Social Icons

Pages

Sabtu, 28 Februari 2015

Keberlanjutan Produksi Pangan Masa Depan




Sistem pertanian dunia menghadapi tantangan yang besar, yaitu harus  memenuhi kebutuhan penduduk tahun 2050 yang akan mencapai 9,6 milyar,   memberikan peluang ekonomi bagi ratusan juta orang miskin di pedesaan yang bergantung pada pertanian, dan sekaligus mengurangi dampak lingkungan, termasuk degradasi ekosistem dan tingginya emisi gas rumah kaca (Searchinger et all, 2013). Disisi lain, ada konsesus tidak tertulis yang tersebar luas, bahwa petani harus menghasilkan lebih banyak pangan per unit lahan, air dan bahan kimia pertanian. Namun demikian, petani tidak dapat melakukan dengan cara yang sama seperti biasanya. Mereka harus memproduksi pangan dengan kondisi adanya gangguan dari dampak perubahan iklim, gejolak harga produk, pergeseran kebutuhan gizi, dan meningkatnya kelangkaan faktor fisik produksi pangan. Pertanian telah memberikan dampak besar terhadap kritisnya sumberdaya di dunia. Untuk itu, petani harus memproduksi pangan sambil memastikan terus memelihara berbagai faktor produksi yang disediakan oleh lingkungan. Jika tidak, kita akan mendegradasi sumberdaya alam yang tersedia dan menguras kemampuan untuk menghasilkan pangan yang cukup. Harapan ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi para ahli pertanian dunia dan keseluruhan hasil akhir sangat tergantung kepada respon jutaan petani skala kecil dan petani skala sedang. Orientasi produksi pangan saat ini sudah kadaluarsa dan tidak tanggap terhadap kebutuhan kita, khususnya lingkungan dan sumberdaya alam. Walaupun produksi pangan dalam kondisi kritis, hal ini bukan hanya sekedar menyediakan pangan. Kita perlu pendekatan baru yang mendesak, khususnya dalam hal kebijakan yang memperhatikan dampak lingkungan serta mempertimbangkan konsukensi sosial dari berkembangan sistem pangan kita (Giovannucci, et all, 2012).

Untuk pertama kali pada tingkat global, produksi pangan menghadapi berbagai kelangkaan faktor-faktor sumberdaya penting yaitu lahan, air, energi, dan input. Kita harus memanfaatkan tantangan ini untuk memacu inovasi kreatif. Beberapa peluang dan tantangan yang diantaranya relatif baru adalah sebagai berikut: a) Saat ini kita menghadapi besarnya limbah makanan yang terbuang percuma, sekitar 30-40 persen dari seluruh produksi pangan dan pada setiap tahap siklus makanan. Setiap tahun, sebagian makanan yang diproduksi di negara berkembang tidak sempat dipasarkan dan disisi lain konsumen negara-negara kaya membuang sisa makanan sebanyak jumlah makanan yang diproduksi negara Sub-Sahara Afrika.; 2) Dalam sejarah, jumlah penduduk yang kelebihan berat badan hampir sama jumlahnya dengan penduduk yang kekurangan gizi dan konsekuensi dari kebiasaan pola makan menimbulkan bencana bagi kesehatan manusia dan lingkungan yang sehat. Saat ini, kebijakan bidang pertanian fokus pada produksi dan perdagangan dan jauh dari isu utama yaitu tersedianya nutrisi yang lebih baik bagi penduduk.; 3) Meskipun semakin meningkat kepentingannya, saat ini ternak dan biofuel juga memberikan kontribusi terjadinya kirisis pangan karena tidak efisiennya penggunaan sumberdaya yang dimanfaatkan sebagai pakan.; 4) Tekanan terhadap harga pangan akan terus berlanjut, karena adanya dinamika gejolak pasar, kurangnya koordinasi tingkat global, multi efek dari pertumbuhan penduduk, pasar energi, perubahan iklim, degradasi lahan dan kelangkaan air.; 5) Konsentrasi pasokan menimbulkan resiko tinggi. Sekitar 50 ribu tanaman untuk pangan ada di dunia saat ini, tetapi lebih dari separo produksi pangan dunia hanya berasal dari tiga tanaman (padi, jagung dan gandum). 6) Tata kelola bergeser. Para aktor utama tidak menuju kearah yang sama. Diskusi pertanian semakin berorientasi pada pendekatan ekologi yang memperhatikan keterbatasan sumberdaya alam dan menuju ke hasil perbaikan sosial. Namun banyak pemerintah, lembaga internasional, multilateral dan bilateral hanya aktif berkerja pada awal konsep bidang pertanian, sebaliknya beberapa perusahaan makanan dan LSM yang mengambil alih tahap berikutnya.; 7) Pertanian merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap kesehatan lingkungan. Menggunakan sebagian besar yang tersedia du bumi ini air bersih dan sekitar 20 ribu s/d 50 ribu km2 lahan produktif mengalami kerusakan setiap tahunnya akibat erosi dan degradasi lahan. Disamping fungsi produksi, sektor pertanian perlu mengintegrasikan fungsi vital lainnya dari pengelolaan lingkungan yang merupakan sentral dari pembangunan.

Bagaimana solusi akan datang?.
Menutup kesenjangan pangan pada tahun 2050, menurut Searchinger (2013) ada tiga kategori solusi yaitu 1) mengurangi pertumbuhan konsumsi pangan yang berlebihan, 2) meningkatkan produksi pangan pada lahan yang ada, dan 3) jangan hanya sekedar memproduksi pangan tetapi memproduksi pangan yang menurunkan atau meminimalkan dampak lingkungan, khususnya emisi gas rumah kaca. Setiap solusi harus berkontribusi atau tidak merusak lima kriteria kunci keberlanjutan yaitu memajukan pembangunan pedesaan, memberi manfaat bagi perempuan pedesaan, melestarikan lingkungan, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan menghindari polusi dan penggunaan air tawar secara berlebihan.

Mengurangi konsumsi pangan berlebihan dapat dilakukan beberapa pilihan yaitu a) Menurunkan konsumsi kalori yang berlebihan guna mengurangi obesitas pada penduduk dunia yang mencapai 500 juta tahun 2008 (diperkirakan dapat menutup kesenjangan pangan tahun 2050 sebesar 6%); b) Mengurangi atau menghilangkan limbah makanan pada rumah tangga penduduk dunia dan kehilangan hasil pada waktu panen, prosesing dan penyimpanan (diperkirakan dapat menutup senjang pangan sampai 20% tahun 2050); c) Menjaga konsumsi daging, susu, dan telur agar tidak tumbuh pesat, karena untuk memproduksi ketiga jenis produk ternak tersebut diperlukan sumberdaya yang tinggi; dan d) Menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk dunia, khususnya di negara berkembang.

Untuk meningkatkan produksi pangan tanpa perluasan lahan dapat dilakukan beberapa pilihan yaitu a) Smart farming yaitu perbaikan manajemen usahatani termasuk penggunaan benih yang beradaptasi dengan kondisi lokal, lebih bijak menggunakan pupuk, memperhatikan unsur mikro, dan memperbaiki prediksi cuaca untuk menginformasikan jadwal tanam; b) Penggunaan rekayasa gentik untuk menghasilkan benih tanaman yang unggul, produktivitas tinggi dan toleran hama penyakit; c) Meminimalkan senjang hasil tanaman antara hasil di lahan petani dengan potensi hasil yang mungkin dapat dicapai; d) Meningkatkan indeks pertanaman; e) Meningkatkan hasil tanaman dengan perbaikan manajemen tanah dan air; f) Memperluas areal tanaman pada lahan non pertanian yang memiliki keanekaragaman hayati rendah dan menyimpan sedikit karbon, seperti halnya padang alang-alang bekas hutan di Indonesia dan Malaysia yang saat ini untuk kebun kelapa sawit; g) Intensifikasi produktivitas rumput; h) Hindari pergeseran lahan pertanian antar wilayah atau di dalam wilayah tersebut guna mencegah kehilangan tempat penyimpanan karbon dan rusaknya lingkungan akibat alih fungsi kawasan hutan; dan i) Meningkatkan produksi ikan dari budidaya ikan air tawar ataupun hasil tangkapan di laut.

Menurunkan gas rumah kaca dari produksi pertanian dapat dilakukan beberapa pilihan yaitu 1) strategi penangkapan dan penyimpanan karbon melalui agroforestri dan 2) Meningkatkan efisiensi penggunaan input produksi dengan cara memperbaiki pakan dan kesehatan ternak sapi dan kambing, penggunaan pupuk berimbang di seluruh dunia, dan menurunkan emisi dari lahan padi sawah. Hampir semua langkah-langkah efisiensi ini dapat meningkatkan produksi, mengurangi biaya input, atau menciptakan peluang ekonomi baru. Solusi potensial tidak hanya membantu menutup senjang pangan, tetapi juga memberikan keuntungan. Menurunkan kehilangan hasil dan limbah makanan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, mengurangi permintaan lahan pertanian baru, energi dan air, dan tentunya menghemat biaya. Untuk mencapai hal ini, pemerintah, swasta dan masyarakat umum perlu bertindak cepat dan dengan keyakinan tinggi.

Sumber:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates