Social Icons

Pages

Selasa, 24 Maret 2015

Apakah Sains Dapat Memenuhi Kebutuhan Pangan Yang Beragam dan Bergizi?



Ketahanan pangan merupakan isu yang menyentuh semua aspek dari agenda pembangunan setiap negara di dunia, yaitu dari pertanian dan manajemen lingkungan sampai ke sektor ekonomi, pemerintahan, dan kesejahteraan sosial. Hal ini merupakan tantangan bagi setiap negara dan tidak mudah solusinya. Sebagai contoh, terjadinya kerusuhan di Afrika tahun 2007 dan 2008 merupakan akibat melonjaknya biaya usahatani sehingga menyebabkan kelangkaan pangan.  Masalah tersebut menjadi perdebatan para ahli internasional dengan topik “bagaimana kita bisa memastikan bahwa setiap orang di planet bumi ini memiliki akses ke pangan yang aman dan bergizi?. Tapi satu hal yang jelas, jika produksi pangan ditingkatkan sebesar 70% pada tahun 2050 untuk memenuhi kebutuhan penduduk, maka kita harus berbuat lebih banyak lagi di sektor pertanian. Bagaimana kita dapat mencapai produksi pangan berkelanjutan, merupakan suatu pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Sekitar 9 milyar orang akan menempati planet bumi, maka diperlukan produksi pangan yang besar untuk memenuhi kebutuhan mereka. Padahal, sumberdaya untuk memproduksi pangan tersebut telah mulai langka karena urbanisasi, degradasi lingkungan, kompetisi penggunaan lahan untuk biofuel dan peternakan dan faktor lainnya.

Selama revolusi hijau abad terakhir, ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki efek transformatif terhadap pertanian. Apakah pada abad 21 ini masih menjadi kunci ketahanan pangan jangka panjang?. Ataukah solusi terhadap kerawanan pangan dapat diperoleh dari perubahan struktural, politik dan sosial?. Menurut FAO, dunia memproduksi sekitar 2,3 milyar ton serealia setiap tahunnya dan memberikan kontribusi sebagian besar kalori yang dikonsumsi penduduk planet bumi, baik secara langsung sebagai pangan atau tidak langsung melalui pakan ternak. FAO menyatakan bahwa gandum, jagung dan beras menyumbang hampir separo kalori dan 40% protein yang dikonsumsi penduduk di negara berkembang. Namun demikian, ketiga sumber pangan tersebut tidak dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan penduduk jika tidak ada tambahan sumber pangan lainnya. Para ahli pertanian bersama para petani di dunia lebih memprioritaskan sistem monokultur untuk memaksimalkan hasil (kalori) dan kurang memperhatikan kebutuhan protein dan vitamin. Jika seluruh dunia terus melakukan sistem monokultur, maka akan timbul dampak yang serius terhadap lingkungan dan keamanan pangan serta kekurangan gizi. Oleh karena itu, langkah yang penting untuk meningkatkan pola makan sehat, khususnya petani miskin, yaitu mendorong para petani untuk melakukan diversifikasi tanaman dan usaha pada lahan yang mereka miliki. Hasil penelitian di Afrika menunjukkan bahwa para petani yang menanam tanaman penambat N seperti kedelai, kacang tanah dan kacang gude yang diikuti tanaman jagung pada pola tanam setahun dapat memberikan hasil yang setara dengan hasil jagung yang ditanam monokultur, namun ada tambahan 50% protein dan efisiensi penggunaan pupuk sampai 50% dari dosis normal. Selain itu, petani yang menanam campuran berbagai varietas tanaman tradisional maupun modern mampu mengatasi tekanan lingkungan seperti kekeringan atau banjir.  Dalam hal ini, sains memiliki peran untuk menyebarkan strategi diatas, tetapi jika kurang dukungan politik pemerintah maka akan menghambat penyebarluasan teknologi tersebut. Para pembuat kebijakan dan ilmuwan/peneliti dunia perlu lebih banyak perhatiannya kepada diversikasi tanaman pada usahatani skala kecil guna memenuhi kebutuhan gizi, ketahanan pangan dan obat tradisonal bagi masyarakat pedesaan.

Diversifikasi tanaman memang penting, tetapi riset tetap harus fokus dan tidak boleh bergeser dari perbaikan “pilar produksi pangan”. Budidaya tanaman serealia yang efisien merupakan hal penting guna membebaskan lahan pertanian agar dapat ditanami komoditas pangan lain tanpa menurunkan produksi total kalori. Untuk itu, kita harus meningkatkan produksi seralia dunia lebih cepat dibanding pertumbuhan populasi penduduk, selain itu perlu diupayakan diversifikasi tanaman. Sains juga penting untuk meningkatkan kualitas serealia khususnya meningkatkan kandungan nutrisi seng dan besi. Kelaparan yang disebabkan kekurangan gizi tidak dapat dipecahkan dengan perbaikan tanaman saja, tetapi perlu dilakukan upaya program fortifikasi makanan terutama di negara berkembang. Selain itu, ternak juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi, tetapi karena sebagain penduduk mengkonsumsi daging berlebihan, maka perlu dicari cara yang efisien sehingga ternak tidak berkompetisi dengan usahatani tanaman pangan. Salah satu inovasi yang cukup menjanjikan adalah kapas GMO yang bijinya bebas racun yang dapat digunakan untuk pakan ikan, babi dan unggas. Jika metode ini dianggap aman bagi kesehatan manusia di dunia, maka tim peneliti internasional yakin bahwa biji kapas GMO dapat memenuhi kebutuhan protein sekitar 500 juta orang. Disisi lain, para peneliti juga mengeksplorasi opsi lain di laboratorium yaitu teknik pengembangan serangga pada limbah makanan dan manusia guna menumbuhkan jaringan protein. Opsi lainnya adalah memperbanyak teknologi untuk penyimpanan biji setelah panen sehingga tetap layak untuk dikonsumsi, khususnya di negara berkembang. Menurut laporan FAO dan Bank Dunia, ketidakefisienan pengolahan dan penyimpanan biji di Afrika Sub Sahara menghabiskan biaya US$ 4 milyar  per tahun atau sekitar 15% dari total produksi. Untuk itu perlu diambil langkah-langkah yang tepat guna meningkatkan keamanan pangan dengan teknologi dan sains yang ada. Namun demikian, adanya kebijakan tertentu, termasuk hak kepemilikan tanah bagi petani miskin dan subsidi pupuk jangka panjang, sering menghambat petani mengadopsi strategi alternatif. Masalah tersebut perlu dicarikan solusinya guna memacu inovasi, akses petani ke teknologi baru dan akses ke sektor bisnis. Di negara berkembang, lemahnya sistem penyuluhan yang menjembatani antara lembaga riset dan petani menyebabkan terhambatnya difusi sains atau iptek.  Umumnya penyuluh hanya fokus kepada kegiatan promosi varietas baru dan teknik budidaya daripada pendekatan holistik usahatani untuk meningkatkan hasil dan pelestarian lingkungan. Sebetulnya petani haus akan informasi tentang teknologi baru tetapi mereka kesulitan mengaksesnya. Untuk itulah perlunya diseminasi besar-besaran tentang hasil penelitian terbaru yang dapat merubah masa depan petani menjadi lebih sejahtera dan produksinya berkelanjutan serta ramah lingkungan. Hal inilah tantangan bagi lembaga riset di Indonesia, bagaimana melakukan diseminasi skala luas 50-100 ha di sekitar lahan petani guna mempercepat proses adopsi inovasi baru, khususnya inovasi tanaman pangan.

Sumber:

http://www.scidev.net/global/food-security/feature/science-s-role-in-growing-diverse-nutritious-food.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates