Social Icons

Pages

Senin, 01 Januari 2018

Mentransfer inovasi dari universitas ke lahan petani



Para peneliti pertanian telah membantu meningkatkan hasil panen petani di China dengan tinggal di antara para petani untuk mentransfer inovasi dari akademisi ke lahan petani. Program pekarangan ilmu pengetahuan dan teknologi dimulai pada tahun 2009 dengan para profesor dan mahasiswa pasca sarjana dari China Agricultural University yang pindah ke desa-desa di Kabupaten Quzhou, provinsi Hebei, untuk membantu para petani kecil memperbaiki usahataninya. Lebih dari lima tahun, hasil rata-rata hasil panen utama tanaman gandum dan jagung meningkat 62,8 persen dari apa yang secara teori mungkin bisa menjadi 79,6 persen sesuai hasil riset baru-baru ini yang dipublikasikan di majalah Nature. Menyusul keberhasilan program percontohan tersebut, saat ini telah ada sekitar 71 lokasi pengembangan di 21 propinsi dari 23 propinsi di China.

Biasanya, para ilmuwan memberikan teknologi dan berharap petani bisa mengadopsinya, tetapi mereka kurang benar-benar berfikir apa yang sesungguhnya dibutuhkan petani. Dalam riset ini, para peneliti tinggal di desa dan bekerja sama dengan para petani. Para peneliti meminta para petani untuk menunjukkan  pengalaman dan filosofinya ke dalam teknik usahataninya dan kemudian merevisinya. Melalui pengujian guna membandingkan teknik petani dengan teknik petani di lahan mereka sendiri, para ilmuwan mengidentifikasi faktor-faktor yang paling berkontribusi penyebab kesenjangan hasil dan diperoleh 10 rekomendasi teknik yang diusulkan untuk untuk mengatasi senjang hasil.  Setelah meminta masukan dari para petani, serangkaian rekomendasi yang direvisi diuji oleh 71 petani kooperator dan hasilnya meningkat dari 67,9 persen dari besaran hasil yang dapat dicapai hasil rata-rata 97 persen antara tahun 2009 dan 2014.

Rekomendasi disampaikan melalui demonstrasi lapangan, sekolah pertanian, kontes hasil panen dan poster di sepanjang jalan utama. Kerjasama 30 sampai 40 rumah tangga petani diorganisir untuk membantu petani membeli input secara massal atau mengkoordinasikan pekerjaan usahatani skala besar seperti irigasi atau pengolahan lahan sawah. Zhang percaya bahwa sistem tersebut sebaiknya direplikasi di negara-negara Asia lainnya yang mengahadapi permasalahan hampir sama seperti akses terhadap sarana produksi dan membutuhkan kondisi politik yang stabil serta sistem pendidikan pertanian. Namun, Maximo Torero, direktur di IFPRI menyatakan bahwa replikasi program tersebut tidak sesedehana itu. Setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda baik dalam kondisi agroekologis maupun pada tingkat pengembangan kelembagaannya. Perihal kesenjangan hasil  sebaiknya juga jangan mengabaikan hal lain yang penting yaitu apakah ada permintaan ekstra untuk komoditas dan faktor lain seperti infrastruktur yang menghubungkan petani kecil ke pasar.

Leah Samberg, seorang peneliti yang mempelajari pertanian skala kecil di Universitas Minnesota di Amerika Serikat, menyatakan bahwa pendekatan dari peneliti China tersebut tidak jauh berbeda dengan program "penyuluhan pertanian"  yang membantu petani menerapkan temuan ilmiah melalui pendidikan. Pendekatan program para peneliti China jika dirancang dengan baik dan partisipatif, dengan skala waktu yang lama dengan keragaman faktor merupakan kekuatan utama, namun peningkatan hasil yang dilaporkan akan meningkat dalam waktu singkat dan mungkin tidak begitu tinggi. Samberg setuju dengan Torero bahwa fokus sempit pada kesenjangan hasil untuk tanaman tertentu mungkin kontra produktif karena diversifikasi akan membuat petani lebih tahan terhadap guncangan. Jika petani terlalu banyak menginvestasikan sumber daya untuk meningkatkan hasil panen pada satu komoditas, mereka berada dalam masalah besar jika panen komoditas itu mengalami kegagalan.


Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates