Dunia akan menghadapi
tantangan besar untuk menyediakan pangan bagi sembilan milyar penduduk tahun
2050, yaitu memastikan setiap orang di bumi ini memiliki akses dan ke pangan
yang bergizi tanpa merusak sumberdaya alam dalam proses produksi pangan. Hal ini mudah untuk bahan diskusi tetapi
sulit untuk dilaksanakan. Sistem pangan dunia saat ini mengalami disfungsional
baik dampak terhadap manusianya maupun terhadap planet bumi. Jika kita tidak
merubahnya maka kita akan gagal untuk menghadapi tantangan tersebut. Kemiskinan,
perubahan iklim, konflik dan krisis kemanusiaan menambah tantangan besar dan
beban terhadap sistem pangan saat ini. Tren global seperti urbanisasi menambah
masalah tentang kondisi pangan saat ini. PBB
memperkirakan bahwa dua pertiga dari penduduk dunia akan tinggal di perkotaan
pada tahun 2050. Sedangkan kota sendiri merupakan pusat utama produksi dan
konsumsi nasional, adanya proses sosial dan ekonomi yang memberikan kekayaan
dan peluang, tetapi juga memberi dampak negatif yaitu penyakit, kejahatan,
polusi, dan kemiskinan. Sistem pangan perkotaan di banyak negara, tidak
berkembang pesat untuk mengatasi tantangan pertumbuhan populasi yang cepat.
Terdapat kaitan yang erat antara menyediakan makan
penduduk dunia dan melestarikan planet bumi. Saat ini kita gagal untuk
melakukan salah satu diatas. Dunia telah memproduksi cukup pangan bagi semua
orang, tetapi masih ada 805 juta penduduk yang menderita kelaparan dan sekitar
2 milyar lagi menderita kekurangan nutrisi penting untuk hidup sehat, disisi
lain ada 1,4 milyar penduduk yang kelebihan berat badan dan obesitas. Sedangkan
cara dunia memproduksi pangan menimbulkan kerusakan planet bumi, karena sistem
pertanian yang tidak efisien tersebut telah menyumbang hampir seperempat dari
emisi gas rumah kaca dunia. Krisis yang terjadi saat ini akan menjadi bencana
lebih besar pada masa akan datang karena adanya dampak perubahan iklim. Selain
dampaknya terhadap produksi pangan, perubahan iklim juga memberi dampak negatif
terhadap nutrisi pada tanaman pangan utama. Suatu studi para peneliti Harvard Schoolof Public Health menunjukkan bahwa kenaikan kadar CO2 dapat
menurunkan nutrisi penting (zat seng dan besi) dan vitamin pada tanaman gandum,
beras dan kedelai. Hal ini sangat mengkawatirkan karena ketiga tanaman tersebut
merupakan sumber pangan penting dunia, khususnya di negara berkembang.
Para
peneliti Harvard menganalisis
data yang melibatkan 41 varietas
tanaman serealia dan kacang-kacangan dari
kelompok tanaman C3 dan C4 dari tujuh lokasi yang berbeda di
Jepang, Australia, dan Amerika Serikat. Lokasi penelitian menggunakan teknologi
karbon dioksida udara bebas yang diperkaya. Tingkat CO2 di seluruh tujuh lokasi
berada di kisaran 546-586 ppm.
Peneliti tersebut menguji konsentrasi
gizi pada bagian yang dapat dimakan
pada gandum dan beras (kelompok C3), jagung dan sorgum (kelompok C4) dan
kedelai serta kacang polong (C3
kacang-kacangan). Hasil penelitian menunjukkan, adanya penurunan yang
signifikan dalam konsentrasi
seng, besi, dan
protein dalam biji tanaman kelompok C3.
Kandungan seng, besi dan protein
dalam biji gandum tumbuh di lokasi penelitian,
masing-masing berkurang 9,3%, 5,1%, dan 6,3%, dibandingkan dengan gandum
yang ditanam di lingkungan CO2
normal. Seng dan besi juga berkurang secara signifikan dalam kacang-kacangan tetapi protein tidak menurun. Temuan bahwa tanaman
serealia dan kacang-kacangan kelompok C3, kehilangan zat besi dan
seng di CO2 tinggi adalah signifikan. Sedangkan pada
varietas tanaman padi yang diuji, menunjukkan kandungan seng dan besi
bervariasi secara subtansial. Hal ini merupakan peluang bagi pemulia padi
dengan menurunkan sensitivitas terhadap CO2 tinggi pada calon varietas unggul
yang akan datang. Sementara itu, tanaman C4 tampaknya kurang dipengaruhi
oleh CO2 yang lebih tinggi. Para
peneliti Harvard tersebut memperkirakan bahwa 2-3 milyar orang di seluruh dunia, khususnya
di negara berkembang, mendapatkan
70% atau lebih unsur seng dan besi dari
tanaman C3. Jika masalah tersebut
tidak segera diatasi dengan pemuliaan tanaman, fortifikasi, dan pemberian
suplemen gizi, maka kekurangan zat besi dan seng dari pangan
pokok yang dikonsumsi penduduk akan mengakibatkan masalah kesehatan utama.
Walaupun demikian, ada keberhasilandunia untuk menanggulangi kemiskinan dan kekurangan gizi yang diderita
penduduk dunia. Keberhasilan tersebut dinyatakan oleh GAIN
(The
Global Alliance for Improved Nutrition) dan dirayakan bertepatan
dengan Hari Pangan Sedunia 2014, yaitu 1) Banyak anak-anak yang mengalami penddidikan
dibanding dekade sebelumnya, 2) Telah mendekati kesenjangan gender, yang
berarti adanya cukup nutrisi bagi wanita di dunia, 3) Kematian anak balita
dunia mencapai tingkat terendah sepanjang sejarah, 4) Adanya mobilisasi
teknologi (teknologi ponsel) untuk membantu mengatasi kekurangan nutrisi
penduduk, 5) Telah meningkat akses penduduk ke vitamin dan mineral untuk hidup
sehat.
Sistem
pangan dunia hanya
dapat diperbaiki dengan upaya kolektif
dunia yang difokuskan kepada adanya bukti keberhasilan program dan kegiatan
serta menggerakkan kemitraan baru yang dapat menarik investasi publik dan swasta guna
mencari solusi ini. Untuk mendukung hal ini diperlukan struktur yang jelas, pengaturan
kerja yang transparan, dan data
yang kuat serta mekanisme akuntabel untuk mendukung aksi para
pemangku kepentingan. Selain itu, diperlukan juga kerangka
kerja untuk berbagi pengetahuan
di antara negara-negara yang membuat
kemajuan pada kecukupan gizi bagi
masyarakat yang tertinggal. Dunia perlu lebih
ambisius, banyak inovasi dan kepemimpinan kuat untuk menyediakan pangan
penduduknya. Oleh karena itu, kita perlu mendukung petani untuk memproduksi,
menjual, dan mengkonsumsi pangan yang bergizi. Hal ini berarti mengkonversi
tanah terdegradasi menjadi tanah yang produktif, menfortikasi bahan pangan
(beras) dengan nutrisi seng dan besi, serta mulai mengembangkan sumber pangan
alternatif.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar