Social Icons

Pages

Senin, 16 Februari 2015

Bagaimana Pertanian Organik Menyediakan Pangan Penduduk Dunia?



Manfaat pertanian organik bagi kesehatan manusia sudah diakui dunia. Produk tanaman organik mengandung sejumlah antioksidan tertentu (vitamin C, polifenol dan flavonoid) dan mineral, serta memiliki kandungan bahan kering yang lebih tinggi dibanding produk tanaman dari pertanian konvensional. Selain itu, kandungan residu pestisida, nitrat dan kontaminasi logam berat yang lebih rendah dibandingkan dengan yang konvensional (Györéné, Vargaand Lugasi in 2006). Tetapi dalam menghadapi harga pangan terus meningkat dan populasi penduduk dunia mencapai 9 milyar orang pada tahun 2050, sering timbul pertanyaan apakah pertanian organik dapat membantu ketahanan pangan dunia?. Bagaimana menyediakan pangan dunia merupakan isu besar yang tidak hanya menyangkut masalah bagaimana pangan diproduksi, pangan apa yang diproduksi, dimana dan siapa yang memproduksi, serta siapa yang memiliki akses ke lahan pertanian, teknologi dan pengetahuan untuk memproduksinya, bagaimana pangan diperdagangkan, serta siapa yang mampu membeli pangan (UNEP-UNCTAD, 2008)?. Dalam konteks ini, bukan untuk mengatasi semua permasalahan tersebut, tetapi ingin lebih memahami adanya perubahan besar yaitu 1) bagaimana kita memproduksi dan mengkonsumsi pangan, 2) perlunya pengembangan usahatani subsisten dan pasar lokal di dunia bagian selatan, 3) perlunya aksi untuk menghilangkan limbah makanan, yang diperkirakan sebesar 1/3 dari semua pangan yang diproduksi dunia, dan 4)  adanya perubahan pola makan penduduk dunia bagian utara agar lebih sehat dan melesatarikan planet bumi usual’ (Niggli, U., 2011).

Saat ini, tersedia pangan yang memiliki nutrisi yang dibutuhkan oleh sebagian penduduk dunia, namun disisi lain ada sekitar 1 milyar orang yang kelaparan dan 1 milyar lainnya yang kekurangan gizi (kekurangan vitamin dan mineral) yang dibutuhkan untuk hidup sehat. Pada saat yang sama, terdapat lebih dari 1 milyar penduduk yang kelebihan berat badan, diantaranya 300 juta mengalami obesitas dan memiliki resiko menderita penyakit diababetes tipe-2 dan jantung. Hal ini jelas terjadi ketidakseimbangan distribusi pangan di dunia. Banyak orang tetap kelaparan karena tidak mampu membeli pangan atau mengusahakan sendiri karena tidak memiliki lahan pertanian. Hal ini terjadi karena kemiskinan dan juga penyebab lainnya seperti bencana alam, konflik antar negara/penduduk, budidaya pertanian buruk, infrastruktur buruk, dan ekploitasi lingkungan tidak terkendali. Penyebab lainnya adalah meningkatnya harga pangan dunia yang mendorong lebih banyak penduduk di dunia bagian selatan yang tergantung pada impor pangan dan menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk membeli pangan, mengalami kelaparan.

Pentingnya perubahan pola makan
Telah menjadi perhatian serius para ahli kesehatan internasional tentang pola makan penduduk di negara eropa dan USA yang berdampak pada buruknya kesehatan,  termasuk meningkatnya obesitas dan penyakit-penyakit kanker maupun jantung.  Oleh karena itu pembuat kebijakan di Inggris menyarankan perlunya perubahan pola makan pada masyarakat Eropa. Menyeimbangkan pola makan merupakan salah satu cara radikal yang diperlukan jika sektor pertanian akan kontinyu menurunkan emisi  gas rumah kaca setelah tahun 2030.  Saat ini diprediksi ada sekitar 35-40% produksi serealia dunia (padi, jagung dan gandum) untuk pakan ternak besar maupun kecil dan kemungkinan dapat mencapai 50% pada tahun 2050. Jika konsumsi daging penduduk dunia sesuai hasil prediksi para ahli pertanian internasional. Tanaman serealia untuk pakan ternak sangat tidak efisien penggunaan kalorinya dan menguras sumberdaya.  Kehilangan kalori akibat penggunaan tanaman serealia untuk pakan ternak dibanding langsung untuk bahan pangan manusia setara dengan kebutuhan kalori tahunan sekitar 3,5 milyar orang. Disisi lain, para ilmuwan telah mulai mengukur berapa banyak tambahan orang yang dapat diberi makan jika kita mengurangi konsumsi daging. Hasil studi menunjukkan bahwa jika kita mengurangi konsumsi daging di dunia bagian utara dan mempertahankan jumlah konsumsi di seluruh dunia pada tingkat  3,4 kg per orang per tahun, maka diperkirakan akan diperoleh tambahan 400 juta ton sereal per tahun untuk konsumsi manusia dan cukup untuk menutupi kebutuhan kalori tahunan bagi  tambahan 1,2 miliar orang pada tahun 2050. Jumlah ini merupakan hampir setengah dari pertumbuhan penduduk yang diperkirakan dari 7 miliar pada 2011 menjadi 9,3 milyar pada tahun 2050 (Nellemanndkk., 2009).

Meminimalkan limbah makanan

Disisi lain, sistem pangan kita saat ini menghasilkan banyak limbah makanan. Di Inggris, limbah pangan rumah tangga diperkirakan 6,7 juta ton per tahun. Sekitar 32% pangan yang dibeli tidak dimakan. Pada skala global diperkirakan 1/3 pangan yang diproduksi untuk konsumsi manusia terbuang atau sekitar 1,3 milyar ton per tahun (Gustavssondkk., 2011). Lebih banyak lagi yang terbuang yaitu sekitar 280-300 kg per tahun di Eropa dan Amerika Utara, dibandingkan sekitar 125-165 kg per tahun di negara-negara sedang berkembang seperti Sub Sahara Afrika dan Asia Selatan/Tenggara. Di dunia bagaian Utara, limbah makanan terjadi pada tahap konsumsi karena kurang baiknya koordinasi para pelaku rantai makanan, kurang sesuai dengan standar kualitas, tidak laku di pasar dll. Sedangkan di dunia bagian Selatan, limbah pangan terjadi karena keterbatasan (finansial, manajerial, dan teknis) dalam proses panen, penyimpanan, infrastruktur, pengemasan dan sistem pemasaran.  Kesimpulannya, pertanian organik mungkin dapat membantu menyediakan pangan bagi penduduk dunia pada tahun 2050. Asalkan juga diikuti dengan adanya 1) sejumlah investasi besar untuk pengembangan metode pertanian organik dan pertanian konvensional lainnya bagi petani di belahan dunia bagian selatan guna meningkatkan produksi pangan dan membangun pasar dan 2) adanya perubahan pola makan penduduk di belahan dunia bagian utara dengan menurunkan konsumsi daging. Juga termasuk merubah sistem budidaya tanaman pangan, merubah pola makan, merubah cara pemmberian pakan ternak, dan meminimalkan makanan terbuang.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates