Agenda 2030 dan
pusatnya, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG), menyerukan adanya transformasi
dalam cara masyarakat berinteraksi dengan planet dan satu sama lain.
Transformasi ini akan membutuhkan teknologi baru, pengetahuan baru dan
cara-cara baru untuk penataan masyarakat dan perekonomian. Penelitian ilmiah
jelas memiliki peran sentral. Tetapi, apakah inovasi merupakan satu-satunya
cara yang dapat berkontribusi? Måns Nilsson, penulis artikel ini, merupakan anggota dari kelompok ahli independen yang
didirikan oleh Komisi Eropa untuk memberikan saran tentang peran ilmu
pengetahuan, teknologi dan inovasi (science, technology and innovation =ST&I)
dalam melaksanakan agenda pembangunan global berkelanjutan yang terbaru. Para
ahli tersebut mengidentifikasi banyak aspek, kadang-kadang tak terduga, peran
potensial dari aspek ST&I, dan membuat beberapa rekomendasi tentang bagaimana
untuk memaksimalkan manfaatnya. Menurut
Nisson, ada tiga peran utama untuk ST&I yaitu mencirikan tantangan,
menyediakan solusi, dan memperkuat lembaga-lembaga publik dan masyarakat.
Sabtu, 23 Juli 2016
Sabtu, 16 Juli 2016
Lemahnya keterkaitan menghambat berbagi pengetahuan di bidang pertanian
Lembaga penyuluhan pertanian merupakan bagian dari
struktur administrasi pedesaan di sebagian besar negara yang bertugas membantu menyebarkan
informasi dan mengembangkan proyek. Selama beberapa dekade, lembaga tersebut telah
diambil perannya sebagai perantara atau agen dalam jaringan organisasi dan
individu yang menciptakan dan mengelola sumber daya pertanian baru – yang
dikenal dengan sebutan Sistem Inovasi Pertanian. Agen penyuluh
pertanian secara rutin mengkomunikasikan pengetahuan dan inovasi baru dari para
peneliti kepada petani untuk membantu meningkatkan produksi pertanian mereka.
Pada intinya, mereka merupakan agen/perantara ilmu pengetahuan – bertugas untuk
melakukan mediasi antara mereka yang memproduksi pengetahuan dan mereka yang
membutuhkannya, dan kadang-kadang mengemas ulang atau menambah nilai
pengetahuan yang ada pada topik tertentu. Akan tetapi Sistem Inovasi Pertanian
menjadi lebih kompleks: proses pertanian dan tuntutan pemangku kepentingan
telah berubah serta teknologi informasi menjadi lebih menonjol. Hal ini telah membawa tantangan baru, seperti
meningkatnya biaya, memperlebar jurang antara mereka yang memiliki pengetahuan
baru dan mereka yang membutuhkannya.
Minggu, 10 Juli 2016
Pendekatan yang salah terhadap dampak riset
Wabah demam Rift Valley (sejenis demam yang terjadi akibat serangan
virus zoonosis hewan ternak) di Uganda menununjukkan pelajaran penting bagi
pemikiran saat ini tentang pentingnya investasi dalam penelitian untuk
pembangunan global. Apa yang terjadi di Uganda cukup familiar - pelajaran yang
sama telah datang sebelumnya. Langkah-langkah pengendalian epidemiologi yang
dirancang untuk membatasi penyebaran penyakit tidak sepenuhnya mempertimbangkan
realitas bagi masyarakat yang terkena dampak. Dalam hal ini, apa yang harus
dimakan oleh masyarakat miskin pedesaan, atau usahatani, jika penjualan susu
dan daging dilarang? Juga saluran komunikasi resmi yang digunakan untuk membangkitkan
alarm kesehatan masyarakat, bukan tokoh masayarakat yang dipercaya. Dalam diskusi tentang ilmu untuk pembangunan,
ada sering disebut riset kontekstual sehingga dapat memiliki dampak dan nilai
riset seperti itu tampak jelas. Jadi, mengapa kesalahan ini terus terjadi? Pertanyaannya
tersebut sangat penting, bukan hanya karena menyangkut mata pencaharian dan
nyawa yang dipertaruhkan, tetapi juga karena tren dalam pendanaan riset
cenderung meningkatkan frekuensi kesalahan tersebut. Ironisnya, meningkatnya
kepedulian lembaga pembangunan dengan dampaknya justru menambah kendala untuk mempelajari
apa yang dapat memberikan hasil.
Langganan:
Postingan (Atom)