Social Icons

Pages

Senin, 15 Juni 2015

Ekonomi Pangan (Bagian 1)



Dalam beberapa dekade terakhir, ekonomi sistem pangan telah berubah secara dramatis. Jutaan lahan pertanian telah dilipatgandakan menjadi lebih besar sebagai akibat kebijakan pemerintah, kegiatan pertanian menjadi lebih intensif, seperti halnya model  usaha peternakan untuk memproduksi daging, telur dan susu. Sejumlah perusahaan, seperti produsen benih, prosesor daging dan susu, serta toko pengecer, saat ini telah mendominasi sebagian besar aspek sistem pangan, memberi mereka kekuasaan yang sangat besar untuk mengontrol pasar dan harga, dan memungkinkan mereka untuk mempengaruhi regulasi pangan dan pertanian. Bagian terbesar dari agribisnis ini mempraktekkan monopoli, mengendalikan apa yang konsumen bisa makan, apa yang mereka bayar untuk bahan makanan dan berapa harga yang diterima petani untuk tanaman dan ternak mereka.

Pendukung model industri baru ini membanggakan adanya  "efisiensi" dan memuji kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar makanan murah. Analisis ini, bagaimanapun juga gagal untuk memperhitungkan banyak biaya tersembunyi, seperti halnya penurunan ekonomi pedesaan dan mata pencaharian petani, kerusakan lingkungan dan konsekuensinya terhadap kesehatan masyarakat. Sebuah panel ahli (Pew Commission onIndustrialized Farm Animal Production) tahun 2008  membuat laporan yang ditujukan terhadap "konsekuensi yang tidak diinginkan dari produksi ternak". Inti dari laporan tersebut adalah ketika meningkatkan kecepatan produksi ternak, sistem produksi ternak dengan kandang intensif telah menciptakan sejumlah masalah. Masalah tersebut termasuk a) kontribusi terhadap meningkatnya bakteri resisten antibiotik yang disebabkan penggunaan antibiotik yang berlebihan, b) masalah kualitas udara, c) kontaminasi air sungai, saluran air, dan perairan pesisir dengan konsentrasi kontoran hewan, d) masalah kesejahteraan hewan, terutama kandang ternak yang padat populasi, dan e) perubahan signifikan struktur sosial dan ekonomi dari banyak wilayah pertanian di seluruh negera.

Ekonomi pedesaan
Di antara biaya tersembunyi dari industri produksi pangan adalah dampaknya pada usahatani skala kecil dan masyarakat pedesaan, yang meliputi hilangnya hampir empat juta usahatani di Amerika Serikat sejak tahun 1930-an. Usahatani  berkelanjutan mendukung ekonomi lokal dengan menyediakan pekerjaan bagi anggota masyarakat dan membeli pasokan dari bisnis lokal. Sebuah studi  dari University of Minnesota menunjukkan bahwa  usahatani skala kecil dengan pendapatan kotor sebesar $ 100.000 atau kurang membuat hampir 95 persen dari pengeluaran komunitas lokal mereka yang terkait dengan produk pertanian. Studi tersebut menunjukkan bahwa meskipun kecil dan bersifat lokal serta dimiliki sendiri, usahatani mereka memiliki efek multiplier yaitu untuk setiap dolar yang dihabiskan untuk usahatani, persentase yang tetap dalam perekonomian lokal, berkontribusi terhadap kesehatan ekonomi masyarakat. Usaha peternakan menggunakan tenaga kerja sesedikit mungkin dan sering membeli peralatan, perlengkapan, dan pakan ternak dari konglomerat pertanian yang membeli produk mereka. Universitas Minnesota menemukan bahwa usahatani skala besar dengan pendapatan kotor lebih dari $ 900.000 hanya membuat kurang dari 20% pengeluaran lokal yang terkait dengan produk pertanian. Industri pertanian sering pemiliknya tidak berada di lokasi sehingga keuntungannya dikirim ke luar kota/daerah.

Mitos efisiensi perekonomian
Bahkan ketika biaya tersembunyi dari industri pertanian diabaikan, industri pertanian sering kurang efisien dalam memproduksi pangan dibanding usahatani skala kecil atau usahatani berkelanjutan. Sementara itu, usahatani skala besar dengan tanaman monokultur dapat memproduksi output yang besar per tenaga kerja, sedangkan usahatani berkelanjutan menghasilkan lebih banyak pangan per satuan luas lahan pertanian. Dengan kata lain, usahatani berkelanjutan membutuhkan lebih banyak tenaga kerja dan menciptakan banyak lapangan kerja , serta dapat memberi makan lebih baik dari lahan pertanian skala kecil dibanding usaha pertanian skala besar. Meskipun telah berlangsung puluhan tahun, usaha pertanian skala besar  atau industri pertanian belum mampu mengatasi kelaparan di seluruh dunia. Sebaliknya, malah membudayakan konsumsi yang berlebihan bagi sebagain penduduk dunia, terutama di Amerika Serikat, dimana sejumlah besar pangan/makanan terbuang di tempat sampah, dan pada saat yang sama tumbuhnya epidemi obesitas pada sebagain penduduk dunia. Sementara itu, sebuah studi dari Universitas Essex menemukan bahwa produktivitas pertanian berkelanjutan meningkat rata-rata 93% pada sembilan juta usahatani di wilayah Sahel Afrika, pegungunan  Andes, hutan hujan Asia Tenggara, dan wilayah negara lain di mana usahatani yang tergantung bahan kimia sintetik mengalami kegagalan. Banyak pemerintahan negara-negara barat dan yayasan internasional yang berusaha memperkenalkan industri pertanian ke wilayah Afrika, seperti yang dilaporkan oleh Afiliasi internasional dari PBB yang didukung 58 negara di dunia dan disiapkan oleh sekitar 400 ahli internasional yang menyarankan kontradiktif yaitu metode pertanian organik rendah input yang dapat meningkatkan hasil petani Afrika dua kali lipat.

Subsidi
Dalam perdebatan kebijakan publik, subsidi pertanian memiliki kecacatan tetapi merupakan bagian penting dari sistem pendukung pemerintah untuk petani. Usahatani merupakan bisnis yang tidak seperti bisnis pada umumnya, karena sebagian besar petani sangat tergantung kepada perbankan secara tahunan untuk meminjam modal uang yang digunakan untuk membiayai usahataninya dengan harapan panen mereka dapat menghasilkan keuntungan. Karena cuaca, serangan hama penyakit, dan spekulasi keuangan, maka usahatani juga merupakan bisnis yang sangat bergejolak. Untuk alasan ini, usahatani sangat bergantung kepada pemerintah agar dapat menyediakan jaring pengaman. Subsidi komoditas dapat mengatasi harapan ini, akan tetapi saat ini memiliki efek menopang sebuah sistem yang dirancang untuk mendorong kelebihan produksi komoditas,  memasok jagung dan kedelai dengan harga murah  yang menggerakan pabrik pertanian dan keuntungan perusahaan. Dengan menghilangkan subsidi tidak akan memecahkan masalah pertanian karena petani sangat bergantung pada sistem dukungan pemerintah untuk mengangkat mereka pada musim-musim yang buruk. Pendekatan kebijakan yang lebih baik akan mengatur harga dasar untuk petani, menciptakan semacam upah minimum, sementara juga membangun sistem cadangan komoditas tanaman. Hal ini akan memungkinkan pemerintah untuk mengelola pasokan (dan harga) dengan melepaskan cadangan produksi ke pasar ketika terjadi panen yang buruk dan membeli kelebihan panen ketika panen yang baik. Mengurangi volatilitas di pasar komoditas akan membantu petani menghindari kecenderungan alami mereka untuk menanam pada setiap inci lahannya dan dapat mengurangi produksi berlebihan yang memungkinkan pedagang/pabrik pengolahan pangan membeli komoditas petani dengan harga rendah.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates