Kerusuhan yang melanda Afrika pada tahun 2007
dan 2008 dalam menanggapi mahalnya harga bahan pokok makanan membawa dampak
kekurangan pangan. Foto/video kerusuhan menjadi tontonan dunia dan konsekuensi dari ketidakstabilan tersebut
menjadi topik utama perdebatan politik dengan pertanyaan yang telah menjadi
perhatian adalah: bagaimana kita dapat memastikan semua orang memiliki akses ke
makanan dan nutrisi yang cukup dan aman?. Ketahanan pangan merupakan isu yang menyentuh
semua aspek dari agenda pembangunan mulai dari pertanian dan pengelolaan
lingkungan sampai ke sektor ekonomi, tata kelola pemerintahan dan kesetaraan
sosial. Hal ini juga merupakan tantangan tanpa solusi sederhana.
Tapi suatu hal yang jelas. Jika produksi
makanan naik 70 persen pada tahun 2050 dapat memberi makan jumlah populasi yang
meningkat, sebagai prediksi dari FAO bahwa upaya ini harus dilakukan. Bagaimana
untuk mencapai lompatan jumlah produksi pangan yang berkelanjutan tersebut
merupakan "salah satu pertanyaan besar", kata Sieg Snapp, seorang
profesor bidang tanah dan sitem tanaman di Michigan State University di Amerika
Serikat. Diperkirakan sekitar sepuluh miliar orang akan hidup di bumi pada
tahun 2050. Peningkatan produksi pangan diperlukan untuk memberi makan kepada mereka
ketika sumber daya untuk membudidayakan tanaman pangan terdesak oleh
urbanisasi, degradasi lingkungan dan persaingan lahan untuk biofuel dan ternak.
Selama Revolusi Hijau dari abad terakhir, ilmu pengetahuan dan teknologi
memiliki efek transformatif pada pertanian. Namun pada abad ke-21, apakah
keduanya masih merupakan kunci untuk keamanan pangan jangka panjang? Atau akan menjadi
solusi terhadap kerawanan pangan yang ditemukan dalam perubahan struktural,
politik dan sosial yang lebih dalam?
Jangan
mengurangi produksi serealia
Menurut FAO, lebih dari 2,3 miliar ton sereal
diproduksi setiap tahun. Mereka bertanggung jawab, baik secara langsung maupun
tidak langsung sekalipun pakan ternak dan sebagian besar kalori yang dikonsumsi
manusia. Menurut FAO, gandum, jagung dan beras bertanggung jawab untuk sekitar
setengah dari kalori tersebut dan 40 persen dari protein yang dikonsumsi di
negara berkembang. Snapp menyatakan bahwa meskipun sereal mungkin merupakan
titik berat produksi pertanian, ada pengakuan yang berkembang bahwa komoditas
serealia sendiri tidak dapat sepenuhnya diandalkan untuk memberi makan dunia.
Pengukuran secara tradisional tentang
ketahanan pangan hanya fokus pada akses ke kalori dan tidak mengakui pentingnya
mengkonsumsi berbagai nutrisi. Sebaliknya, kata Snapp, mereka memprioritaskan
sistem monokultur yang bertujuan untuk memaksimalkan hasil tanaman serealia dan
menyebabkan pola makan kekurangan berbagai protein dan mikronutrien. Jika dunia
terus memproduksi tanaman monokultur, akan mengakibatkan dampak serius pada
lingkungan, makanan dan keamanan gizi. Langkah yang paling penting menuju
perbaikan pola makan masyarakat, khususnya petani miskin adalah mendorong
mereka untuk menghasilkan berbagai tanaman pada setiap lahan usahatanimua serta
varietas yang berbeda pada masing-masing tanaman tersebut.
Menurut riset para ahli, para petani Afrika menanam
tanaman penambat nitrogen seperti kedelai, kacang tanah dan kacang gude selama satu
tahun, diikuti oleh tanaman jagung monokultur pada tahun berikutnya, hasilnya
setara dengan menanam jagung secara monokultur, tetapi dengan 50 persen
kandungan protein yang lebih banyak dan hanya menggunakan pupuk setengah dari
jumlah. Menurut Snapp, petani dengan mudah akses ke berbagai varietas tanaman
modern dan tradisional akan lebih mampu menghadapi tekanan lingkungan, seperti
kekeringan atau banjir, yang intensitasnya
akan meningkat akibat pemanasah iklim. Ilmu pengetahuan memiliki peran untuk
menguji dan menyebarkan strategi ini, tetapi kurangnya dukungan politik dapat
mencegah inovasi tersebut berkembang luas. Keanekaragaman tanaman dalam
usahatani kecil memiliki peran penting untuk memenuhi gizi, keamanan pangan, kebutuhan
obat-obatan dan hal ini layak layak menjadi perhatian yang jauh lebih besar oleh
pembuat kebijakan dan para ilmuwan.
Ataukah
upaya diversifikasi tahap berikutnya?
Diversifikasi tanaman penting, tetapi fokus riset
tidak harus bergeser dari meningkatkan "pilar produksi pangan", kata
Hans-Joachim Braun, direktur Program Gandum Global dari CIMMYT. Menanam tanaman
sereal secara lebih efisien sangat penting untuk membebaskan lahan dari
budidaya yang berlebihan dengan tanpa mengurangi total kalori yang diproduksi. Kita
harus meningkatkan produksi (sereal) jauh lebih cepat dari pertumbuhan penduduk
dan selanjutnya kita dapat melakukan diversifikasi sistem tanam sesuai
kebutuhan. Ilmu pengetahuan juga penting untuk meningkatkan kualitas, bukan
hanya kuantitas serealia saja dengan meningkatkan konsentrasi zat gizi mikro
seperti seng dan besi. Menurut Braun, kelaparan tersembunyi yang disebabkan
oleh kurangnya mikronutrien, tidak dapat diselesaikan sendiri melalui perbaikan
tanaman, namun demikian kegagalan program fortifikasi di banyak negara
berkembang juga mengalami kegagalan. Ternak juga merupakan sumber penting dari
nutrisi dan sebagian orang di seluruh dunia yang makan lebih banyak daging, telah
menemukan cara yang efisien untuk memelihara ternak yang tidak bersaing dengan usaha
pertanian yang menjadi prioritas.
Salah satu inovasi dalam hal ini adalah
modifikasi genetik pada kapas yang memiliki bibit bebas dari racun yang
biasanya mencegah pemanfaatan limbah biji kapas kaya protein yang digunakan
sebagai pakan dalam budidaya ikan, dan ternak babi dan unggas. Jika metode ini
dianggap aman untuk konsumsi manusia, tim internasional di balik riset tersebut
percaya bahwa produksi protein dapat memenuhi kebutuhan protein dari 500 juta
orang. Para peneliti juga mencari pilihan lain melalui teknik pengembangan
untuk meningkatkan serangga pada makanan dan kotoran manusia, guna menumbuhkan
jaringan protein di laboratorium.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar