Apa
Implikasi dari luasnya target bioenergi?
Dorongan untuk
bioenergi adalah memperluas kapasitas biofuel transportasi dengan hasil panen
tanaman keras dan sumber biomassa lainnya untuk listrik dan energi panas. Beberapa
organisasi menganjurkan untuk memenuhi target 20% bioenergi dari total
permintaan energi dunia pada tahun 2050, yang diprediksi membutuhkan sekitar
225 exajoules energi biomassa per tahun. Jumlah itu, kira-kira setara dengan
jumlah total biomassa yang dipanen penduduk saat ini, meliputi seluruh tanaman,
sisa tanaman, dan tanaman keras yang ditebang penduduk untuk pangan, kayu, dan
kegunaan lain, ditambah semua rumput yang dikonsumsi oleh ternak di seluruh
dunia. Dunia masih akan membutuhkan pangan
untuk penduduknya, pakan untuk ternak, residu untuk memperbaiki kesuburan
tanah, pulp kayu untuk kertas, dan kayu untuk konstruksi dan keperluan lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan pada level saat ini dan pada saat yang sama harus memenuhi
target bioenergi 20% pada tahun 2050, maka penduduk dunia membutuhkan sekitar dua
kali lipat dari jumlah panen bahan tanaman tahunan dunia dalam segala bentuknya. Meskipun asumsi
peningkatan besar tidak efisiensi, skala produksi bioenergi menunjukkan tidak
realistis dan tidak berkelanjutan.
Mengapa energi yang sedikit membutuhkan sejumlah besar
biomas?
Meskipun fotosintesis
merupakan cara efektif untuk memproduksi pangan, produk kayu, dan menyimpan karbon
pada vegetasi, namun cara ini tidak efisien untuk mengkonversi energi sinar
matahari menjadi bentuk energi non-pangan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia.
Budidaya tanaman tebu pada lahan sangat subur di Brazil, hanya mengkonversi sekitar
0,5% dari radiasi matahari yang masuk ke dalam gula, dan hanya sekitar 0,2%
menjadi etanol. Untuk tanaman jagung di Iowa, USA, tingkat konversi energi
sekitar 0,3% menjadi biomassa dan 0,15% menjadi etanol. Bahkan dengan asumsi
yang optimis mengestimasi hasil masa depan dan efisiensi konversi, tanaman
rumput yang tumbuh cepat di lahan pertanian produktif USA hanya mengkonversi
sekitar 0,7% sinar matahari menjadi biomas dan sekitar 0,35% menjadi etanol. Karena
rendahnya efisiensi konversi tersebut dapat menjelaskan mengapa dibutuhkan
sejumlah besar lahan produktif untuk menghasilkan sejumlah kecil bioenergi dan
mengapa bioenergi meningkatkan persaingan penggunaan lahan pertanian dunia.
Bagaimana
bioenergi dibandingkan dengan alternatif penggunaan lahan untuk memproduksi
energi?
Seperti bioenergi, tenaga surya fotovoltaik (PV = Photovoltaics) mengkonversi
sinar matahari langsung menjadi energi yang bisa dimanfaatkan oleh manusia, karena konversi PV sangat efisiensi maka penggunaan
lahannya juga jauh lebih efisien. Pada sebagian besar daratan dunia, sistem PV saat
ini dapat menghasilkan 100 kali energi per hektar dibandingkan produksi bioenergi.
Selain itu, karena motor listrik bisa 2-3 kali lebih efisien daripada mesin
pembakaran internal, PV dapat menghasilkan 200-300 kali lebih banyak energi
bisa digunakan untuk transportasi kendaraan dari bioenergi per hektar. PV juga
dapat memanfaatkan daerah yang tidak banyak vegetasi, seperti gurun, lahan
kering, dan atap rumah/gedung. Secara keseluruhan, PV dapat berkontribusi untuk
keamanan energi dan iklim karena kecilnya kompetisi penggunaan lahan produktif
di dunia. Penggunaan bioenergi pada tingkat tertentu secara global akan
mendorong peningkatan biaya pangan, kayu, dan lahan, sedangkan biaya energi
surya cenderung menjadi lebih murah dari waktu ke waktu. Meskipun tenaga surya
mungkin menghadapi keterbatasan penyimpanan, teknologi penyimpanan yang menjanjikan
sudah tersedia, dan energi surya dapat berlipat ganda untuk memenuhi lebih dari
20% permintaan energi global sebelum munculnya kendala penyimpanan energi yang
serius.
Apakah
bioenergi tetap baik untuk iklim?
Pembakaran biomas,
baik secara langsung seperti kayu atau dalam bentuk etanol atau biodiesel, akan
memancarkan karbon dioksida, seperti halnya pembakaran bahan bakar fosil.
Bahkan, pembakaran biomas memancarkan karbon dioksida lebih sedikit daripada
bahan bakar fosil untuk jumlah yang sama dari energi yang dihasilkan. Tetapi banyak
yang mengklaim bahwa bioenergi relatif mengurangi emisi gas rumah kaca
dibanding pembakaran bahan bakar fosil, tidak termasuk karbon dioksida yang dilepaskan
ketika biomas dibakar. Hal tersebut belum termasuk didasarkan pada teori bahwa pelepasan
karbon dioksida disesuaikan dan secara implisit dikurangi oleh karbon dioksida yang
diserap tanaman sebagai bahan baku biomas pakan ternak. Namun jika tanaman dibudidayakan
seperti umumnya, hanya mengkonversi menjadi bioenergi tanpa menghilangkan
karbon tambahan dari atmosfer sehingga tidak mengurangi emisi dari pembakaran
biomas. Seandainya dunia tanpa biofuel, maka petani yang menanam jagung untuk
pangan dan pakan akan menyerap karbon dioksida, sedangkan mobil yang
menggunakan bensin akan memancarkan karbon dioksida. Ketika etanol yang
dihasilkan dari tanaman sebagai biofuel untuk menjalankan mobil, maka tanaman jagung
tersebut tidak menyerap tambahan karbon dan mobil masih memancarkan karobon
dioksida dengan jumlah yang sama. Tanaman jagung dengan sendirinya tidak
mengurangi emisi gas rumah kaca karena penyerapan karbon dioksida akan terjadi
pula. Pada akhirnya, tanaman dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sejauh
bioenergi mengarah ke pertumbuhan tanaman lebih banyak dibanding yang umumnya terjadi,
baik langsung atau tidak langsung. Hal ini terjadi hanya sampai batas tertentu
dan tidak dapat terjadi pada skala tertentu karena lahan produktif dan
potensial di dunia digunakan untuk meningkatkan hasil tanaman, rumput, dan kayu
yang diperlukan untuk memenuhi meningkatnya permintaan.
Sumber:
Tim
Searchinger and Ralph Heimlich (2015) http://www.wri.org/publication/avoiding-bioenergy-competition-food-crops-and-land
Tidak ada komentar:
Posting Komentar