Social Icons

Pages

Selasa, 12 Mei 2015

Teknologi Meminimalkan Limbah Makanan Di Dunia


FAO memperkirakan bahwa untuk memenuhi tantangan tahun 2050, dibutuhkan investasi sebesar $ 9,2 trilyun selama 44 tahun kedepan atau sekitar $ 210 milyar per tahunnya untuk mengembangkan pertanian negara berkembang, yang berasal dari sektor swasta dan publik. Dari jumlah tersebut, kurang dari separonya yang digunakan untuk pertanian primer dan sisanya digunakan untuk pengolahan pangan, transportasi, penyimpanan dan kegiatan hilir lainnya yang berkaitan dengan pangan. Sebagai prioritas, perlu dilakukan upaya untuk menutup kesenjangan produksi panen di negara-negara maju dengan negara berkembang yaitu sekitar 40% untuk gandum, 75% untuk beras dan 30-200% untuk jagung.  Seluruh upaya tersebut harus menggunakan sumberdaya yang lebih kecil dan zat-zat yang kurang berbahaya bagi lingkungan. Tantangan tersebut sangat sulit, apalagi ditambah upaya untuk mengatasi masalah terbuangnya makanan sebesar 1,3 milyar ton per tahunnya atau sekitar sepertiga dari seluruh pangan yang diproduksi untuk konsumsi manusia. Menurut laporan terbaru oleh UNEP dan World Resources Institute (WRI), 1/3 makanan dari total produksi dunia yang hilang atau terbuang dalam sistem produksi dan konsumsi pangan bernilai sekitar US $ 1 triliun. Ketika angka ini dikonversi menjadi kalori menunjukkan bahwa 1 dari 4 kalori yang diharapkan dikonsumi tidak pernah benar-benar dimakan.  Dalam situasi dunia yang masih banyak penduduk kelaparan, harga pangan bergejolak dan kerusuhan sosial, angka statistik ini tidak hanya mengejutkan tetapi  juga sangat konyol secara lingkungan, moral dan ekonomi. Untungnya, hal ini merupakan wilayah dimana teknologi dapat memainkan peran yang kuat serta mendorong adanya manfaat bagi ekonomi, manusia dan lingkungan. Berdasarkan study McKinsey, taksiran peluang produktivitas sumber daya antara sekarang s/d 2030 menunjukkan bahwa mengurangi limbah makanan dapat mengembalikan $ 252 milyar di tabungan pemerintah.

Sebelum pergi menegur anak-anak anda untuk tidak membuang sayuran mereka, perlu diingat bahwa limbah makanan hanya sebagian dari kehilangan pangan  secara keseluruhan. Limbah makanan terkait dengan perilaku konsumen dan pengecer, sedangkan kehilangan pangan merupakan tingkat berkurangnya pangan  dari seluruh produksi, panen, pasca panen dan tahap pengolahan pada rantai pasokan.  Para ahli pertanian dunia memperkirakan bahwa  sekitar 1/3 sampai setengah dari produksi pangan dunia hilang selama proses panen di lahan sawah sampai ke piring rumah tangga penduduk dunia.  Hasil penelitian laboratorium akan sangat penting untuk mendukung ketahanan pangan dengan menyediakan pangan lebih banyak dan berkualitas bagi pertumbuhan populasi penduduk dunia.  Tempat pertama untuk mencari solusi mengatasi limbah makanan adalah lahan sawah. Kualitas makanan berada di titik tertinggi ada di lahan pertanian dan kita hanya dapat mempertahankan apa yang kita peroleh dari tanaman tersebut. Kita tidak dapat membuatnya lebih baik. Oleh karena itu, kedepan perlu adanya kerjasama riset antara ahli pangan dengan ahli agronomi dan ahli hortikultura, tidak seperti saat ini yang hanya berkerjasama dengan para ahli gizi saja dan ahli psikologi.  Sebagai contoh, ahli pangan akan melakukan riset bersama dengan pemulia tanaman padi dan gandum untuk mengembangkan varietas unggul baru dengan kandungan nutrisi yang tinggi seperti yang diinginkan para konsumen. 

Mengurangi kehilangan hasil waktu panen merupakan komponen penting lainnya untuk mengurangi kehilangan pangan. Banyak negara di dunia yang mampu memproduksi pangan cukup tinggi, tetapi banyak yang hilang selama proses panen sampai prosesing dan distribusi kepada para konsumennya.  Kerugian akibat kehilangan hasil disebabkan penanganan pasca panen yang kurang tepat, kurang teknologi panen, kurang memadainya fasilitas penyimpanan, kurangnya metode pengolahan  pangan, dan kendala transportasi.  Selain itu, produsen pangan di beberapa negara belum memiliki kemampuan yang memadai untuk menyediakan makanan kepada konsumen dalam bentuk yang mudah dikonsumsi. Sebagai contoh, wanita penjual tomat di pasar di Afrika hanya mampu menjual separo dari jumlah yang dipasarkan selama seminggu, sedangkan sisanya dibiarkan membusuk karena tidak laku. Untuk itu, perlu adanya teknologi pangan yang dapat mempertahankan masa simpan tomat sehingga tetap segar dan laku dijual.  Beberapa teknologi pengolahan pangan seperti pengeringan sederhana tenaga surya, penggaraman, proses pateurisasi dan sterilisasi, dan teknik pengemasan yang baik akan dapat mempertahankan kualitas dan masa simpan makanan.

Disamping itu, distribusi pangan juga dapat membantu mengurangi limbah makanan pada seluruh pasokan rantai makanan. Tren kembali ke basic yang terjadi saat ini yaitu bahan pangan diawali dari pasar petani, lahan pertanian lokal pedesaan, masyarakat pedesaan, dan penunjang usahatani, akan terus berlangsung. Tetapi mayoritas populasi penduduk harus diberi makan melalui sistem yang lebih kompleks.  Terjadinya perubahan global seperti bertambahnya populasi penduduk dan perluasan kota dan kota besar tidak dapat ditangani distribusi pangannya oleh pasar petani kecil pedesaan. Suatu kota di masa depan akan dihuni sekitar 20 sampai 50 juta penduduk dan akan mengalami kesulitan mendapatkan pangan di pasar petani. Untuk itu, perlu efisiensi distribusi pangan yaitu dengan menyediakan bahan pangan di rumah seperti halnya restoran dan didistribusikan kepada para konsumen. Adanya perbaikan teknologi diharapkan dapat membantu individu konsumen dalam mengantisipasi kebutuhan pangan di rumah tangganya. Pada masa akan datang dengan bantuan peralatan telpon pintar, peralatan rumah tangga yang canggih dan sistem peralatan canggih lainnya diharapkan dapat dilakukan pekerjaan yang lebih baik. Lemari penyimpanan di rumah tangga, kulkas, kompor, microwave akan diintegrasikan kedalam sistem pangan dan jaringannya dengan para distributor, melalui sitem pengkodean agar dapat terkoneksi dengan paket dan item lainnya. Secara eksternal, sistem distribusi akan melacak dan mengkomunikasikan pola konsumsi, jenis dan tingkatannya, kebutuhan memasak dan preferensi konsumen. Jika suatu distributor tidak memliki daging jenis tertentu, maka anda dapat memperoleh jenis lainnya, sehingga akan mengarah ke minimalisasi limbah pangan dan mengoptimalkan apa yang akan dikonsumsi masayarakat.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates