumah tangga. Dengan kata lain, di daerah kering tidak tersedia cukup air untuk memproduksi pangan. Sehingga jelas perlu fokus untuk memproduksi lebih banyak pangan di daerah kering.
 
Blogger Templates