Para
ilmuwan telah menunjukkan bahwa jika semua petani mengadopsi metode pengelolaan
air yang benar, produksi pangan global dapat ditingkatkan sebesar 41 persen.
Model pengelolaan air yang di hasilkan para ilmuwan menunjukkan bahwa perbaikan
pengelolaan air irigasi dapat mengurangi sampai setengahnya kesenjangan pangan
dunia (artikel di Jurnal Environmental Research Letters). Hal ini berarti
potensi kenaikan hasil panen bisa memberikan setengah kalori yang dibutuhkan
untuk menanggulangi kelaparan di seluruh dunia pada tahun 2050. Untuk mengukur
dampak dari teknik pengelolaan tanaman-air, model tersebut menggunakan data
hujan dan iklim lainnya dari 1901-2009 dan mensimulasikan skenario yang berbeda
dari perbaikan irigasi, konservasi kelembaban tanah dan panen air hujan. Berdasarkan
skenario yang paling optimis, produksi pangan dapat meningkat lebih dari 55
persen di banyak wilayah aliran sungai antara Timur Tengah, Asia Tengah, Cina,
Australia, Afrika Selatan dan Amerika Utara dan Selatan.
Peter
McCornick, wakil direktur jenderal International Water
Management Institute di Sri Lanka, yang
tidak terlibat dalam penelitian, mengatakan bahwa manajemen air yang lebih
baik, secara teoritis mungkin dapat meningkatkan produksi pangan tanpa memperluas
areal lahan yang bertani. McCornick menambahkan bahwa LSM dan organisasi petani
bisa menggunakan temuan tersebut untuk melobi pemerintah mereka agar ada
perbaikan dalam praktek pengelolaan air, mempromosikan teknik seperti
melestarikan kelembaban tanah melalui mulsa, mengumpulkan air limpasan,
menggali lubang resapan air, terasering tanah dan meningkatkan peralatan
irigasi. Menurut Jägermeyr, a geographer at the Potsdam
Institute for Climate Impact Research di Jerman, pembiayaan perubahan tersebut memerlukan dukungan dari
pembuat kebijakan.Sayangnya, pengelolaan air pertanian "langsung
hilang" dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB.
McCornick
setuju ada masalah dengan SDGs. Misalnya, penggunaan air yang efektif dapat
memberikan kontribusi terhadap Tujuan SDG ke 2 yaitu tentang kelaparan,
ketahanan pangan, gizi dan pertanian berkelanjutan, namun pengelolaan air
tanaman tidak disebutkan cukup eksplisit. Assefa Melesse, seorang peneliti
lingkungan di Florida International University di Amerika Serikat, mengatakan
model tersebut cukup berguna, tetapi perlu hati-hati tentang kesimpulannya. Pengelolaan air dapat meningkatkan produksi,
namun teknologi saja "dapat mengecewakan dalam banyak kasus, sedangkan isu-isu
lainnya secara signifikan membayanginya. Sebagai contoh, degradasi lahan dapat
mengurangi efektivitas upaya pengelolaan air dan memperkenalkan infrastruktur
air dapat memicu konflik politik atas siapa yang mengendalikan sumber daya yang
penting tersebut. Beberapa proyek pengelolaan air yang lalu dirancang dengan buruk
dan hal lainnya telah terbukti terlalu mahal untuk mempertahankan dari waktu ke
waktu. Dengan alasan bahwa upaya-upaya tersebut harus direncanakan di tingkat
masyarakat untuk memperhitungkan tantangan dan preferensi lokal.
Sumber:
Reference:
Jonas Jägermeyr and others. Integrated crop
water management might sustainably halve the global food gap (Environmental
Research Letters, 16 February 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar