Ekonomi di kawasan
Asia-Pasifik tidak dapat mempertahankan pertumbuhan yang dinamis saat ini, kecuali
perihal air ikut dipertimbangkan, karena kawasan ini sedang menghadapi
"krisis" dalam mengamankan dan mengelola sumber daya utama tersebut. Sebuah
laporan yang komprehensif tentang pembangunan air di Asia-Pasifik baru saja
dirilis oleh Asian Development Bank (ADB) yang menyatakan bahwa saat ini ada
kondisi "global hot spot untuk ketidakamanan air". Sekitar 3,4 miliar
orang tinggal di daerah yang mengalami kelangkaan air di Asia pada tahun 2050,
kata laporan tersebut, yang dikutip datanya dari studi yang dilakukan oleh
Institute yang berbasis di Austria (IIASA = Austria-based
International Institute for Applied Systems Analysis). Beberapa negara
di wilayah ini - Afghanistan, Cina, India, Pakistan dan Singapura -
diproyeksikan memiliki ketersediaan air per kapita terendah pada tahun 2050. Meningkatnya
permintaan dari penggunaaan air, kata presiden ADB Takehiko Nakao, sumber daya air
yang terbatas akan mengalami situasi yang lebih berbahaya.
Saya percaya tantangan paling menakutkan
adalah untuk melipatgandakan produksi pangan tahun 2050 guna memenuhi kebutuhan
pangan bagi populasi yang semakin berkembang dan makmur, sementara itu juga diperlukan
penyediaan air untuk pengguna domestik yang lebih banyak dan untuk memenuhi kebutuhan
industri dan energi," kata Nakao dalam mengawali laporan ADB. Dampak dari
perubahan iklim, meningkatnya variabilitas iklim dan bencana yang berhubungan
dengan air akan berujung pada cakrawala yang lebih menantang daripada yang kita
alami di masa lalu.