Sistem pertanian
dunia menghadapi tantangan yang besar, yaitu harus memenuhi
kebutuhan penduduk tahun
2050 yang
akan mencapai 9,6 milyar, memberikan peluang
ekonomi bagi ratusan juta orang miskin di pedesaan yang bergantung pada
pertanian, dan sekaligus mengurangi dampak lingkungan, termasuk degradasi
ekosistem dan tingginya emisi
gas rumah kaca (Searchinger et all, 2013).
Disisi lain, ada konsesus tidak tertulis yang tersebar luas,
bahwa petani harus menghasilkan lebih banyak pangan per unit lahan, air dan
bahan kimia pertanian. Namun demikian, petani tidak dapat melakukan dengan cara
yang sama seperti biasanya. Mereka harus memproduksi pangan dengan kondisi
adanya gangguan dari dampak perubahan iklim, gejolak harga produk, pergeseran
kebutuhan gizi, dan meningkatnya kelangkaan faktor fisik produksi pangan.
Pertanian telah memberikan dampak besar terhadap kritisnya sumberdaya di dunia.
Untuk itu, petani harus memproduksi pangan sambil memastikan terus memelihara berbagai
faktor produksi yang disediakan oleh lingkungan. Jika tidak, kita akan
mendegradasi sumberdaya alam yang tersedia dan menguras kemampuan untuk
menghasilkan pangan yang cukup. Harapan ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi
para ahli pertanian dunia dan keseluruhan hasil akhir sangat tergantung kepada respon
jutaan petani skala kecil dan petani skala sedang. Orientasi produksi pangan
saat ini sudah kadaluarsa dan tidak tanggap terhadap kebutuhan kita, khususnya
lingkungan dan sumberdaya alam. Walaupun produksi pangan dalam kondisi kritis,
hal ini bukan hanya sekedar menyediakan pangan. Kita perlu pendekatan baru yang
mendesak, khususnya dalam hal kebijakan yang memperhatikan dampak lingkungan serta
mempertimbangkan konsukensi sosial dari berkembangan sistem pangan kita (Giovannucci, et all, 2012).
Untuk pertama kali pada tingkat global, produksi pangan menghadapi berbagai kelangkaan faktor-faktor sumberdaya penting yaitu lahan, air, energi, dan input. Kita harus memanfaatkan tantangan ini untuk memacu inovasi kreatif. Beberapa peluang dan tantangan yang diantaranya relatif baru adalah sebagai berikut: a) Saat ini kita menghadapi besarnya limbah makanan yang terbuang percuma, sekitar 30-40 persen dari seluruh produksi pangan dan pada setiap tahap siklus makanan. Setiap tahun, sebagian makanan yang diproduksi di negara berkembang tidak sempat dipasarkan dan disisi lain konsumen negara-negara kaya membuang sisa makanan sebanyak jumlah makanan yang diproduksi negara Sub-Sahara Afrika.; 2) Dalam sejarah, jumlah penduduk yang kelebihan berat badan hampir sama jumlahnya dengan penduduk yang kekurangan gizi dan konsekuensi dari kebiasaan pola makan menimbulkan bencana bagi kesehatan manusia dan lingkungan yang sehat. Saat ini, kebijakan bidang pertanian fokus pada produksi dan perdagangan dan jauh dari isu utama yaitu tersedianya nutrisi yang lebih baik bagi penduduk.; 3) Meskipun semakin meningkat kepentingannya, saat ini ternak dan biofuel juga memberikan kontribusi terjadinya kirisis pangan karena tidak efisiennya penggunaan sumberdaya yang dimanfaatkan sebagai pakan.; 4) Tekanan terhadap harga pangan akan terus berlanjut, karena adanya dinamika gejolak pasar, kurangnya koordinasi tingkat global, multi efek dari pertumbuhan penduduk, pasar energi, perubahan iklim, degradasi lahan dan kelangkaan air.; 5) Konsentrasi pasokan menimbulkan resiko tinggi. Sekitar 50 ribu tanaman untuk pangan ada di dunia saat ini, tetapi lebih dari separo produksi pangan dunia hanya berasal dari tiga tanaman (padi, jagung dan gandum). 6) Tata kelola bergeser. Para aktor utama tidak menuju kearah yang sama. Diskusi pertanian semakin berorientasi pada pendekatan ekologi yang memperhatikan keterbatasan sumberdaya alam dan menuju ke hasil perbaikan sosial. Namun banyak pemerintah, lembaga internasional, multilateral dan bilateral hanya aktif berkerja pada awal konsep bidang pertanian, sebaliknya beberapa perusahaan makanan dan LSM yang mengambil alih tahap berikutnya.; 7) Pertanian merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap kesehatan lingkungan. Menggunakan sebagian besar yang tersedia du bumi ini air bersih dan sekitar 20 ribu s/d 50 ribu km2 lahan produktif mengalami kerusakan setiap tahunnya akibat erosi dan degradasi lahan. Disamping fungsi produksi, sektor pertanian perlu mengintegrasikan fungsi vital lainnya dari pengelolaan lingkungan yang merupakan sentral dari pembangunan.
Bagaimana
solusi akan datang?.
Menutup kesenjangan pangan
pada tahun 2050, menurut Searchinger (2013) ada tiga
kategori solusi yaitu 1) mengurangi pertumbuhan konsumsi pangan yang berlebihan,
2) meningkatkan produksi pangan pada lahan yang ada, dan 3) jangan hanya
sekedar memproduksi pangan tetapi memproduksi pangan yang menurunkan atau
meminimalkan dampak lingkungan, khususnya emisi gas rumah kaca. Setiap solusi
harus berkontribusi atau tidak merusak lima kriteria kunci keberlanjutan yaitu
memajukan pembangunan pedesaan, memberi manfaat bagi perempuan pedesaan,
melestarikan lingkungan, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan menghindari
polusi dan penggunaan air tawar secara berlebihan.
Mengurangi konsumsi pangan
berlebihan dapat dilakukan beberapa pilihan yaitu a) Menurunkan konsumsi kalori
yang berlebihan guna mengurangi obesitas pada penduduk dunia yang mencapai 500
juta tahun 2008 (diperkirakan dapat menutup kesenjangan pangan tahun 2050
sebesar 6%); b) Mengurangi atau menghilangkan limbah makanan pada rumah tangga
penduduk dunia dan kehilangan hasil pada waktu panen, prosesing dan penyimpanan
(diperkirakan dapat menutup senjang pangan sampai 20% tahun 2050); c) Menjaga
konsumsi daging, susu, dan telur agar tidak tumbuh pesat, karena untuk
memproduksi ketiga jenis produk ternak tersebut diperlukan sumberdaya yang
tinggi; dan d) Menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk dunia, khususnya di
negara berkembang.
Untuk meningkatkan produksi
pangan tanpa perluasan lahan dapat dilakukan beberapa pilihan yaitu a) Smart
farming yaitu perbaikan manajemen usahatani termasuk penggunaan benih yang
beradaptasi dengan kondisi lokal, lebih bijak menggunakan pupuk, memperhatikan
unsur mikro, dan memperbaiki prediksi cuaca untuk menginformasikan jadwal
tanam; b) Penggunaan rekayasa gentik untuk menghasilkan benih tanaman yang
unggul, produktivitas tinggi dan toleran hama penyakit; c) Meminimalkan senjang
hasil tanaman antara hasil di lahan petani dengan potensi hasil yang mungkin
dapat dicapai; d) Meningkatkan indeks pertanaman; e) Meningkatkan hasil tanaman
dengan perbaikan manajemen tanah dan air; f) Memperluas areal tanaman pada
lahan non pertanian yang memiliki keanekaragaman hayati rendah dan menyimpan
sedikit karbon, seperti halnya padang alang-alang bekas hutan di Indonesia dan
Malaysia yang saat ini untuk kebun kelapa sawit; g) Intensifikasi produktivitas
rumput; h) Hindari pergeseran lahan pertanian antar wilayah atau di dalam
wilayah tersebut guna mencegah kehilangan tempat penyimpanan karbon dan
rusaknya lingkungan akibat alih fungsi kawasan hutan; dan i) Meningkatkan
produksi ikan dari budidaya ikan air tawar ataupun hasil tangkapan di laut.
Menurunkan gas rumah kaca
dari produksi pertanian dapat dilakukan beberapa pilihan yaitu 1) strategi penangkapan
dan penyimpanan karbon melalui agroforestri dan 2) Meningkatkan efisiensi
penggunaan input produksi dengan cara memperbaiki pakan dan kesehatan ternak
sapi dan kambing, penggunaan pupuk berimbang di seluruh dunia, dan menurunkan
emisi dari lahan padi sawah. Hampir
semua langkah-langkah efisiensi ini dapat meningkatkan produksi, mengurangi
biaya input, atau menciptakan peluang ekonomi baru. Solusi
potensial tidak hanya membantu menutup senjang pangan, tetapi juga memberikan
keuntungan. Menurunkan kehilangan hasil dan limbah makanan dapat mengurangi
emisi gas rumah kaca, mengurangi permintaan lahan pertanian baru, energi dan
air, dan tentunya menghemat biaya. Untuk mencapai hal ini, pemerintah, swasta
dan masyarakat umum perlu bertindak cepat dan dengan keyakinan tinggi.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar