Perubahan sejati akan terjadi jika kita
berhenti memperlakukan data sebagai suatu teknologi dan menjangkau kelompok
yang terpinggirkan, kata Ana Brandusescu. Di Filipina, ustadz - guru agama Islam
- berjuang tanpa sumber daya yang cukup untuk memberikan pendidikan
berkualitas. Meskipun dana tersedia dari pemerintah daerah, yang diminta untuk
menginformasikan anggaran mereka, namun mereka hanya sedikit usaha untuk
membagikan data ini kepada masyarakat atau menjelaskan bagaimana cara
menggunakannya. Ketika E-NET, sebuah LSM lokal, mulai mengedukasi ustadz
tentang bagaimana menggunakan data ini, mereka menemukan adanya Dana Pendidikan
Khusus untuk sekolah umum - sebuah dana yang tidak pernah diberitahukan kepada
mereka - yang dapat mencakup seragam sekolah dan gaji guru.
Pada keberhasilan itu, para guru memperluas
penggunaan data terbuka mereka, menciptakan sebuah koalisi, Federasi Komunitas Ustadz
Madrasa Kotabato Utara, yang sekarang menggunakan data terbuka untuk membuat
rekomendasi tidak hanya mengenai anggaran, tetapi juga mengenai prioritas
kebijakan untuk pendidikan masyarakat. Kita sering memikirkan data terbuka
sebagai teknis atau bagian dari transformasi digital suatu negara. Tapi sebenarnya,
data terbuka adalah tentang orang, masalah mereka, dan memberi mereka kemampuan
untuk menyelesaikan masalahnya. Sayangnya, contoh para guru agama di Filipina
ini yang memanfaatkan data anggaran
pemerintah masih sangat jarang. Mengapa kita tidak dapat lebih sering memanfaatkan
data terbuka untuk mengatasi ketidaksetaraan?. Mengapa hal itu tidak menghasilkan partisipasi
spektrum warga yang lebih luas?.
Data bersifat politis
Data adalah kekuatan, dan itu membuatnya
menjadi politis. Ketika data terbuka untuk umum, warga memiliki kesempatan
untuk mengambil peran kembali dalam pengambilan keputusan mereka. Tapi kekuatan
baru ini tidak tersebar secara merata di seluruh masyarakat. Dalam edisi
terbaru Barometer Data Terbuka, yang menganalisis kecenderungan dampak global
data terbuka, Yayasan Web menemukan bahwa pemerintah cenderung memprioritaskan dataset
terbuka untuk pertumbuhan ekonomi dan inovasi - tujuan yang secara politis
lebih mudah daripada memberdayakan kelompok terpinggirkan. Temuan Barometer tahun
ini mengungkapkan bahwa lebih sedikit data tersedia dan terbuka di wilayah yang
relevan dengan kebijakan sosial - yang dapat membantu mengurangi
ketidaksetaraan - daripada inovasi. Rata-rata, temuan Barometer menunjukkan
ketersediaan data pada layanan utama publik menurun. Hal ini termasuk perubahan yang signifikan
dalam sektor kesehatan dan pendidikan yang buruk. Dari 115 negara yang
disurvei, hanya tujuh persen dataset yang terbuka untuk kesehatan, dan delapan
persen untuk pendidikan.
Tidak
ada internet berarti tidak ada akses data
Hasilnya adalah
bahwa pemerintah kehilangan kesempatan untuk memperbaiki inklusi dan persamaan.
Sebaliknya, mereka memperkuat pembagian yang ada dengan mengabaikan kebutuhan
kelompok dengan pendapatan rendah dan kekuatan politik yang kurang. Hal ini
berarti bahwa kelompok-kelompok ini lagi-lagi dikecualikan dari proses
konsultasi dan pengambilan keputusan yang menciptakan data terbuka. Ini juga
menambah kelemahan yang ada. Kelompok ini sering kekurangan konektivitas
internet dan keterampilan mengakses data terbuka. Mereka mungkin juga kurang
terlihat dalam data itu sendiri. Krisis data gender adalah
salah satu contohnya, wanita cenderung tidak online daripada pria, kecil
kemungkinannya untuk dikonsultasikan pada perancangan kebijakan data dan
inisiati, kurang terwakili di antara jajaran data ilmuwan, dan sering tidak
terhitung dalam statistik resmi.
Seiring revolusi digital terus maju, kita
perlu menghindari melebarnya kesenjangan yang sudah ada dengan meminggirkan
lebih jauh lagi yang sudah terpinggirkan dan memberdayakan yang sudah
diberdayakan. Dalam hal ini, data terbuka dapat memainkan peran kunci, yaitu
jika kita membuka data dari hasil konsultasi dengan kelompok yang biasanya
tidak dikonsultasikan, daripada segera menghubungi pengusaha dan departemen
pemerintah. Kita harus berhenti memperlakukan data terbuka sebagai hal istimewa
pada saat harus benar-benar menjadi transformasi dalam pengambilan keputusan
dan partisipasi warga.
Konsultasikan dengan orang
miskin
Untuk data terbuka guna memperbaiki hasil dan
pemerataan kesejahteraan, pemerintah perlu berinvestasi di empat wilayah. Area
pertama adalah pengumpulan dan perancangan data yang lebih baik sehingga ada
pemisahan data berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendapatan dan usia, serta
indikator baru yang memperhitungkan keragaman di masyarakat. Agar hal ini dapat
dilakukan dengan baik, kelompok yang terpinggirkan harus dijelaskan saat
menentukan data mana yang akan dikumpulkan - dan untuk tujuan apa. Area kedua
adalah akses terhadap data, termasuk akses internet murah sehingga kelompok
berpenghasilan rendah dan kelompok terpinggirkan lainnya tidak terkunci di
pintu depan. Contoh yang bagus adalah rencana teknologi kota Chicago untuk
mengembangkan data terbuka, inovasi warga dan broadband kecepatan tinggi untuk
lingkungan yang kurang terlayani. Area ketiga adalah tentang proses, seperti
berbagi dalam format offline atau menawarkan pelatihan keterampilan menggunakan
data, yang memungkinkan kelompok terpinggirkan dapat memanfaatkan data,
terutama untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan. Dan akhirnya,
pemerintah perlu berinvestasi dalam kebijakan data yang bertanggung jawab. Ini
tentang praktik yang melindungi privasi pribadi dan menghindari efek samping
yang tidak diinginkan dan pemerintah bertanggung jawab atas dampak data yang
mereka kumpulkan dan bagaimana caranya mengumpulkannya. Jika pengumpulan data
lebih banyak tentang kelompok marjinal saja tidak akan memberi kelompok
tersebut kekuatan untuk bertindak dan meningkatkan partisipasi mereka dalam
pembuatan kebijakan. Kita harus bergerak lebih dari tentang data semata dan untuk
masyarakat, dan secara aktif mempromosikan data dengan dan oleh masyarakat,
jika kita menyadari besarnya potensi data terbuka untuk mengatasi meningkatnya
kesejahteraan.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar