Permasalahan Afrika hanya dapat
diselesaikan dengan dukungan riset sosial dengan relevansi lokal, kata David
Bennett. SciDev.Net dan sumber media lain serta para komentator memberikan
cakupan yang sangat baik terhadap berbagai isu pembangunan - tetapi yang
menarik adalah bagaimana mereka hanya memberikan sedikit perhatian kepada
ilmu-ilmu sosial. Sebuah editorial baru-baru ini, misalnya, mengangkat
pentingnya ilmu alam saat menyusun argumen untuk memfokuskan bantuan pada
pendanaan ilmu pengetahuan berdasarkan Pembiayaan PBB untuk konferensi
Pembangunan di Ethiopia. Tahun lalu
SciDev.Net, dalam kemitraannya dengan UNESCO) menerbitkan sebuah buku tentang 11
sejarah suksesnya ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi di Afrika. Namun
ilmu-ilmu sosial dan politik memiliki kelebihan untuk memberikan wawasan
mendalam untuk memajukan pembangunan. Dan pada kenyataannya, pembagian antara
ilmu-ilmu alam dan ilmu sosial hanya muncul pada pertengahan abad ke-19.
Terbatasnya
relevansi
Pengabaian ilmu-ilmu sosial
adalah bagian dari tantangan yang lebih besar: yang menghasilkan riset yang
membahas prioritas pembangunan seperti keamanan pangan, kesehatan dan energi, dibanding
memenuhi tujuan akademis seperti presentasi makalah dalam konferensi dan publikasi
di jurnal peer-review.
Sejarah Afrika dan masyarakatnya, seperti halnya daerah non-Barat lainnya, berbeda secara radikal dari orang-orang dari Barat dan begitu pula dengan ilmu-ilmu sosial. Thabo Mbeki, mantan presiden Afrika Selatan, mengkritik sistem pendidikan di Afrika yaitu terbatasnya relevansi terhadap tantangan sosial ekonomi benua Afrika. Hal ini telah berakar dalam sejarah pendidikan Afrika. Ada 620 Universitas Afrika saat ini, namun sampai tahun 1970-an, banyak universitas yang ekstensi dari universitas di Inggris dan Perancis. Kurikulum dan riset mereka didominasi oleh paradigma, konsep dan teori negara Barat.
Sejarah Afrika dan masyarakatnya, seperti halnya daerah non-Barat lainnya, berbeda secara radikal dari orang-orang dari Barat dan begitu pula dengan ilmu-ilmu sosial. Thabo Mbeki, mantan presiden Afrika Selatan, mengkritik sistem pendidikan di Afrika yaitu terbatasnya relevansi terhadap tantangan sosial ekonomi benua Afrika. Hal ini telah berakar dalam sejarah pendidikan Afrika. Ada 620 Universitas Afrika saat ini, namun sampai tahun 1970-an, banyak universitas yang ekstensi dari universitas di Inggris dan Perancis. Kurikulum dan riset mereka didominasi oleh paradigma, konsep dan teori negara Barat.
Seperti dikatakan Mbeki,
dominasi ini masih terus berlanjut dalam ilmu sosial. Marxis, studi neoliberal
dan jender berasal dari pemikiran Barat dan riset menang atas pemikiran dan
riset lokal. Sehingga ilmuwan sosial umumnya menghindari topik yang dianggap
ketinggalan zaman, politik yang tidak benar atau terlalu sensitif dalam konteks
lokal. Topik tersebut termasuk populasi besar pedesaan, kemiskinan relatif
luas, pertumbuhan penduduk muda yang besar dan pemerintahan yang melibatkan
kekerasan ekstrimis, tribalisme dan korupsi, tetapi masih banyak topik lain. Hasilnya
adalah bahwa ilmu-ilmu sosial Afrika masih dipertanyakan relevansinya dengan
kondisi setempat. Dan ini adalah bagian dari masalah yang lebih luas dalam
sistem pendidikan tinggi. Seperti pernyataan Mbeki, hubungan antara universitas
dan pemimpin politik telah "melemahkan dan menghancurkan dalam banyak
hal" sejak zaman kolonial, sebagian karena universitas dianggap menjadi
bagian dari oposisi politik. Hal ini telah menyebabkan universitas Afrika
menjadi "miskin", "lemah" dan "terpinggirkan". Hal
ini berarti mereka kekurangan dana, yang dianggap sebagai pengurasan keuangan
publik daripada sebagai kontributor potensi untuk ekonomi negara, dan hasil
riset serta rekomendasinya sering diabaikan, ditolak atau bahkan bertentangan. Jadi
ketika mereka mampu dalam finansial, banyak siswa berprestasi pergi ke luar
negeri untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana mereka, tetapi mereka tidak
lagi antusias untuk kembali ke negaranya guna menyumbangkan pengetahuan mereka.
Sebaliknya, banyak juga yang bergabung dengan diaspora yang terus tumbuh. Jika
mereka kembali, mereka sering menghadapi fasilitas yang kurang sumber daya dan hanya
sedikit peluang untuk berpartisipasi dalam pekerjaan masyarakat internasiona
akademis mereka, atau untuk memajukan karir mereka.
Memutus
Pembangunan
Defisit sumber daya ini menyebabkan
putusnya antara riset ilmu sosial dan pembangunan Afrika, yang harus diperbaiki
jika risetnya memiliki relevansi lokal, diterima dan didukung oleh para
pemimpin politik, dan untuk itu memainkan peranan penuh dalam menginformasikan
pembangunan. Menurut David Bennet, Ilmu
alam memiliki kesempatan yang jauh lebih baik untuk berhasil memecahkan masalah
Afrika jika mereka digabungkan dengan pemahaman tentang faktor-faktor sosial
dan hubungannya, berdasarkan agenda lokal yang tepat. Alasannya sudah jelas. Sejarah
Afrika dan masyarakatnya, seperti di wilayah non-Barat lainnya, berbeda secara
radikal dari masyarakat Barat dan begitu pula ilmu-ilmu sosial, yang prihatin
dengan masyarakat dan hubungan antar individu dalam masyarakat.
Ada organisasi yang bekerja mengarap
pada tujuan ini. The Council for the Development of Social Science
Research in Africa (CODESRIA), merupakan sebuah
organisasi independen yang didirikan pada tahun 1973, bertujuan untuk
mempromosikan komunitas ilmu sosial di benua itu. CODESRIA pernah berperan
sebagai penyelenggara World Social Science Forum 2015 di Afrika Selatan, dengan judul pertemuan Transformasi hubungan
global untuk dunia, namun difokuskan pada upaya mengatasi kesenjangan global,
suatu tema yang sejalan dengan dominasi paradigma Barat - bukan kebutuhan
pembangunan Afrika. Mike van Graan, direktur
eksekutif Institut Seni Afrika, mengatakan fokus dari forum ini adalah:
"Kami berusaha untuk memahami dimensi budaya dari pembangunan. Bagaimana
Anda mengejar pembangunan dan bagaimana Anda memahami pembangunan, baik dirinya
sebagai konstruk budaya, tetapi juga dalam konteks masyarakat di mana budaya
adalah berperan penting? " Inilah pertanyaan yang perlu menjawab. Tetapi hal
itu dalam kaitannya dengan memecahkan ketimpangan pembangunan, bukan untuk
mengatasi banyak komponen pembangunan. Rencana startegis CODESRIA ini strategis
untuk 2012-16 menunjukkan masalah penting yaitu kurangnya alih pengetahuan dari
negara maju ke negara berkembang. Hal itu terlihat seperti halnya perekonomian Brazil
dan China sebagai contoh untuk pembangunan. Cina adalah, tentu saja merupakan
mitra investasi besar. Oleh karena itu bantuan harus ditargetkan pada kedua
ilmu alam dan sosial. Ilmu alam memiliki kesempatan yang jauh lebih baik untuk
berhasil memecahkan masalah Afrika jika mereka digabungkan dengan pemahaman
tentang faktor-faktor sosial dan keterkaitannya dengan berdasarkan agenda lokal
yang sesuai.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar