Meningkatnya
penggunaan air tanah untuk irigasi merupakan ancaman utama bagi ketahanan
pangan global dan dapat menyebabkan meningkatnya harga makanan pokok. Dari
tahun 2000 sampai 2010, jumlah air tanah yang tidak terbarukan yang digunakan
untuk irigasi meningkat seperempatnya (artikel di Nature, 30 Maret 2017).
Selama periode yang sama, China telah melipatgandakan penggunaan air tanahnya. Artikel
pada Nature tersebut menemukan bahwa 11 persen ekstraksi air tanah untuk
irigasi terkait dengan perdagangan pertanian. Di
beberapa wilayah, misalnya di California Tengah atau Barat Laut India, tidak
ada cukup curah hujan atau air permukaan yang tersedia untuk menanam tanaman
seperti jagung atau padi, maka dari itu para petani menggunakan air tanah untuk
sumber pengairan tanaman mereka.
Artikel ini membahas masalah utama fokus pada
kasus di mana waduk bawah tanah atau akuifer, telah digunakan secara
berlebihan. Menurut Carole Dalin, penulis utama dan peneliti senior di
Institute for Sustainable Resources di University College, London, menyatakan
bahwa ketika sebuah negara mengimpor jagung dari Amerika Serikat yang dibudidayakan
dengan air tanah yang tidak terbarukan, maka sesungguhnya negara tersebut juga mengimpor air tanah yang tidak terbarukan.
Tanaman seperti padi, gandum, kapas, jagung, tebu dan kedelai sangat bergantung
pada penggunaan air yang tidak berkelanjutan. Umumnya tanaman-tanaman tersebut
dibudidayakan di negara-negara yang paling beresiko yaitu di Timur Tengah dan
Afrika Utara serta China, India, Meksiko, Pakistan dan AS yang paling berisiko.
Menurut Yoshihide Wada, deputy director of the International Institute for
Applied Systems Analysis’s Water Programme, Luxenburg, Austria, menyatakan
bahwa sebagian wilayah di Pakistan dan India terkena dampaknya akibat berkurangnya
air tanah dan mengekspor produk pertanian yang dibudidayakan dengan air tanah
yang tidak berkelanjutan. Iran sama-sama mengekspor dan mengimpor, serta
Filipina mengimpor dari Pakistan, yang tidak berkelanjutan. Cina banyak
mengimpor dari India. Jepang dan Indonesia mengimpor, terutama dari AS.
Pertanian adalah pengguna air tanah terbanyak,
yang mencakup lebih dari 80-90 persen air irigasi di negara-negara seperti
India, Pakistan dan Iran. Para periset mengatakan perlu diprioritaskan regulasi
untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air dan mengembangkan pemantauan.
Pemerintah harus berinvestasi di infrastruktur irigasi yang lebih baik seperti
irigasi sprinkler dan mengenalkan rotasi tanaman untuk meminimalkan penggunaan
air tanah. Wada menyarankan untuk menciptakan kesadaran dengan memasang label
air, sesuai dengan label makanan, yang menunjukkan berapa banyak air yang
digunakan di dalam negeri dan di luar negeri dalam proses produksi dan apakah
jumlah air ini berasal dari sumber yang berkelanjutan atau tidak berkelanjutan.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar