Lembaga penyuluhan pertanian merupakan bagian dari
struktur administrasi pedesaan di sebagian besar negara yang bertugas membantu menyebarkan
informasi dan mengembangkan proyek. Selama beberapa dekade, lembaga tersebut telah
diambil perannya sebagai perantara atau agen dalam jaringan organisasi dan
individu yang menciptakan dan mengelola sumber daya pertanian baru – yang
dikenal dengan sebutan Sistem Inovasi Pertanian. Agen penyuluh
pertanian secara rutin mengkomunikasikan pengetahuan dan inovasi baru dari para
peneliti kepada petani untuk membantu meningkatkan produksi pertanian mereka.
Pada intinya, mereka merupakan agen/perantara ilmu pengetahuan – bertugas untuk
melakukan mediasi antara mereka yang memproduksi pengetahuan dan mereka yang
membutuhkannya, dan kadang-kadang mengemas ulang atau menambah nilai
pengetahuan yang ada pada topik tertentu. Akan tetapi Sistem Inovasi Pertanian
menjadi lebih kompleks: proses pertanian dan tuntutan pemangku kepentingan
telah berubah serta teknologi informasi menjadi lebih menonjol. Hal ini telah membawa tantangan baru, seperti
meningkatnya biaya, memperlebar jurang antara mereka yang memiliki pengetahuan
baru dan mereka yang membutuhkannya.
Mengisi kesenjangan
Banyak perantara independen yang muncul - dari sektor
swasta, LSM, lembaga penelitian atau petani sendiri - untuk mengisi kesenjangan
pengetahuan tersebut. Tetapi, meskipun ada niat baik, upaya independen mereka
tidak cukup untuk menutup celah, karena
membutuhkan kemitraan dan koordinasi. Pada kenyataannya, sebagian besar dari
masing-masing pekerjaan tugas perantara saling terduplikasi. Sebaliknya, mereka
harus bekerja sebgai komponen terkoordinasi dari sebuah proses dengan mandat
khusus masing-masing. Misalnya pelayanan sektor publik, merupakan perantara
yang paling dekat dengan pengguna akhir dan harus fokus pada kekuatan tersebut
untuk lebih memahami kebutuhan petani. LSM dalam koordinasi yang erat dengan
sektor publik harus fokus pada penyediaan layanan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut - dengan melihat jaringan yang erat dan memastikan bahwa pengetahuan
layanan disediakan secara efektif. Dan sektor swasta yang berorientasi pada
hasil dan kreativitas, layak untuk fokus
sebagai ujung tombak untuk membuat dan mengidentifikasi inovasi baru. Hal ini
merupakan peran yang seharusnya dari perantara ilmu pengetahuan –serangkaian
kegiatan yang jelas dan keterkaitan kegiatan yang dilakukan baik oleh individu
atau organisasi untuk memfasilitasi penciptaan dan berbagi ilmu pengetahuan.
Satu agen/perantara
saja tidak dapat berkerja
Tidak ada satupun organisasi atau individu yang secara
efisien dapat melakukan semua kegiatan yang terlibat dalam perantara ilmu
pengetahuan pengetahuan. Hal ini membutuhkan jejaring para ahli dan membutuhkan
kemitraan yang kompleks – sesuatu hal yang dihindari oleh sektor pembangunan
internasional. Karena kemitraan tersebut jarang ada, lembaga riset sering
mengambil tugas untuk melakukan penyuluhan dan pendampingan tertentu dalam
hibah mereka. Dalam kebanyakan kasus mereka kurang bersedia untuk bekerja sama dengan
penyuluh pertanian dan lembaga-lembaga yang ada. Tapi itu bukan hanya lembaga riset saja yang telah mengambil peran
tersebut. Para ahli IT, yang harus berkonsentrasi pada pengembangan inovasi ICT
baru, juga sudah mulai memberikan penyuluhan kepada petani. Sebagian besar
perantara tersebut telah mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan dan inovasi
atau teknologi yang berpotensi guna dapat membantu mengatasi hal itu. Tapi
entah apakah mereka tidak dapat mengidentifikasi mitra yang tepat untuk memanfaatkan
inovasi mereka kepada petani atau mereka melihat bahwa pekerjaan penyuluhan merupakan
kesempatan untuk menghasilkan pendapatan meskipun mereka memiliki sedikit atau
tidak ada pengalaman sama sekali di bidang ini. Tren ini membawa konsekuensi
nyata. Banyak petani terbebani dengan kuesioner harian dan percakapan,
kadang-kadang untuk proyek-proyek yang duplikasi pekerjaan sebelumnya.
Siapa yang
harus melakukan?
Seorang pialang saham dapat memahami pasar keuangan, seorang
agen real estate tahu pasar perumahan dan seorang kader politik dapat
mempengaruhi orang untuk bersandar terhadap ideologi tertentu. Tapi agen ilmu pengetahuan
dalam pembangunan internasional harus ditafsirkan secara berbeda. Kompleksitas
sistem dalam Sistem Inovasi Pertanian menunujukkan perbedaan tegas tentang
peran individu dan lembaga. Hal ini sebaiknya tercermin bagaimana agen ilmu pengetahuan
dipraktekkan yaitu melalui kemitraan, bukan agen individu, yang akan memiliki
dampak yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan dalam beberapa cara.
Pertama, bahwa donor dan investor perlu lebih
strategis ketika mendukung tahap pelaksanaan proyek. Lembaga Luar Angkasa
Belanda telah menginisiasi Geodata Pertanian dan Air (G4AW), yang merupakan contoh
yang sangat baik bagaimana peran perantara/agen pengetahuan dapat diaplikasikan
secara efektif. NSO telah menginvestasikan lebih dari 30,5 juta Euro ke dalam
sistem pertanian di negara-negara yang dipilih di seluruh Afrika dan Asia. Lembaga
ini telah membuat suatu persyaratan kemitraan yang saling melengkapi sehingga
untuk setiap proyek, keahlian dan pengalaman yang sesuai digabungkan sepanjang
perjalanan dari bentuk data ke bentuk ilmu pengetahuan untuk penyuluhan. Penyandang
dana lainnya harus mengikuti contoh ini dan mengevaluasi kemitraan berdasarkan
bagaimana anggota saling melengkapi satu sama lain dan bagaimana mereka
berkontribusi pada proses perantara ilmu secara keseluruhan.
Kedua, para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan
di negara-negara yang meminta internasional memberikan bantuan pembangunan agar
belajar berkata 'tidak' untuk proyek-proyek pengembangan independen,
terisolasi, terputus dan terfragmentasi yang usahanya duplikasi (dan mungkin
sampah). Jika ada kebijakan dan peraturan dengan persyaratan detail dan pedoman
prinsip-prinsip untuk melaksanakan proyek, maka organisasi yang lebih sedikit
akan menjangkau pengguna akhir saja. Sebaliknya, mereka akan didorong untuk
bergabung dengan yang lain dan memperkuat kegiatan yang sedang berjalan. Ketiga,
kompleksitas Sistem Inovasi Pertanian menunjukkan bahwa TIK (Teknologi
Informasi dan Komunikasi) dan manajemen ilmu pengetahuan harus diakui sebagai
komponen penting dari setiap kegiatan atau proyek yang bertujuan untuk mengaplikasikan
inovasi ke lahan petani. TIK dan aplikasi ponsel akan membuat keterlibatan perantara/agen
pengetahuan broker dengan petani pedesaan lebih mudah, lebih cepat dan lebih
murah. Dan mereka menjadikan kemitraan lebih mudah untuk mengelolanya.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar