Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu keharusan
guna menghadapi populasi dunia tahun 2050 yang mencapai 9 milyar orang dan
adanya tren perubahan gaya hidup sejumlah penduduk dunia. Tetapi, bagaimana
menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi tersebut dengan sumberdaya alam yang
kondisinya mengkawatirkan?. Dari kondisi tersebut, para ekonom dunia mulai
melihat visi alternatif yang dikenal dengan ‘ekonomi hijau”. Gagasan ekonomi
hijau pertama kali dimunculkan oleh UNEP
tahun 2008. Istilah ekonomi hijau muncul untuk merespon krisis finansial dunia
dan membawa ide bahwa kapitalisme hanya dapat bermanfaat bagi kemanusiaan di
masa depan jika pasar lebih berbasis pada keberlanjutan lingkungan dan sosial
dibanding era sebelumnya (Vermeulen, S., 2012). Ekonomi hijau
adalah sebuah rezim ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan manusia dan
kesetaraan sosial, sekaligus mengurangi risiko lingkungan secara signifikan.
Ekonomi Hijau juga berarti perekonomian yang rendah atau tidak menghasilkan
emisi karbon dioksida dan polusi lingkungan, hemat sumber daya alam dan
berkeadilan sosial (Wikipedia Indonesia, UNEP, 2011).
Ekonomi hijau secara
singkat dicirikan (Bappenas, 2012) sebagai:
(i) peningkatan investasi hijau; (ii) peningkatan kuantitas dan kualitas lapangan
pekerjaan pada sektor hijau; (iii) peningkatan pangsa sektor hijau; (iv)
penurunan energi/sumberdaya yang digunakan dalam setiap unit produksi; (v)
penurunan CO2 dan tingkat polusi per GDP yang dihasilkan; serta (vi) penurunan
konsumsi yang menghasilkan sampah (decrease in wasteful consumption). Ekonomi Hijau dapat dianggap sebagai visi alternatif
untuk pertumbuhan dan pembangunan; yang dapat menghasilkan pertumbuhan dan
perbaikan dalam kehidupan masyarakat yang konsisten dengan pembangunan
berkelanjutan. Ekonomi Hijau mempromosikan 3 landasan yaitu mempertahankan dan memajukan
ekonomi, lingkungan dan kesejahteraan sosial (Bapna M.And Talberth J., 2011). Ekonomi hijau lebih dari pembangunan
keberlanjutan. Ekonomi yang tidak hanya mengejar tujuan pertumbuhan dan
pembangunan saja, tetapi juga sekaligus mempromosikan keberlanjutan melalui
efisiensi penggunaan sumberdaya. Fokus ekonomi hijau adalah pertumbuhan dan
efisiensi. Untuk itu diperlukan inovasi, manajemen sumberdaya, budidaya
pertanian, insentif kebijakan dan ekonomi. Konsep ekonomi hijau berdasarkan
pada prinsip pembangunan berkelanjutan yang menekankan pada pengurangan emisi
karbon dan mengutamakan fungsi ekosistem bagi kesehatan dan kesejahteraan
manusia. Wilayah ini yang harus diperhatikan untuk mencermati bagaimana mencapai
pembangunan ekonomi dan isu ketahanan pangan yang selaras dengan alam (Chartres, C., 2012).
Sektor pertanian merupakan bagian penting
dari ekonomi hijau sebagai motor pembangunan pedesaan. Lebih dari milyar petani
kecil di negara-negara berkembang
memproduksi sekitar 60% produksi pangan dunia dan sektor pertanian dapat
menyerap tenaga kerja 40% dari total populasi dunia (Frison,E., 2012). Pertanian memiliki potensi besar dalam ekonomi hijau untuk
mengatasi penggunaan sumberdaya alam untuk produksi pangan yang tidak lestari.
Ada peluang dari sektor pertanian untuk membantu mengurangi emisi karbon
melalui praktek budidaya tanaman. Tantangan sektor pertanian adalah memberi makan
populasi penduduk dunia yang berjumlah besar dan sebagian penduduk kaya yang
bergantung pada lahan pertanian yang terus mengalami degradasi, kelangkaan air
irigasi, kondisi iklim yang tidak menentu, dan sekaligus memproduksi lebih
banyak bioenergi dan bahan mentah untuk industri serta harus ramah lingkungan.
Sektor pertanian dan para petani dunia berpotensi untuk menghadapi tantangan
tersebut, tetapi memerlukan biaya besar untuk riset yang menghasilkan teknologi
baru, perbaikan cara budidaya, dan kebijakan inovasi yang lebih baik. Untuk
itu, transisi ke ekonomi hijau di bidang pertanian membutuhkan dukungan yang
dapat menarik para investor, kewirausahaan dan inovasi. Juga memerlukan
kebijakan khusus yang memastikan para petani kecil, khususnya wanita dan pemuda
tani terlibat di dalamnya (Gerstle, T., 2012).
Bagaimana dengan pelaksanaan ekonomi hijau di
Indonesia?. Di Indonesia sudah banyak langkah
konkrit yang dilakukan oleh berbagai sektor untuk mendukung pelaksanaan ekonomi
hijau (Bappenas 2012). Berbagai kegiatan dalam bidang pertanian, misalnya metoda
pertanaman hemat air (System Rice Intensification/SRI), pengelolaan
limbah ternak untuk biogas dan pupuk organik, pemanfaatan limbah perkebunan
untuk pupuk organik serta pemanfaatan minyak sawit untuk biosolar sudah
dilakukan. Selain itu, penggunaan energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan
listrik masyarakat dan publik melalui pengembangan mikro-hidro skala
masyarakat, serta penggunaan listrik tenaga surya untuk rumah tangga maupun
lampu jalan sudah diterapkan di berbagai daerah. Demikian pula, mulai adanya penggunaan
gas sebagai langkah mendukung gerakan ekonomi hijau untuk kendaraan umum juga
sudah dimulai. Selain itu, langkah-langkah secara terpadu dalam menerapkan
ekonomi hijau, mulai dilakukan dengan dikenalkannya Komitmen Presiden dalam
rangka menurunkan emisi GRK sebesar 26 persen pada tahun 2020, dari business
as usual saat ini. Komitmen tersebut kemudian dijabarkan ke dalam Rencana
Aksi Penurunan Emisi GRK sebagaimana telah diterbitkan pada bulan September
tahun 2011.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar