Social Icons

Pages

Jumat, 07 Agustus 2015

Menghindarkan Kompetisi Lahan untuk Tanaman Pangan dan Bioenergi (Bag. 2)



Apa Implikasi dari luasnya target bioenergi?
Dorongan untuk bioenergi adalah memperluas kapasitas biofuel transportasi dengan hasil panen tanaman keras dan sumber biomassa lainnya untuk listrik dan energi panas. Beberapa organisasi menganjurkan untuk memenuhi target 20% bioenergi dari total permintaan energi dunia pada tahun 2050, yang diprediksi membutuhkan sekitar 225 exajoules energi biomassa per tahun. Jumlah itu, kira-kira setara dengan jumlah total biomassa yang dipanen penduduk saat ini, meliputi seluruh tanaman, sisa tanaman, dan tanaman keras yang ditebang penduduk untuk pangan, kayu, dan kegunaan lain, ditambah semua rumput yang dikonsumsi oleh ternak di seluruh dunia. Dunia masih akan  membutuhkan pangan untuk penduduknya, pakan untuk ternak, residu untuk memperbaiki kesuburan tanah, pulp kayu untuk kertas, dan kayu untuk konstruksi dan keperluan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan pada level saat ini dan pada saat yang sama harus memenuhi target bioenergi 20% pada tahun 2050, maka penduduk dunia membutuhkan sekitar dua kali lipat dari jumlah panen bahan tanaman tahunan dunia  dalam segala bentuknya. Meskipun asumsi peningkatan besar tidak efisiensi, skala produksi bioenergi menunjukkan tidak realistis dan tidak berkelanjutan.

Mengapa energi yang sedikit membutuhkan sejumlah besar biomas?
Meskipun fotosintesis merupakan cara efektif untuk memproduksi pangan, produk kayu, dan menyimpan karbon pada vegetasi, namun cara ini tidak efisien untuk mengkonversi energi sinar matahari menjadi bentuk energi non-pangan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Budidaya tanaman tebu pada lahan sangat subur di Brazil, hanya mengkonversi sekitar 0,5% dari radiasi matahari yang masuk ke dalam gula, dan hanya sekitar 0,2% menjadi etanol. Untuk tanaman jagung di Iowa, USA, tingkat konversi energi sekitar 0,3% menjadi biomassa dan 0,15% menjadi etanol. Bahkan dengan asumsi yang optimis mengestimasi hasil masa depan dan efisiensi konversi, tanaman rumput yang tumbuh cepat di lahan pertanian produktif USA hanya mengkonversi sekitar 0,7% sinar matahari menjadi biomas dan sekitar 0,35% menjadi etanol. Karena rendahnya efisiensi konversi tersebut dapat menjelaskan mengapa dibutuhkan sejumlah besar lahan produktif untuk menghasilkan sejumlah kecil bioenergi dan mengapa bioenergi meningkatkan persaingan penggunaan lahan pertanian dunia.

Bagaimana bioenergi dibandingkan dengan alternatif penggunaan lahan untuk memproduksi energi?
Seperti bioenergi, tenaga surya fotovoltaik (PV = Photovoltaics) mengkonversi sinar matahari langsung menjadi energi yang bisa dimanfaatkan oleh manusia,  karena konversi PV sangat efisiensi maka penggunaan lahannya juga jauh lebih efisien. Pada sebagian besar daratan dunia, sistem PV saat ini dapat menghasilkan 100 kali energi per hektar dibandingkan produksi bioenergi. Selain itu, karena motor listrik bisa 2-3 kali lebih efisien daripada mesin pembakaran internal, PV dapat menghasilkan 200-300 kali lebih banyak energi bisa digunakan untuk transportasi kendaraan dari bioenergi per hektar. PV juga dapat memanfaatkan daerah yang tidak banyak vegetasi, seperti gurun, lahan kering, dan atap rumah/gedung. Secara keseluruhan, PV dapat berkontribusi untuk keamanan energi dan iklim karena kecilnya kompetisi penggunaan lahan produktif di dunia. Penggunaan bioenergi pada tingkat tertentu secara global akan mendorong peningkatan biaya pangan, kayu, dan lahan, sedangkan biaya energi surya cenderung menjadi lebih murah dari waktu ke waktu. Meskipun tenaga surya mungkin menghadapi keterbatasan penyimpanan, teknologi penyimpanan yang menjanjikan sudah tersedia, dan energi surya dapat berlipat ganda untuk memenuhi lebih dari 20% permintaan energi global sebelum munculnya kendala penyimpanan energi yang serius.

Apakah bioenergi tetap baik untuk iklim?
Pembakaran biomas, baik secara langsung seperti kayu atau dalam bentuk etanol atau biodiesel, akan memancarkan karbon dioksida, seperti halnya pembakaran bahan bakar fosil. Bahkan, pembakaran biomas memancarkan karbon dioksida lebih sedikit daripada bahan bakar fosil untuk jumlah yang sama dari energi yang dihasilkan. Tetapi banyak yang mengklaim bahwa bioenergi relatif mengurangi emisi gas rumah kaca dibanding pembakaran bahan bakar fosil,  tidak termasuk karbon dioksida yang dilepaskan ketika biomas dibakar. Hal tersebut belum termasuk didasarkan pada teori bahwa pelepasan karbon dioksida disesuaikan dan secara implisit dikurangi oleh karbon dioksida yang diserap tanaman sebagai bahan baku biomas pakan ternak. Namun jika tanaman dibudidayakan seperti umumnya, hanya mengkonversi menjadi bioenergi tanpa menghilangkan karbon tambahan dari atmosfer sehingga tidak mengurangi emisi dari pembakaran biomas. Seandainya dunia tanpa biofuel, maka petani yang menanam jagung untuk pangan dan pakan akan menyerap karbon dioksida, sedangkan mobil yang menggunakan bensin akan memancarkan karbon dioksida. Ketika etanol yang dihasilkan dari tanaman sebagai biofuel untuk menjalankan mobil, maka tanaman jagung tersebut tidak menyerap tambahan karbon dan mobil masih memancarkan karobon dioksida dengan jumlah yang sama. Tanaman jagung dengan sendirinya tidak mengurangi emisi gas rumah kaca karena penyerapan karbon dioksida akan terjadi pula. Pada akhirnya, tanaman dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sejauh bioenergi mengarah ke pertumbuhan tanaman lebih banyak dibanding yang umumnya terjadi, baik langsung atau tidak langsung. Hal ini terjadi hanya sampai batas tertentu dan tidak dapat terjadi pada skala tertentu karena lahan produktif dan potensial di dunia digunakan untuk meningkatkan hasil tanaman, rumput, dan kayu yang diperlukan untuk memenuhi meningkatnya permintaan. 



Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates