Berkembangnya wabah
demam Rift Valley di Uganda memegang pelajaran penting bagi pemikiran saat ini
tentang investasi dalam riset untuk pembangunan global. Apa yang terjadi di
Uganda cukup familiar - pelajaran yang sama telah muncul sebelumnya (wabah
penyakit Ebola di Afrika Barat tahun 2013). Langkah-langkah pengendalian
epidemiologi yang dirancang untuk membatasi penyebaran penyakit tidak
sepenuhnya mempertimbangkan kenyataan yang diderita masyarakat yang terkena
dampak. Dalam hal ini, apa yang dapat dimakan atau diusahakan di lahan
pertniannya oleh masyarakat miskin pedesaan, jika susu dan daging dilarang penjualannya?
Juga saluran komunikasi resmi yang digunakan untuk mengingatkan dampak ancaman kesehatan
masyarakat tidak berasal dari tokoh masayarakat yang terpercaya. Dalam diskusi tentang
sains untuk pembangunan, sering disebut atau dinyatakan agar riset yang
dilaksanakan harus memiliki dampak terhadap masyarakat, jelas nampak nilau
suatu riset. Jadi mengapa kesalahan ini terus terjadi? Pertanyaan
yang sangat mendesak bukan hanya karena mata pencaharian dan nyawa kehidupan
masyarakat dipertaruhkan, tetapi juga karena munculnya tren dalam pendanaan riset
yang cenderung meningkatkan frekuensi kesalahan tersebut. Ironisnya, tumbuhnya kepedulian
lembaga pembangunan dengan dampak riset juga ikut menghambat untuk mempelajari apa
yang telah berhasil.
Jumat, 07 April 2017
Langganan:
Postingan (Atom)