Bagaimana
dunia dapat menyediakan pangan bagi penduduk 9 milyar orang pada tahun 2050
secara memadai dengan cara memajukan pembangunan ekonomi dan mengurangi
kerusakan lingkungan?. Hl ini merupakan salah satu pertanyaan penting dalam menghadapi
dunia selama empat dekade akan datang. Untuk menjawab hal itu diperlukan "tindakan penyeimbangan besar" dari tiga kebutuhan mendasar yang masing-masing
harus dapat dipenuhi secara bersamaan. Pertama, dunia perlu menutup kesenjangan antara pangan yang tersedia
saat ini dan pangan yang dibutuhkan pada tahun 2050. Kesenjangan ini merupakan
bagian dari fungsi peningkatan populasi dan kesejahteraan. Divisi Populasi PBB
(UNPD) memproyeksikan bahwa populasi global kemungkinan besar akan tumbuh dari
7 miliar pada tahun 2012 menjadi sekitar 9,3 milyar pada tahun 2050. Setidaknya
ada 3 miliar orang di dunia yang cenderung memasuki kelas menengah pada tahun
2030 dan mereka hampir pasti akan
menuntut lebih banyak ketersediaan pangan seperti daging dan minyak sayuran. Pada saat yang sama, ada sekitar 870 juta
orang miskin di dunia yang tetap kekurangan gizi bahkan telah terjada pada saat
ini. Jika produksi pangan tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, maka
penduduk dunia yang kaya akan berkompetisi dengan penduduk miskin untuk
memperoleh pangan, sehingga akan terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin dan
kelaparan. Jika tidak sukses dalam menahan pertumbuhan permintaan pangan oleh pendudk
dunia yang lebih makmur, maka diperlukan jumlah kalori tambahan sebesar 60%
dari jumlah kalori pada tahun 2006 jika penduduk dunia harus disediakan pangan
yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kedua, dunia
membutuhkan sektor pertanian berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi dan sosial
yang inklusif. Meskipun pertanian langsung menyumbang sekitar 3 persen dari
produk domestik bruto (PDB) dunia, tetapi sektor ini mempekerjakan lebih dari 2
miliar orang di seluruh dunia, setidaknya sebagai pekerja paruh waktu. Banyak penduduk
termiskin di dunia adalah petani atau buruh tani. Pertumbuhan sektor pertanian
dapat mengurangi kemiskinan lebih efektif daripada pertumbuhan
sektor ekonomi lainnya, sebagian dengan menyediakan lapangan kerja dan sebagian lagi dengan menurunkan biaya produksi pangan. Pertumbuhan pertanian juga dapat memberikan manfaat bagi perempuan, yang menyumbang 41% tenaga kerja pertanian di seluruh dunia dan mayoritas pekerja pertanian di Asia Selatan dan Sub Sahara Afrika. Karena meningkatkan pendapatan perempuan tidak proporsional untuk mengurangi kelaparan, maka meningkatkan kesempatan bagi perempuan di bidang pertanian dapat memiliki dampak positif yang signifikan.
sektor ekonomi lainnya, sebagian dengan menyediakan lapangan kerja dan sebagian lagi dengan menurunkan biaya produksi pangan. Pertumbuhan pertanian juga dapat memberikan manfaat bagi perempuan, yang menyumbang 41% tenaga kerja pertanian di seluruh dunia dan mayoritas pekerja pertanian di Asia Selatan dan Sub Sahara Afrika. Karena meningkatkan pendapatan perempuan tidak proporsional untuk mengurangi kelaparan, maka meningkatkan kesempatan bagi perempuan di bidang pertanian dapat memiliki dampak positif yang signifikan.
Ketiga, dunia
perlu mengurangi dampak pertanian terhadap lingkungan dan sumber daya alam.
Tiga dampak lingkungan yang sangat penting meliputi a) Ekosistem. Sejak penemuan
pertanian 8.000-10.000 tahun yang lalu, budidaya tanaman dan memelihara ternak telah
menjadi penyebab utama hilangnya dan degradasi ekosistem. Hari ini, 37% dari
daratan planet bumi diluar Antartika digunakan untuk budidaya tanaman untuk
memproduksi pangan (12% sebagai lahan pertanian dan 25% sebagai lahan
penggembalaan ternak). Jika gurun, pegunungan es permanen, dan sumber air pedalaman
tidak dihitung, maka lahan daratan yang digunakan untuk budidaya tanaman
produksi pangan mencapai 50%. Namun pertanian terus berkembang dan menjadi
pendorong dominan pembalakan hutan tropis, konversi lahan gambut yang kaya
karbon, dan dampak pada biodiversity; b) Iklim. Pertanian menyumbang sekitar 24%
emisi gas rumah kaca global tahun 2010. Angka ini termasuk 13% dari produksi pertanian,
yaitu gas metan dari ternak, nitrous
oksida dari penggunaan pupuk, dan karbon dioksida dari traktor dan produksi pupuk. Perubahan penggunaan lahan yang disebabkan sektor pertanian memberikan kontribusi sekitar 11%; c) Air. Pertanian menggunakan 70% dari semua air tawar yang diambil dari sungai, danau, dan akuifer. Sekitar 80-90% dari air tersebut yang sebenarnya dikonsumsi dan tidak dikembalikan. Hara yang terbawa air irigasi dari lahan sawah dapat menciptakan "zona mati" dan mendegradasikan perairan perairan di dunia. Kegagalan untuk mengatasi dampak lingkungan ini akan di mengubah menghambat produksi pangan dalam beberapa dekade mendatang. Berbagai metode memperkirakan bahwa degradasi lahan mempengaruhi sekitar 20% wilayah budidaya tanaman di dunia, meskipun perkiraan ini sulit untuk menetapkann dan mengukurnya. Hilangnya hutan dapat menyebabkan kekeringan dan pemanasan regional, yang dapat meningkatkan tekanan pada sektor pertanian. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa suhu yang lebih tinggi, gelombang panas yang meluas, banjir, dan pergeseran pola curah hujan terkait dengan perubahan iklim dan akan menimbulkan konsekuensi yang cukup merugikan terhadap hasil panen global. Demikian juga, naiknya permukaan laut akan menurunkan produktivitas lahan pertanian dan kelayakan daerah lahan pertanian di daerah pesisir. Banyak wilayah budidaya tanaman yang telah berjuang menghadapi kelangkaan air sehingga menyebabkan penurunan produksi tanaman. Bencana kekeringan tahun 2011 dan 2012 di beberapa wilayah negara Australia, Afrika Timur, Rusia, dan Amerika Serikat merupakan contoh kasus ini. Kelangkaan air cenderung meningkat karena meningkatnya kebutuhan air dan perubahan iklim.
oksida dari penggunaan pupuk, dan karbon dioksida dari traktor dan produksi pupuk. Perubahan penggunaan lahan yang disebabkan sektor pertanian memberikan kontribusi sekitar 11%; c) Air. Pertanian menggunakan 70% dari semua air tawar yang diambil dari sungai, danau, dan akuifer. Sekitar 80-90% dari air tersebut yang sebenarnya dikonsumsi dan tidak dikembalikan. Hara yang terbawa air irigasi dari lahan sawah dapat menciptakan "zona mati" dan mendegradasikan perairan perairan di dunia. Kegagalan untuk mengatasi dampak lingkungan ini akan di mengubah menghambat produksi pangan dalam beberapa dekade mendatang. Berbagai metode memperkirakan bahwa degradasi lahan mempengaruhi sekitar 20% wilayah budidaya tanaman di dunia, meskipun perkiraan ini sulit untuk menetapkann dan mengukurnya. Hilangnya hutan dapat menyebabkan kekeringan dan pemanasan regional, yang dapat meningkatkan tekanan pada sektor pertanian. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa suhu yang lebih tinggi, gelombang panas yang meluas, banjir, dan pergeseran pola curah hujan terkait dengan perubahan iklim dan akan menimbulkan konsekuensi yang cukup merugikan terhadap hasil panen global. Demikian juga, naiknya permukaan laut akan menurunkan produktivitas lahan pertanian dan kelayakan daerah lahan pertanian di daerah pesisir. Banyak wilayah budidaya tanaman yang telah berjuang menghadapi kelangkaan air sehingga menyebabkan penurunan produksi tanaman. Bencana kekeringan tahun 2011 dan 2012 di beberapa wilayah negara Australia, Afrika Timur, Rusia, dan Amerika Serikat merupakan contoh kasus ini. Kelangkaan air cenderung meningkat karena meningkatnya kebutuhan air dan perubahan iklim.
Lingkup Tantangan
Akankah dunia
benar-benar membutuhkan lebih banyak pangan?. Mengingat, saat ini terjadi distribusi pangan yang
tidak merata di planet bumi, maka banyak orang berfikir bahwa mendistribusikan pangan
secara merata ke seluruh penduduk dunia dapat memecahkan tantangan penyediaan
pangan. Namun, jika semua kalori makanan yang tersedia dapat merata di seluruh di
dunia bagi seluruh populasi pada tahun
2050 dan tidak ada kalori makanan yang hilang antara lahan pertanian sampai
piring di meja makan, maka jumlah kalori yang tersedia masih dibawah kebutuhan
kalori rata-rata harian yang diproyeksikan FAO, yaitu sebesar 2300 Kkal per
orang per hari, maka masih kurang 200 Kkal per orang per hari. Jika tingkat
kehilangan pangan dan limbah makanan saat ini tetap berlanjut sampai tahun
2050, maka kesenjangan kalori akan meningkat menjadi 900 Kkal per orang per
hari. Singkatnya, ketersediaan pangan global saat ini tidak mencukupi untuk
memberi pangan bagi populasi penduduk dunia pada tahun 2050.
Sumber:
Searchinger, T. et
al. 2013. “The Great Balancing Act.” Working Paper, Installment 1 of Creating
a Sustainable Food Future. Washington, DC: World Resources Institute.
http://www.worldresourcesreport.org.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar