Banyak daerah yang
mengalami kekeringan, juga memiliki curah hujan yang berlebihan selama musim
hujan. Seandainya air hujan tersebut disimpan, maka akan tersedia air yang
cukup untuk mengairi lahan petani sepanjang musim kemarau. Menangkap air hujan dan
menyimpannya sebagai air permukaan disebut pemanenan air hujan. Dengan
melestarikan air hujan, petani dapat memperluas lahan usahataninya yang dapat
diairi, bercocok tanam di musim kemarau, mendukung budidaya ternak dan bahkan mengisi
ulang air tanah. Hal Ini berarti akan dapat menyediakan pangan yang lebih baik
bagi keluarganya dan pendapatan yang lebih tinggi. Selain itu, air hujan yang disimpan dapat
membantu penyediaan air bagi kebutuhan rumah tangga petani. Sistem pemanenan
air hujan dapat dilakukan secara ex-situ atau in-situ. Ex-situ, merupakan
pemanenan air hujan yang mengacu pada struktur yang dibangun untuk menangkap air
hujan. Hal ini bisa bentuk kolam, tangki, atau waduk dan dapat dimiliki secara
individu atau komunal atau oleh pemerintah. Semua bentuk dan ukuran tergantung
pada jumlah curah hujan dan ukuran lahan yang tersedia, kesesuaian lokasi serta
kebutuhan petani. Beberapa petani berhasil mendanai pembangunan kolam penampung
air huja secara mandiri, namun sebagian petani memerlukan bantuan pemerintah
maupun swasta atau LSM. Ada praktek lain yang membantu melestarikan air hujan
karena jatuh di hamparan lahan usahatani. Dengan membangun pematang atau teras di
lahan usahatani akan meningkatkan retensi kelembaban tanah dan membuat air
hujan tersedia sekitar tanaman. Hal ini dikenal sebagai pemanenan air hujan in-situ.
Saat ini, areal sawah
tadah hujan memiliki kontribusi lebih dari 75 persen dari seluruh lahan
pertanian di dunia. Prevalensi usahatani di sawah tadah hujan ini memberikan
kasus yang menarik yaitu mengapa kita harus menggunakan curah hujan lebih
efisien untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan mengambil beberapa prakiraan
dari perubahan iklim yang menyebabkan variabilitas perubahan pola curah hujan. Panen
air hujan, merupakan tradisi lama yang
seumur dengan peradaban penduduk dunia, dapat membantu kita menavigasi melalui
beberapa ketidakpastian curah hujan yang akan kita hadapi di abad ke-21. Dengan
pendekatan teknologi rendah, fleksibilitas desain, dan mudah diaplikasikan,
maka pemanenan air hujan tetap populer, dan dapat dipraktekkan secara luas. Panen
air hujan populer dan dipraktekan di beberapa tempat seperti Brasil, Amerika
Serikat, Sierra Leone, Etiopia, dan India. Menurut Anil Jain, ahli air India
dalam the
Agriculture and Ecosystems Blog, teknologi lama/kuno
telah dimodifikasi dengan IPTEK baru dan dilengkapi dengan teknologi modern
guna memperbaiki panen air hujan.
Panen air hujan terpadu
Salah satu inovasi
yang paling menarik adalah karya pakar panen air hujan Amerika Serikat, Brad
Lancaster, yaitu sitem panen air hujan terintegrasi, yang memanen sinar
matahari, angin, bayangan dan hujan. Sistem ini memberikan beberapa manfaat
bagi petani. Menurut Lancaster, di wilayah gersang barat daya Amerika Serikat,
tanaman yang ditumbuhkan dengan tirai matahari ke arah barat dan bayangan
tanaman ke arah timur dari sinar matahari siang yang panas, menggunakan air
25-50% lebih sedikit dibanding tanaman yang ditumbuhkan tanpa tabir surya
Barat. Lancaster mengatakan jika ditanam tanaman yang kuat, asli daerah, pohon
dan semak yang dapat memberikan naungan terhadap tanaman, maka tanaman
pelindung tersebut dapat mengurangi efek pengeringan oleh angin pada tanaman,
mengurangi erosi tanah, dan meningkatkan kemampuan tanah untuk menyimpan air
hujan.
Penyimpanan
yang efisien
Menurut ahli, ada inovasi
lain yaitu penyimpanan air yang lebih efisien. Dalam iklim kering dan
semi-kering di mana radiasi matahari sangat intens dan penguapan tinggi, maka penyimpanan air pada permukaan
lahan seperti waduk dapat mengalami kehilangan air skala besar. Menanggapi hal
ini, Jain menyatakan bahwa semakin banyak masyarakat di seluruh India – sekitar
100 juta hektar dari sekitar 180 juta hektar lahan tetap dalam kondisi sawah tadah
hujan - yang menyuntikkan air hujan yang telah dipanen ke dalam akuifer bawah
tanah untuk meningkatkan cadangan air. Mengisi ulang air tanah secara bertahap sangat
penting, karena akuifer yang diisi ulang dapat menjadi sumber air irigasi dalam
jangka panjang tanpa risiko penguapan. Namun penyimpanan air hujan di bawah
tanah mungkin tidak menjadi pilihan bagi petani subsisten dengan pemilikan
lahan yang kecil. Dalam kondisi seperti ini, ahli panen air hujan dari Etiopia,
Ato Hune Nega, menyatakan bahwa air hujan juga dapat disimpan dengan cara menggabungkan
seluruh air hujan pada beberapa petak sawah yang lokasinya strategis yang
berfungsi sebagai bank air. Pendekatan ini dapat meningkatkan produktivitas
tanaman, meningkatkan kelembaban tanah, dan membantu pengisian pasokan air
tanah, serta mengurasi erosi tanah. Untuk meningkatkan kemampuan tanah dapat
menahan atau menyimpan air hujan, para ahli merekomendasikan penggunaan mulsa pada permukaan lahan guna menjaga kelembaban
dan mengurangi penguapan dari dampak suhu udara yang ekstrim.
Mengatasi
masalah pendanaan
Panen air hujan untuk
irigasi memiliki beberapa bawaan penghematan biaya, tidak memerlukan perlakuan
khusus untuk pengairan pada tanaman pangan. Namun demikian, pendanaan dan
komitmen akan menjadi masalah ketika prospek scaling-up pemanenan air hujan
pada tingkat yang lebih luas yang mencakup investasi awal dalam infrastruktur, pelatihan
personil, biaya pemeliharaan dan uang
tunai. Pendanaan untuk panen air hujan dapat diatasi dengan kerjasama pemerintah
dan LSM, koperasi pertanian (jika masih ada), pemerintah daerah, BUMN, CSR dari
perusahaan besar, dll. Untuk petani skala usahatani kecil, pendanaan dapat
dilakukan dalam kelompok tani kecil sekitar 10 orang dengan memanfaatkan bahan
bangunan lokal dan biaya dibantu bank.
Kekhawatiran
untuk dipertimbangkan
Ketika pilihan perbaikan
penyimpanan dan skema panen air hujan terpadu telah dimulai, apakah ada perubahan
yang sesuai dalam praktek usahatani skala kecil yang harus dilakukan agar efektif
memanfaatkan air hujan yang dipanen? Menurut Lancaster, kita harus memilih
tanaman yang sesuai dengan kondisi iklim. Berdasarkan proyeksi jangka panjang
tentang perkiraan penurunan curah hujan abad ini, maka penggunaan tanaman yang
memerlukan sedikit air perlu ditingkatkan. Sementara itu, air hujan yang disimpan
di permukaan juga berpotensi memperburuk risiko kesehatan masyarakat di
beberapa bagian dunia karena waduk atau kolam tersebut merupakan tempat ideal
berkembangnya nyamuk malaria. Namun, dengan adanya tindakan pencegahan seperti
menutup penyimpan air hujan dan melindungi air dari terpaan sinar matahari
secara langsung, dapat mengurangi berkembangnya nyamuk.
Menyebarkan informasi
Jika
diimplementasikan secara cerdas dan sesuai dengan iklim dan kondisi geografis,
pemanenan air hujan dapat berfungsi sebagai alat yang ampuh untuk meningkatkan
aksesterhadap air tanah. Tapi meskipun
fakta tersebut telah dipraktekkan selama ribuan tahun di seluruh dunia,
pemanenan air hujan masih belum banyak diketahui oleh masyarakat. Oleh karena
itu, diperlukan pendidikan dan pengembangan kapasitas masyarakat tentang
pemanenan air hujan. Setiap orang akan tahu, bagaimana sistem berkerja – apa
yang harus dilakukan, apa yang harus tidak dilakukan, dan mengapa- maka
masyarakat dapat bertindak karena telah terinfokan.
Sumber:
Russell Sticklor (2014). http://wle.cgiar.org/blogs/2014/09/09/enhancing-rainwater-harvesting-era-climate-change/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar