Social Icons

Pages

Selasa, 21 Juni 2016

Erosi tanah dapat mengancam keamanan pangan dunia



Sebuah studi memperingatkan bahwa erosi tanah global telah mencapai tingkat yang membahayakan terhadap kemampuan manusia untuk menyediakan pangan mereka sendiri, jika tidak ada upaya yang dilakukan untuk menurunkan masalah itu. Suatu review yang diterbitkan di Science minggu lalu (7 Mei 2015), mengatakan bahwa tanah yang hilang lebih cepat dari jumlah tanah yang secara alami terbentuk sendiri di sebagian besar dunia. Selain itu, terjadi peningkatan tekanan pada lahan pertanian sebagai akibat penggunaan lahan untuk non-pangan, seperti tanaman yang dikonversi menjadi biofuel dan mungkin kedepan ada kekurangan batu fosfat yang digunakan untuk membuat pupuk.

Menurut Ronald Amundson, seorang ilmuwan tanah di University of California, Berkeley, di Amerika Serikat, peningkatan produksi pangan di wilayah negara-negara maju di dunia menunjukkan kondisi yang melandai. Sehingga ada peluang untuk meningkatkan produksi pangan di negara-negara berkembang, tetapi hal ini akan membutuhkaninvestasi besar khususnya untuk pupuk agar dapat meningkatkan hasil panen mereka pada potensi hasil yang mungkin dapat dicapai di wilayahnya. Fosfor yang dibutuhkan untuk membuat pupuk merupakan hasil tambang. Saat ini, harga bahan baku ini terus meningkat dan mendorong kekhawatiran tentang ketersediaan pupuk anorganik bagi petani di negara berkembang.

Penulis makalah ini (Joe Turner) menyatakan bahwa bukan hanya mengandalkan pupuk untuk meningkatkan hasil dari pertanian konvensional, distribusi makanan yang lebih efisien dan daur ulang nutrisi yang diperlukan untuk mengakhiri kelaparan – merupakan salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang diusulkan PBB. Erosi tanah disebabkan oleh penggunaan tanah yang melebihi kapasitas tanah,  penggundulan hutan, desertifikasi (tanah menjadi padang gurun) dan limpasan air - yang semuanya, sampai batas tertentu, disebabkan oleh usaha pertanian. Makalah ilmu pengetahuan muncul sebagai akibat banyak ilmuwan khawatir bahwa target perlindungan tanah dalam draft SDGs dapat dihapus dari daftar final dari tujuan SDG. Sejak Januari, yang menandai dimulainya Tahun Tanah Internasional, para ilmuwan telah didorong untuk menyerukan kepada pemerintah agar lebih besar perhatiannya pada pengelolaan tanah.

Tim Benton, seorang ahli ekologi populasi di Leeds University di Inggris, mengatakan manajemen tanah yang lebih baik akan menjaga produksi cukup pangan di masa depan. Dia tidak berpikir bahwa kita cukup khawatir tentang konservasi sumber daya tanah untuk jangka panjang. Dalam sistem pertanian tradisional, produksi pangan dapat ditingkatkan dengan menggunakan berbagai teknik untuk mengurangi erosi tanah, kata Rattan Lal, ilmuwan tanah di The Ohio State University di Amerika Serikat. Misalnya, petani dapat melestarikan tanah mereka menggunakan sistem agroforestry dan dengan menutupi tanah di lahannya dengan sisa tanaman.

Tapi itu merupakan keputusan besar untuk beralih ke metode tersebut, karena metode ini lebih padat karya dan bisa kurang efisien secara ekonomi, mengingat banyak petani yang menggunakan pertanian untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga untuk pangan, pakan ternak dan bahan bangunan. Menurut Lal, sekitar 500 juta petani di seluruh dunia tergantung hidupnya pada lahan pertanian kurang dari dua hektar. Jika pengelolaan tanah dimasukkan dalam agenda global untuk mengatasi perubahan iklim dan kekurangan pangan, makan banyak yang bisa dilakukan untuk membantu dua miliar penduduk dunia yang dalam kondisi lapar tersembunyi, yang tidak cukup nutrisi dalam makanan mereka.

Sumber:

References

Ronald Amundson and others Soil and human security in the 21st century(Science, 8 May 2015) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates