Sistem pertanian
dunia menghadapi tantangan yang besar, yaitu harus memenuhi
kebutuhan penduduk tahun
2050 yang
akan mencapai 9,6 milyar, memberikan peluang
ekonomi bagi ratusan juta orang miskin di pedesaan yang bergantung pada
pertanian, dan sekaligus mengurangi dampak lingkungan, termasuk degradasi
ekosistem dan tingginya emisi
gas rumah kaca (Searchinger et all, 2013).
Disisi lain, ada konsesus tidak tertulis yang tersebar luas,
bahwa petani harus menghasilkan lebih banyak pangan per unit lahan, air dan
bahan kimia pertanian. Namun demikian, petani tidak dapat melakukan dengan cara
yang sama seperti biasanya. Mereka harus memproduksi pangan dengan kondisi
adanya gangguan dari dampak perubahan iklim, gejolak harga produk, pergeseran
kebutuhan gizi, dan meningkatnya kelangkaan faktor fisik produksi pangan.
Pertanian telah memberikan dampak besar terhadap kritisnya sumberdaya di dunia.
Untuk itu, petani harus memproduksi pangan sambil memastikan terus memelihara berbagai
faktor produksi yang disediakan oleh lingkungan. Jika tidak, kita akan
mendegradasi sumberdaya alam yang tersedia dan menguras kemampuan untuk
menghasilkan pangan yang cukup. Harapan ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi
para ahli pertanian dunia dan keseluruhan hasil akhir sangat tergantung kepada respon
jutaan petani skala kecil dan petani skala sedang. Orientasi produksi pangan
saat ini sudah kadaluarsa dan tidak tanggap terhadap kebutuhan kita, khususnya
lingkungan dan sumberdaya alam. Walaupun produksi pangan dalam kondisi kritis,
hal ini bukan hanya sekedar menyediakan pangan. Kita perlu pendekatan baru yang
mendesak, khususnya dalam hal kebijakan yang memperhatikan dampak lingkungan serta
mempertimbangkan konsukensi sosial dari berkembangan sistem pangan kita (Giovannucci, et all, 2012).
Sabtu, 28 Februari 2015
Senin, 23 Februari 2015
12 Langkah Memperkuat Ketahanan Pangan dan Nutrisi
Hubungkan
usahatani dengan pangan yang sehat. Penting jika sektor pertanian
dan nutrisi berkerjasama dalam upaya meningkatkan produksi pangan berkelanjutan
dan berkualitas. Di seluruh rantai pertanian terdapat peluang untuk membuat
pangan lebih bernutrisi yaitu dari pemilihan benih dan teknik budidaya sampai
dengan prosesing serta membawa produknya ke pasar.
Dukung
petani wanita. Saat ini, wanita tani menghasilkan lebih
dari separo pangan yang ditanam di seluruh dunia. Namun, para petani skala
kecil (termasuk wanita tani) hanya menerima kredit kurang dari 10%, pelayanan
penyuluhan hanya menerima kredit 7%, dan para pemilik lahan hanya menerima
kredit kurang dari 1%. FAO memperkirakan bahwa jika wanita tani memiliki akses
yang sama dengan petani pria, hasil pertanian di 34 negara berkembang akan
meningkat sekitar 4%. Hal ini akan menurunkan jumlah penduduk yang kurang gizi
di negara tersebut sekitar 17% dan sekitar 150 juta penduduk yang mengalami
kelaparan.
Kamis, 19 Februari 2015
Limbah Makanan = 1/3 Produksi Pangan Dunia!!!
Di Seattle, Amerika Serikat, Dewan Kota akan
menerapkan peraturan daerah yaitu denda bagi rumah tangga atau perusahaan yang
membuang sisa makanan. Besarnya denda adalah $ 1 (£ 0,61) untuk rumah tangga,
sedangkan sejumlah apartemen dan usaha lainnya sebesar $ 50, jika terdapat 10%
sisa makanan dari sampah mereka. Sementara itu, Organisasi
Pangan dan Pertanian FAO memperkirakan manusia di dunia telah membuang sisa
makanan sekitar 33% dari total produksi pangan dunia (makanan pokok, buah dan
sayuran, dll.). Sedangkan di Amerika Serikat, sisa makanan yang terbuang
sekitar 40%. Jika diterjemahkan dalam input dan output sistem pangan kita,
jumlah sisa makanan yang terbuang tersebut setiap tahunnya menggunakan
sumberdaya alam sangat besar yaitu menggunakan 25% air bersih, 31% lahan
pertanian, 30% pupuk, dan menyebabkan emisi gas rumah kaca setara 33 juta
mobil, serta 21% di tempat pembuangan sampah. Jika diuangkan, mencapai kehilangan
anggaran negara sebesar US$ 165 juta per tahunnya. Sungguh fantastis dan sangat
disayangkan!!!. Padahal, jumlah makanan yang terbuang tersebut dapat
dimanfaatkan untuk memberi makan penduduk miskin dunia yang menderita
kelaparan. Ketika pemerintah, para ahli pertanian dan petani memfokuskan upayanya
untuk memproduksi pangan besar-besaran, pada saat yang sama sebaiknya kita mengkonsumsi
pangan secara bijak guna mengatasi kelaparan sebagian penduduk dunia.
Senin, 16 Februari 2015
Bagaimana Pertanian Organik Menyediakan Pangan Penduduk Dunia?
Manfaat pertanian organik bagi kesehatan
manusia sudah diakui dunia. Produk tanaman organik mengandung sejumlah antioksidan tertentu (vitamin C,
polifenol dan flavonoid) dan mineral, serta memiliki
kandungan bahan kering yang lebih
tinggi dibanding produk tanaman dari pertanian
konvensional. Selain itu, kandungan residu pestisida,
nitrat dan kontaminasi logam berat yang lebih rendah dibandingkan dengan yang
konvensional (Györéné, Vargaand Lugasi in 2006). Tetapi dalam
menghadapi harga pangan terus meningkat dan populasi penduduk dunia mencapai 9
milyar orang pada tahun 2050, sering timbul pertanyaan apakah pertanian organik
dapat membantu ketahanan pangan dunia?. Bagaimana menyediakan pangan dunia
merupakan isu besar yang tidak hanya menyangkut masalah bagaimana pangan
diproduksi, pangan apa yang diproduksi, dimana dan siapa yang memproduksi,
serta siapa yang memiliki akses ke lahan pertanian, teknologi dan pengetahuan
untuk memproduksinya, bagaimana pangan diperdagangkan, serta siapa yang mampu
membeli pangan (UNEP-UNCTAD, 2008)?. Dalam
konteks ini, bukan untuk mengatasi semua permasalahan tersebut, tetapi ingin lebih
memahami adanya perubahan besar yaitu 1) bagaimana kita memproduksi dan
mengkonsumsi pangan, 2) perlunya pengembangan usahatani subsisten dan pasar
lokal di dunia bagian selatan, 3) perlunya aksi untuk menghilangkan limbah
makanan, yang diperkirakan sebesar 1/3 dari semua pangan yang diproduksi dunia,
dan 4) adanya perubahan pola makan
penduduk dunia bagian utara agar lebih sehat dan melesatarikan planet bumi usual’
(Niggli, U., 2011).
Rabu, 11 Februari 2015
Bagaimana Memberi Makan 9 Milyar Orang?
Penduduk dunia saat ini sekitar 7,2 milyar
orang dan diperkirakan akan mencapai 9,1 milyar tahun 2050, dan peningkatan
seluruh populasi tersebut akan terjadi di negara-negara berkembang. Untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk tersebut,
produksi pangan dunia harus meningkat sebesar 60% dan produksi pangan di negara
berkembang harus meningkat dua kali lipat. Produksi serealia dunia harus ditingkatkan
dari produksi saat ini yang mencapai 2,1 milyar ton menjadi 3 milyar ton pada
tahun 2050, sedangkan produksi daging harus ditingkatkan sebesar 200 juta ton
guna mencapai 470 juta ton. Data FAO
menunjukkan bahwa untuk meningkatkan produksi pangan dunia dua kali lipat,
diperlukan investasi biaya rata-rata setiap tahun sebesar 83 milyar $ US,
termasuk saran teknisi dan ekonomi kepada pemerintah mengenai kebijakan dan
legislasi yang berpengaruh terhadap investasi dan pengembangan kapasitas swasta
dan publik untuk merancang strategi pembangunan sesuai prioritas nasional. Produksi
pertanian perlu ditingkatkan dan bersamaan dengan itu akan meningkat pula
dampak negatif dari emisi gas rumah kaca dari tanaman dan ternak, kehutanan dan
perikanan serta penggunaan lahan terhadap lingkungan dan perubahan iklim.
Minggu, 08 Februari 2015
7 Opsi Peningkatan Ketahanan Pangan
Permintaan pangan akan
terus meningkat sampai tahun 2050 yang disebabkan 1) meningkatnya populasi
dengan tambahan penduduk sekitar 2,7 milyar orang, 2) meningkatnya pendapatan
dan 3) meningkatnya konsumsi daging. Pada abad yang lalu, produksi pangan dunia
juga terus meningkat akibat meningkatnya hasil tanaman per satuan luas yang
disebabkan pemanfaatan irigasi dan pupuk serta adanya perluasan lahan tanaman
pangan, tetapi dengan sedikit mempertimbangkan efisiensi energi pangan. Pada
dekade terakhir, hasil tanaman pangan serealia mulai melandai dan hasil
perikanan menurun. Hal ini disebabkan kecilnya investasi untuk pembangunan
pertanian yang menyebabkan peningkatan hasil tanaman mulai melandai. Disisi
lain, masih belum ada kepastian, apakah peningkatan hasil tanaman dapat dipertahankan sesuai dengan
meningkatnya permintaan pangan. Selain itu, proyeksi peningkatan produksi
sampai 50% untuk memenuhi kebutuhan penduduk tahun 2050 belum mempertimbangkan
kehilangan hasil dan lahan pertanian sebagai akibat degradasi lingkungan.
Kamis, 05 Februari 2015
Pertanian dan Ekonomi Hijau
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu keharusan
guna menghadapi populasi dunia tahun 2050 yang mencapai 9 milyar orang dan
adanya tren perubahan gaya hidup sejumlah penduduk dunia. Tetapi, bagaimana
menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi tersebut dengan sumberdaya alam yang
kondisinya mengkawatirkan?. Dari kondisi tersebut, para ekonom dunia mulai
melihat visi alternatif yang dikenal dengan ‘ekonomi hijau”. Gagasan ekonomi
hijau pertama kali dimunculkan oleh UNEP
tahun 2008. Istilah ekonomi hijau muncul untuk merespon krisis finansial dunia
dan membawa ide bahwa kapitalisme hanya dapat bermanfaat bagi kemanusiaan di
masa depan jika pasar lebih berbasis pada keberlanjutan lingkungan dan sosial
dibanding era sebelumnya (Vermeulen, S., 2012). Ekonomi hijau
adalah sebuah rezim ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan manusia dan
kesetaraan sosial, sekaligus mengurangi risiko lingkungan secara signifikan.
Ekonomi Hijau juga berarti perekonomian yang rendah atau tidak menghasilkan
emisi karbon dioksida dan polusi lingkungan, hemat sumber daya alam dan
berkeadilan sosial (Wikipedia Indonesia, UNEP, 2011).
Senin, 02 Februari 2015
Inovasi Untuk Masa Depan
Masalah mendasar
yang mengganggu stabilias nasional,
khususnya masalah penyediaan pangan dunia, adalah 1) meningkatnya populasi
penduduk dunia, 2) meningkatnya rata-rata umur hidup penduduk di beberapa
negara (Jepang, Itali, dan beberapa negara lain), 3) meningkatnya urbanisasi
(sekitar 50% penduduk tinggal di perkotaan), 4) meningkatnya permintaan pangan,
baik kuantitas maupun kualitas, dan 5) menurunnya ketersediaan lahan pertanian
terus berlanjut. Fakta lain yang
menambah permasalahan tersebut dan harus diatasi oleh semua negara
adalah beberapa negara terus mengimpor pangan, sekitar 1 milyar penduduk
mengalami kelaparan, 1 milyar penduduk lainnya mengalami kekurangan gizi, dan hanya beberapa negara yang mengekspor
pangan ke negara lain. Permasalahan tersebut merupakan tantangan bagi
pemerintahan negara-negara di dunia untuk segera dapat diatasi, khususnya para
ahli pertanian dunia. Oleh karena itu, perlu adanya alokasi anggaran besar untuk
investasi dibidang riset pertanian serta dukungan kebijakan yang difokuskan
untuk mengatasi masalah penyediaan pangan nasional dan dunia.
Langganan:
Postingan (Atom)