Dalam beberapa dekade
terakhir, ekonomi sistem pangan telah berubah secara dramatis. Jutaan lahan
pertanian telah dilipatgandakan menjadi lebih besar sebagai akibat kebijakan
pemerintah, kegiatan pertanian menjadi lebih intensif, seperti halnya model usaha peternakan untuk memproduksi daging,
telur dan susu. Sejumlah perusahaan, seperti produsen benih, prosesor daging
dan susu, serta toko pengecer, saat ini telah mendominasi sebagian besar aspek
sistem pangan, memberi mereka kekuasaan yang sangat besar untuk mengontrol
pasar dan harga, dan memungkinkan mereka untuk mempengaruhi regulasi pangan dan
pertanian. Bagian terbesar dari agribisnis ini mempraktekkan monopoli,
mengendalikan apa yang konsumen bisa makan, apa yang mereka bayar untuk bahan
makanan dan berapa harga yang diterima petani untuk tanaman dan ternak mereka.
Pendukung model
industri baru ini membanggakan adanya "efisiensi" dan memuji kemampuan
untuk menghasilkan sejumlah besar makanan murah. Analisis ini, bagaimanapun
juga gagal untuk memperhitungkan banyak biaya tersembunyi, seperti halnya penurunan
ekonomi pedesaan dan mata pencaharian petani, kerusakan lingkungan dan konsekuensinya
terhadap kesehatan masyarakat. Sebuah panel ahli (Pew Commission onIndustrialized Farm Animal Production) tahun 2008 membuat laporan
yang ditujukan terhadap "konsekuensi yang tidak diinginkan dari produksi
ternak". Inti dari laporan tersebut adalah ketika meningkatkan kecepatan
produksi ternak, sistem produksi ternak dengan kandang intensif telah menciptakan
sejumlah masalah. Masalah tersebut termasuk a) kontribusi terhadap meningkatnya
bakteri resisten antibiotik yang disebabkan penggunaan antibiotik yang
berlebihan, b) masalah kualitas udara, c) kontaminasi air sungai, saluran air,
dan perairan pesisir dengan konsentrasi kontoran hewan, d) masalah
kesejahteraan hewan, terutama kandang ternak yang padat populasi, dan e)
perubahan signifikan struktur sosial dan
ekonomi dari banyak wilayah
pertanian di seluruh negera.
Ekonomi pedesaan
Di antara biaya
tersembunyi dari industri produksi pangan adalah dampaknya pada usahatani skala
kecil dan masyarakat pedesaan, yang meliputi hilangnya hampir empat juta usahatani
di Amerika Serikat sejak tahun 1930-an. Usahatani berkelanjutan mendukung ekonomi lokal dengan
menyediakan pekerjaan bagi anggota masyarakat dan membeli pasokan dari bisnis
lokal. Sebuah studi dari University of
Minnesota menunjukkan bahwa usahatani
skala kecil dengan pendapatan kotor sebesar $ 100.000 atau kurang membuat hampir
95 persen dari pengeluaran komunitas lokal mereka yang terkait dengan produk pertanian.
Studi tersebut menunjukkan bahwa meskipun kecil dan bersifat lokal serta
dimiliki sendiri, usahatani mereka memiliki efek multiplier yaitu untuk setiap
dolar yang dihabiskan untuk usahatani, persentase yang tetap dalam perekonomian
lokal, berkontribusi terhadap kesehatan ekonomi masyarakat. Usaha peternakan
menggunakan tenaga kerja sesedikit mungkin dan sering membeli peralatan,
perlengkapan, dan pakan ternak dari konglomerat pertanian yang membeli produk
mereka. Universitas Minnesota menemukan bahwa usahatani skala besar dengan
pendapatan kotor lebih dari $ 900.000 hanya membuat kurang dari 20% pengeluaran
lokal yang terkait dengan produk pertanian. Industri pertanian sering pemiliknya
tidak berada di lokasi sehingga keuntungannya dikirim ke luar kota/daerah.
Mitos
efisiensi perekonomian
Bahkan ketika biaya
tersembunyi dari industri pertanian diabaikan, industri pertanian sering kurang
efisien dalam memproduksi pangan dibanding usahatani skala kecil atau usahatani
berkelanjutan. Sementara itu, usahatani skala besar dengan tanaman monokultur
dapat memproduksi output yang besar per tenaga kerja, sedangkan usahatani
berkelanjutan menghasilkan lebih banyak pangan per satuan luas lahan pertanian.
Dengan kata lain, usahatani berkelanjutan membutuhkan lebih banyak tenaga kerja
dan menciptakan banyak lapangan kerja , serta dapat memberi makan lebih baik
dari lahan pertanian skala kecil dibanding usaha pertanian skala besar.
Meskipun telah berlangsung puluhan tahun, usaha pertanian skala besar atau industri pertanian belum mampu mengatasi
kelaparan di seluruh dunia. Sebaliknya, malah membudayakan konsumsi yang
berlebihan bagi sebagain penduduk dunia, terutama di Amerika Serikat, dimana
sejumlah besar pangan/makanan terbuang di tempat sampah, dan pada saat yang
sama tumbuhnya epidemi obesitas pada sebagain penduduk dunia. Sementara itu,
sebuah studi dari Universitas Essex menemukan bahwa produktivitas pertanian
berkelanjutan meningkat rata-rata 93% pada sembilan juta usahatani di wilayah Sahel
Afrika, pegungunan Andes, hutan hujan
Asia Tenggara, dan wilayah negara lain di mana usahatani yang tergantung bahan
kimia sintetik mengalami kegagalan. Banyak pemerintahan negara-negara barat dan
yayasan internasional yang berusaha memperkenalkan industri pertanian ke
wilayah Afrika, seperti yang dilaporkan oleh Afiliasi internasional dari PBB
yang didukung 58 negara di dunia dan disiapkan oleh sekitar 400 ahli
internasional yang menyarankan kontradiktif yaitu metode pertanian organik
rendah input yang dapat meningkatkan hasil petani Afrika dua kali lipat.
Subsidi
Dalam perdebatan
kebijakan publik, subsidi pertanian memiliki kecacatan tetapi merupakan bagian
penting dari sistem pendukung pemerintah untuk petani. Usahatani merupakan
bisnis yang tidak seperti bisnis pada umumnya, karena sebagian besar petani
sangat tergantung kepada perbankan secara tahunan untuk meminjam modal uang
yang digunakan untuk membiayai usahataninya dengan harapan panen mereka dapat menghasilkan
keuntungan. Karena cuaca, serangan hama penyakit, dan spekulasi keuangan, maka
usahatani juga merupakan bisnis yang sangat bergejolak. Untuk alasan ini,
usahatani sangat bergantung kepada pemerintah agar dapat menyediakan jaring
pengaman. Subsidi komoditas dapat mengatasi harapan ini, akan tetapi saat ini
memiliki efek menopang sebuah sistem yang dirancang untuk mendorong kelebihan produksi
komoditas, memasok jagung dan kedelai
dengan harga murah yang menggerakan
pabrik pertanian dan keuntungan perusahaan. Dengan menghilangkan subsidi tidak
akan memecahkan masalah pertanian karena petani sangat bergantung pada sistem
dukungan pemerintah untuk mengangkat mereka pada musim-musim yang buruk.
Pendekatan kebijakan yang lebih baik akan mengatur harga dasar untuk petani,
menciptakan semacam upah minimum, sementara juga membangun sistem cadangan komoditas
tanaman. Hal ini akan memungkinkan pemerintah untuk mengelola pasokan (dan
harga) dengan melepaskan cadangan produksi ke pasar ketika terjadi panen yang
buruk dan membeli kelebihan panen ketika panen yang baik. Mengurangi
volatilitas di pasar komoditas akan membantu petani menghindari kecenderungan
alami mereka untuk menanam pada setiap inci lahannya dan dapat mengurangi produksi
berlebihan yang memungkinkan pedagang/pabrik pengolahan pangan membeli
komoditas petani dengan harga rendah.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar