Kita seharusnya tidak “menerima” perubahan iklim. Hanya karena perubahan iklim sudah terjadi dan dampaknya
sudah kita rasakan, maka seharusnya kita tidak boleh berhenti untuk
mengupayakan pengurangan emisi gas rumah kaca. Emisi gas rumah kaca di sektor pertanian
memberikan kontribusi sekitar 25% dari emisi gas rumah kaca global, tetapi ada
banyak jalan yang bisa dilakukan untuk mengurangi emisi ini. Richard Waite, peneliti
dari Food, Forests and Water Program, World Resources Institute (WRI) menjelaskan
bahwa "Dengan cara mengintensifkan usaha pertanian pada lahan yang ada dan
melindungi hutan yang tersisa, kita dapat menghilangkan emisi dari perubahan
penggunaan lahan. Dan dengan cara mengatasi emisi utama dari
produksi pertanian - dari sapi dan ruminansia lainnya, dari pupuk, dan dari
usaha produksi beras, kita dapat mengurangi emisi dari usaha produksi pertanian".
Kita tidak
perlu "menerima" populasi dunia 9,6 miliar orang pada tahun 2050. Populasi penduduk
dunia terus tumbuh, namun tingkat kesuburan tanah telah menurun secara cepat
beberapa dekade terakhir seperti halnya anak perempuan yang mendapatkan akses
lebih baik untuk pendidikan dan pelayanan kesehatan reproduksi. Pemerintah
Afrika telah membuat kebijakan sektor kesehatan dan pendidikan sebagai prioritas,
tetapi investasi yang besar dapat dimanfaatkan untuk mengurangi tantangan
populasi dan permintaan untuk makanan. Hal ini khususnya bagi wilayah di Sub-Sahara
Afrika karena setengah dari pertumbuhan penduduk dunia antara saat ini sampai
2050 akan terjadi di negara ini. Sebuah laporan terbaru dari WRI memperkirakan bahwa untuk mencapai tingkat kelahiran
pengganti (tingkat kelahiran di mana suatu populasi dapat menggantikan dirinya
dari satu generasi ke generasi berikutnya) di Sub-Sahara Afrika pada tahun 2050
akan mengurangi permintaan pangan sekitar 600 triliun kilokalori (kkal) per tahun
pada pertengahan abad. Hal ini akan menutup sekitar 9% dari 6.500 triliun kkal
per tahun kesenjangan global antara pangan yang tersedia tahun 2006 dan kebutuhan
pangan pada tahun 2050.
Penggantian tanaman
untuk masa depan. Dalam jangka pendek akan difokuskan pada “pertanian
cerdas iklim”, namun dalam kurun waktu 10-
20 tahun, fokus akan beralih pada penggantian tanaman, kata Jason Clay, wakil
presiden senior, transformasi pasar, WWF (World Wildlife Fund). Karena
perubahan iklim mempengaruhi tanaman komersial, maka harus dicari alternatifnya.Clay
menunjukkan bahwa sorgum sudah digunakan
untuk substitusi jagung karena dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan
produksi minuman bir. Di Meksiko, pemerintah sedang mencari varietas kakao
untuk menggantikan tanaman kopi, yang mungkin tidak cocok untuk dibudidayakan
pada tahun 2025 karena penyakit tanaman dan suhu panas akibat perubahan iklim.
Melalui bantuan teknis yang tepat dan paket genetik yang lebih baik, manajemen budidaya
dan input, maka penggantian tanaman dapat menjadi peluang bagi petani kecil
menjadi lebih produktif.
Terobosan riset
membutuhkan investasi besar. Menurut Chris Brown, general manager pelestarian
lingkungan, di agribisnis Olam International, beralihnya ke tanaman yang dapat
beradaptasi dengan perubahan iklim merupakan hal yang layak. Tetapi untuk
terobosan riset gelombang berikutnya, FAO memprediksi perlu biaya besar $ 45-50
milyar setiap tahunnya secara global. Sedangkan saat ini hanya ada sekitar $ 4
milyar.
Menanam
pohon di lahan sawah dapat meningkatkan hasil panen. Menurut
Waite, selama beberapa dekade terakhir, para petani di Nigeria telah berhasil menumbuhkan
kembali tanaman lokal Faidherbia albida di lahan sawahnya.
Tanaman ini dapat memperbaiki nitrogen dalam tanah, melindungi lahan sawah dari
angin dan erosi, serta memberikan kontribusi bahan organik ke tanah dari limbah
daunnya yang kering. Dibandingkan dengan pertanian konvensional di negara itu,
hasil jagung dalam sistem agroforestry ini dapat meningkat dua kali lipat dan para
petani di Ethiopia, Kenya, dan Zambia mencontohnya.
Petani kecil
berperan penting untuk ketahanan pangan dalam negeri. Menurut Charles Tassell, petani dan asisten pendiri AgriChatUK,
petani skala kecil memiliki pasar yang terjamin
dan terus berkembang untuk tanaman pokok mereka, namun di Inggris memproduksi
pangan 24% lebih sedikit dibanding jumlah yang dikonsumsi. Sebagai anggota parlemen, memperingatkan bahwa kemampuan Inggris untuk menyediakan
pangan sendiri terancam oleh rasa kepuasan. Selama 20 tahun terakhir,
swasembada pangan dalam negeri di Inggris telah menurun drastis dari 87%
menjadi 68%, sedangkan hasil dari gandum, tanaman pokok yang paling penting di
Inggris, tidak meningkat selama 15 tahun terakhir. Brown berpendapat bahwa
pemerintah, bank dan perusahaan harus berkoordinasi untuk mendukung 500 juta
petani global untuk mengembangkan usahatani menjadi perusahaan produksi
pertanian. Dukungan ini harus mencakup penguasaan hak kepemilikan tanah, kebijakan global untuk tingkat lapang,
akses ke modal dan pasar, pelatihan terstruktur (baik pertanian dan
pengembangan bisnis), serta investasi dalam teknologi dan infrastruktur.
Pertanian
perkotaan cocok untuk tomat bukan sapi. Jika petani perkotaan mengurangi kebutuhan akan
transportasi, alat pendingin dan kemasan, serta sumber aliran limbah, maka
pertanian kota dapat menawarkan budidaya alternatif yang berkelanjutan yaitu
budidaya buah dan sayuran, kata Oscar Rodriguez, Direktur Arsitektur dan Makanan.
Bagaimanapun juga usaha peternakan dan kehidupan perkotaan merupakan kombinasi
yang kurang praktis.
Tidak ada daging
dalam menu makanan. Pencapaian tingkat kesuburan yang tergantikan,
mengurangi kehilangan pangan dan limbah, mengurangi permintaan biofuel dari
tanaman pangan dan pergeseran pola makan kita, merupakan beberapa cara untuk menutup
kesenjangan antara tersedianya pangan dan kebutuhan pangan. Setiap perubahan signifikan
dari pola konsumsi dan dampak lingkungan dari produksi pangan, harus
mengeluarkan produk hewani dari menu, terutama daging sapi. Chris Hunt,
Direktur Program Makanan GRACE, menyatakan bahwa kampanye konsumen seperti SeninTanpa Daging merupakan tren yang benar.
Definisi petani
yang "baik" merupakan hal kompleks. Apakah
kriteria “baik” untuk seseorang, mungkin mengejutkan bagi orang lain, kata
Louise Manning, dosen senior manajemen produksi pangan, Royal Agricultural
University. Dalam hal kesejahteraan hewan, populasi ternak yang padat mungkin
dianggap indikator kinerja negatif tetapi dalam hal pengelolaan sumber daya
mungkin dianggap positif.
Setiap orang
ikut berperan. Laporan WRI pada Creating a Sustainable Food Future, memperkirakan
bahwa kita membutuhkan 70% pangan lebih
banyak pada tahun 2050 dibanding jumlah pangan saat ini guna menghidupi seluruh 9,6 miliar orang di dunia dengan
asupan harian 3.000 kalori. Ini adalah tantangan besar, tapi tidak seperti
tantangan keberlanjutan lainnya, setiap orang dapat berperan mengatasi
tantangan ini. Setiap orang perlu makan, maka kurangi kehilangan pangan dan
limbah makanan, mengkonsumsi pola makan yang dampaknya rendah atau berinvestasi
dalam produksi yang berkelanjutan. Negara, perusahaan, dan konsumen dapat membuat sesuatu
yang berbeda. Dikelilingi oleh kelimpahan, tantangannya adalah membuat konsumen
peduli. Tentang hal ini, Liz Bowles, kepala pertanian di Soil Association,
menunjukkan bahwa jika setiap orang mencoba untuk menanam sayuran mereka
sendiri dan membawanya pulang, maka betapa sulitnya memproduksi makanan.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar