Social Icons

Pages

Selasa, 05 Mei 2015

Masalah Permintaan Mengganggu Pasokan Pangan Global



Ada narasi penting perihal sistem pangan dunia yang menjadi topik diskusi di ruang kuliah, ruang rapat, dan kantor pemerintah di seluruh dunia. Hal ini logis dan terjadi dimana-mana. Masalahnya, isi cerita tersebut berdasarkan asumsi yang kurang tepat. Anda mungkin juga pernah membaca atau mendengar cerita tersebut, yang intinya berisi seperti ini: “Populasi penduduk dunia akan tumbuh hingga 9 milyar orang pada pertengahan abad ini dan menuntut permintaan pasokan pangan yang besar di planet bumi ini.   Untuk memenuhi permintaan yang terus berkembang ini, kita perlu memproduksi pangan hampir dua kali lebih banyak pada tahun 2050 dibanding produksi pangan saat ini. Ini berarti kita harus menggunakan tanaman rekayasa genetika dan teknologi canggih lainnya untuk menghasilkan tambahan produksi pangan tersebut”. Biar fair, sebetulnya ada kebenaran dari pernyataan tersebut, akan tetapi pernyataan tersebut tidak lengkap atau kurang sempurna.  Selain itu, pernyataan tersebut memberikan visi yang menyimpang dari sistem pangan dunia, akibatnya ada potensi buruk dalam pemilihan kebijakan dan investasi. Untuk membuat kebijakan yang tepat, kita perlu menelisik cerita tersebut pada relnya.

Mengubah pola makan (bukan pertumbuhan penduduk)  merupakan pendorong utama permintaan pangan
Populasi penduduk dunia akan bertambah dan memerlukan pangan bagi 9 milyar orang pada tahun 2050 merupakan isu pendorong untuk pembangunan sektor pertanian pada dekade mendatang.  Saat ini populasi penduduk dunia mencapai 7 milyar orang dan kita perkirakan mencapai 9 milyar pada pertengahan abad ini. Berarti ada tambahan 2 milyar orang selama 40 tahun mendatang atau meningkat sekitar 28%. Jika tambahan 2 milyar orang mengkonsumsi pola makan yang sama dengan konsumsi penduduk dunia lainnya (yang sebenarnya tidak mungkin, karena sebagian besar penduduk ini akan ditambahkan pada wilayah miskin di dunia, dimana pola makannya sangat terbatas) maka diperlukan sekitar 28% tambahan pangan.  Penting untuk dicatat bahwa kita sedang membicarakan pilihan dunia.  Apa yang akan dipilih, apakah pertumbuhan populasi atau pola makan.  Sehingga dapat ditetapkan berapa banyak pangan yang sesungguhnya dibutuhkan. Terus dari mana datangnya ide “sebanyak dua kali lipat” pangan yang harus diproduksi?. Kebanyakan asumsi tersebut berdasarkan perubahan pola makan dan bukan hanya pertumbuhan populasi saja. Bahkan, ahli ekologi David Tilman dan rekan-rekannya telah menunjukkan bahwa perubahan dalam pola makan mungkin akan menjadi pendorong dominan permintaan pangan di masa depan. Alasannya, ketika  populasi diproyeksikan akan tumbuh sebesar 2 milyar sampai tahun 2050, maka pada saat yang sama ada sekitar 3 sampai 4 milyar orang di bumi yang sudah semakin kaya, terutama di Cina, India, dan beberapa negara-dan lainnya. Jika mengacu pada sejarah, para orang kaya tersebut diharapkan mengkonsumsi menu makanan seperti orang kaya. Hal ini berarti 3-4 milyar orang akan mengkonsumsi daging, produk susu dan olahannya, serta makanan lainnya lebih banyak dibanding jumlah konsumsi mereka sebelum kaya. Sehingga tekanan terhadap sistem pangan dunia menjadi bertambah besar.

Kita punya pilihan
Menurut Tilman dkk, meningkatnya kesejahteraan penduduk dan proyeksi peningkatan konsumsi daging dapat mendorong permintaan pangan global lebih besar dibanding pertumbuhan populasi penduduk. Peneliti tersebut memperkirakan 1/3 peningkatan permintaan pangan dunia kedepan disebabkan pertumbuhan populasi dan 2/3 nya disebabkan meningkatnya kesejahteraan penduduk dan pola makan yang berubah. Hal ini belum ditambah adanya permintaan bahan pangan untuk biofuel.  Penting untuk dicatat bahwa kita sedang membicarakan pilihan dunia.  Apa yang akan dipilih, apakah pertumbuhan populasi atau pola makan. Sehingga dapat ditetapkan berapa banyak pangan yang sesungguhnya dibutuhkan. Sementara itu, ada kekuatan demografi dan ekonomi yang berpengaruh disini dengan momentum besar dibelakangnya. Perlu upaya bersama untuk mengurangi pertumbuhan penduduk, tetapi yang lebih penting adalah mengarahkan pola makan yang lebih berkelanjutan, yang memungkinkan dapat mengurangi proyeksi permintaan pangan. Orang sering bingung dengan pernyataan menanam banyak bahan pangan untuk menghasilkan banyak pangan tersedia bagi dunia. Hal yang tidak sama. Kita bisa berbuat banyak untuk mengurangi tekanan pada sistem pangan global dengan cara pertama yaitu mengubah pola makan penduduk kaya di Amerika Utara dan Eropa. Beralihnya pola makan dengan mengurangi konsumsi daging di kedua wilayah tersebut akan memberikan dampak besar terhadap sistem pangan global. yang  ke diet daging-intensif kurang di daerah ini bisa memiliki dampak yang dramatis pada sistem pangan. Tetapi sama pentingnya juga adalah memfokuskan perubahan pola makan bagi penduduk yang sedang meningkat kesejahteraanya, sebagai contoh masyarakat klas menengah baru di kota-kota di China, India, Indonesia, dan negara-negara lainnya. Akankah pola makan mereka sebagian besar terus berbasis tanaman pangan  dengan limbah sedikit, atau akan beralih ke pola makan yang banyak mengkonsumsi daging seperti di negara barat? Pada kenyataannya, pola makan yang akan mereka pilih untuk dikonsumsi pada masa mendatang akan memberi dampak pada masa depan sistem pangan dunia.

Memproduksi pangan lebih banyak bukan satu-satunya cara memperoleh pangan untuk di meja makan.
Mungkin kita perlu menanam banyak tanaman pangan tetapi tidak sebanyak seperti yang disarankan pada awal artikel ini. Apa yang harus kita lakukan adalah menyiapkan pangan dan nutrisi yang lebih bnayka bagi dunia. Dan ada cara lain untuk mencapainya selain menanam banyak tanaman pangan di seluruh dunia, yaitu memanfaatkan produk tanaman pangan yang telah ditanam dan memastikan tanaman tersebut dapat memproduksi sebanyak mungkin makanan bergizi. Sayangnya, kita jarang mendengar tentang pilihan ini, dan malah mengatakan berulang-ulang untuk menanam tanaman sumber pangan sebanyak mungkin. Apa yang hilang adalah bagaimana kita bisa menggunakan sumber daya saat ini seoptimal mungkin dengan cara pengurangan limbah dan mengelola permintaan pangan dengan lebih baik.  Jika kita menginginkan banyak makanan di meja makan, strategi yang memungkinkan adalah pendekatan yang seimbang dengan melihat sisi penawaran dan permintaan. Limbah makanan mengambil sekitar 30-40% kalori dunia, tetapi jarang mendapat perhatian dari masyarakat. Meskipun kita tidak dapat menghilangkan limbah makanan, kedepan pasti kita dapat meminimalkan. Sedangkan penggunaan produk pangan untuk pakan ternak (bukan untuk konsumsi manusia secara langsung) bisa sangat efisien untuk memberi pangan bagi manusia. Begitu pula dengan penggunaan produk pangan untuk biofuel akan mengorbankan penyedian pangan bagi penduduk dunia. Secara keseluruhan, ini merupakan peluang sangat besar untuk menyediakan pangan bagi penduduk yang sama tingkatannya dengan memproduksi pangan, dengan cara mengalihkan peternakan ke padang rumput dengan memberi makan rumput dan mengalihkan tanaman pangan sebagai bahan biofuel dengan tanaman non pangan. Pada dasarnya, bagaimana kita menggunakan bahan tanaman sejumlah berapa banyak tanaman kita tanam.

Cassidy (2013) menjelaskan lebih lanjut bahwa setiap 1 ha usahatani negara barat secara teori dapat menyediakan cukup kalori untuk memberi makan 15 orang tiap harinya. Tetapi ada sesuatu terselubung: orang yang ingin makan jagung dan kedelai, lahan tersebut akan langsung ditanami, bagian dari pola makan berbasis tanaman dengan limbah minimal. Peneliti ini juga menyatakan bahwa usahatani di negara barat hari ini hanya dapat menyediakan pangan untuk 5 orang per hari per hektarnya. Sebab sebagian besar jagung dan kedelai digunakan untuk etanol dan pakan ternak. Anehnya, memberi makan 5 orang per hari per hektar tersebut sebanding dengan hasil rata-rata usahatani di Bangladesh saat ini. Dengan kata lain, kita tanam banyak tanaman, tetapi tidak terkonversi menjadi banyak makanan. Jadi kita bisa memberi pangan dengan memikirkan kembali bagaimana kita memanfaatkan tanaman pangan (tanaman sumber pangan pokok), apakah untuk pola makan berbasis tanaman, pakan ternak untuk daging dan susunya, atau untuk bioetanol dan tidak membuang sisa-sisanya.

Perubahan Narasi
Berdasarkan penjelasan diatas, maka ada narasi baru yang mungkin seperti ini: Dunia menghadapi tantangan besar untuk memberi makan populasi penduduk dunia yang terus tumbuh, secara berkelanjutan tanpa merusak sumberdaya dan lingkungan planet kita. Untuk mengatasi tantangan tersebut, kita perlu menyediakan pangan yang lebih banyak dengan cara menyeimbangkan antara menanam banyak tanaman sumber pangan (sambil mengurangi dampak lingkungan akibat kegiatan pertanian) dan menggunakan pangan yang kita miliki secara efektif. Strategi kuncinya termasuk mengurangi limbah makanan, memikirkan kembali pola makan kita dan pilihan biofuel, membatasi pertumbuhan penduduk, dan menghasilkan lebih banyak makanan di dasar piramida pertanian dengan inovasi teknologi agronomi skala rendah. Hanya melalui pendekatan yang seimbang antara penawaran dan permintaan, kita dapat mengatasi tantangan yang sulit ini.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates