Social Icons

Pages

Kamis, 21 Mei 2015

10 Hal Tentang Pertanian Berkelanjutan



Kita seharusnya tidak “menerima” perubahan iklim. Hanya karena perubahan iklim sudah terjadi dan dampaknya sudah kita rasakan, maka seharusnya kita tidak boleh berhenti untuk mengupayakan pengurangan emisi gas rumah kaca. Emisi gas rumah kaca di sektor pertanian memberikan kontribusi sekitar 25% dari emisi gas rumah kaca global, tetapi ada banyak jalan yang bisa dilakukan untuk mengurangi emisi ini. Richard Waite, peneliti dari Food, Forests and Water Program, World Resources Institute (WRI) menjelaskan bahwa "Dengan cara mengintensifkan usaha pertanian pada lahan yang ada dan melindungi hutan yang tersisa, kita dapat menghilangkan emisi dari perubahan penggunaan lahan.   Dan dengan cara mengatasi emisi utama dari produksi pertanian - dari sapi dan ruminansia lainnya, dari pupuk, dan dari usaha produksi beras, kita dapat mengurangi emisi dari usaha produksi pertanian".

Kita tidak perlu "menerima" populasi dunia 9,6 miliar orang pada tahun 2050. Populasi penduduk dunia terus tumbuh, namun tingkat kesuburan tanah telah menurun secara cepat beberapa dekade terakhir seperti halnya anak perempuan yang mendapatkan akses lebih baik untuk pendidikan dan pelayanan kesehatan reproduksi. Pemerintah Afrika telah membuat kebijakan sektor kesehatan dan pendidikan sebagai prioritas, tetapi investasi yang besar dapat dimanfaatkan untuk mengurangi tantangan populasi dan permintaan untuk makanan. Hal ini khususnya bagi wilayah di Sub-Sahara Afrika karena setengah dari pertumbuhan penduduk dunia antara saat ini sampai 2050 akan terjadi di negara ini. Sebuah laporan terbaru dari WRI  memperkirakan bahwa untuk mencapai tingkat kelahiran pengganti (tingkat kelahiran di mana suatu populasi dapat menggantikan dirinya dari satu generasi ke generasi berikutnya) di Sub-Sahara Afrika pada tahun 2050 akan mengurangi permintaan pangan sekitar 600 triliun kilokalori (kkal) per tahun pada pertengahan abad. Hal ini akan menutup sekitar 9% dari 6.500 triliun kkal per tahun kesenjangan global antara pangan yang tersedia tahun 2006 dan kebutuhan pangan  pada tahun 2050.

Penggantian tanaman untuk masa depan. Dalam jangka pendek akan difokuskan pada “pertanian cerdas iklim”,  namun dalam kurun waktu 10- 20 tahun, fokus akan beralih pada penggantian tanaman, kata Jason Clay, wakil presiden senior, transformasi pasar, WWF (World Wildlife Fund). Karena perubahan iklim mempengaruhi tanaman komersial, maka harus dicari alternatifnya.Clay  menunjukkan bahwa sorgum sudah digunakan untuk substitusi jagung karena dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan produksi minuman bir. Di Meksiko, pemerintah sedang mencari varietas kakao untuk menggantikan tanaman kopi, yang mungkin tidak cocok untuk dibudidayakan pada tahun 2025 karena penyakit tanaman dan suhu panas akibat perubahan iklim. Melalui bantuan teknis yang tepat dan paket genetik yang lebih baik, manajemen budidaya dan input, maka penggantian tanaman dapat menjadi peluang bagi petani kecil menjadi lebih produktif.

Terobosan riset membutuhkan investasi besar. Menurut Chris Brown, general manager pelestarian lingkungan, di agribisnis Olam International, beralihnya ke tanaman yang dapat beradaptasi dengan perubahan iklim merupakan hal yang layak. Tetapi untuk terobosan riset gelombang berikutnya, FAO memprediksi perlu biaya besar $ 45-50 milyar setiap tahunnya secara global. Sedangkan saat ini hanya ada sekitar $ 4 milyar.

Menanam pohon di lahan sawah dapat meningkatkan hasil panen. Menurut Waite, selama beberapa dekade terakhir, para petani di Nigeria telah berhasil menumbuhkan kembali tanaman lokal Faidherbia albida di lahan sawahnya. Tanaman ini dapat memperbaiki nitrogen dalam tanah, melindungi lahan sawah dari angin dan erosi, serta memberikan kontribusi bahan organik ke tanah dari limbah daunnya yang kering. Dibandingkan dengan pertanian konvensional di negara itu, hasil jagung dalam sistem agroforestry ini dapat meningkat dua kali lipat dan para petani di Ethiopia, Kenya, dan Zambia mencontohnya.

Petani kecil berperan penting untuk ketahanan pangan dalam negeri.  Menurut Charles Tassell, petani dan asisten pendiri AgriChatUK,  petani skala kecil memiliki pasar yang terjamin dan terus berkembang untuk tanaman pokok mereka, namun di Inggris memproduksi pangan 24% lebih sedikit dibanding jumlah yang dikonsumsi. Sebagai anggota parlemen,  memperingatkan bahwa kemampuan Inggris untuk menyediakan pangan sendiri terancam oleh rasa kepuasan. Selama 20 tahun terakhir, swasembada pangan dalam negeri di Inggris telah menurun drastis dari 87% menjadi 68%, sedangkan hasil dari gandum, tanaman pokok yang paling penting di Inggris, tidak meningkat selama 15 tahun terakhir. Brown berpendapat bahwa pemerintah, bank dan perusahaan harus berkoordinasi untuk mendukung 500 juta petani global untuk mengembangkan usahatani menjadi perusahaan produksi pertanian. Dukungan ini harus mencakup penguasaan hak kepemilikan  tanah, kebijakan global untuk tingkat lapang, akses ke modal dan pasar, pelatihan terstruktur (baik pertanian dan pengembangan bisnis), serta investasi dalam teknologi dan infrastruktur.

Pertanian perkotaan cocok untuk tomat bukan sapi. Jika petani perkotaan mengurangi kebutuhan akan transportasi, alat pendingin dan kemasan, serta sumber aliran limbah, maka pertanian kota dapat menawarkan budidaya alternatif yang berkelanjutan yaitu budidaya buah dan sayuran, kata Oscar Rodriguez, Direktur Arsitektur dan Makanan. Bagaimanapun juga usaha peternakan dan kehidupan perkotaan merupakan kombinasi yang kurang praktis.

Tidak ada daging dalam menu makanan. Pencapaian tingkat kesuburan yang tergantikan, mengurangi kehilangan pangan dan limbah, mengurangi permintaan biofuel dari tanaman pangan dan pergeseran pola makan kita, merupakan beberapa cara untuk menutup kesenjangan antara tersedianya pangan dan kebutuhan pangan. Setiap perubahan signifikan dari pola konsumsi dan dampak lingkungan dari produksi pangan, harus mengeluarkan produk hewani dari menu, terutama daging sapi. Chris Hunt, Direktur Program Makanan GRACE, menyatakan bahwa  kampanye konsumen seperti SeninTanpa Daging merupakan tren yang benar.

Definisi petani yang "baik" merupakan hal kompleks. Apakah kriteria “baik” untuk seseorang, mungkin mengejutkan bagi orang lain, kata Louise Manning, dosen senior manajemen produksi pangan, Royal Agricultural University. Dalam hal kesejahteraan hewan, populasi ternak yang padat mungkin dianggap indikator kinerja negatif tetapi dalam hal pengelolaan sumber daya mungkin dianggap positif.

Setiap orang ikut berperan. Laporan WRI pada Creating a Sustainable Food Future, memperkirakan bahwa kita membutuhkan 70%  pangan lebih banyak pada tahun 2050 dibanding jumlah pangan saat ini guna menghidupi  seluruh 9,6 miliar orang di dunia dengan asupan harian 3.000 kalori. Ini adalah tantangan besar, tapi tidak seperti tantangan keberlanjutan lainnya, setiap orang dapat berperan mengatasi tantangan ini. Setiap orang perlu makan, maka kurangi kehilangan pangan dan limbah makanan, mengkonsumsi pola makan yang dampaknya rendah atau berinvestasi dalam produksi yang berkelanjutan. Negara,  perusahaan, dan konsumen dapat membuat sesuatu yang berbeda. Dikelilingi oleh kelimpahan, tantangannya adalah membuat konsumen peduli. Tentang hal ini, Liz Bowles, kepala pertanian di Soil Association, menunjukkan bahwa jika setiap orang mencoba untuk menanam sayuran mereka sendiri dan membawanya pulang, maka betapa sulitnya memproduksi makanan.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates