Social Icons

Pages

Sabtu, 04 Juli 2015

Membuat Pangan Masa Depan Berkelanjutan (Bagian 1)




Sistem pertanian dunia menghadapi tindakan penyeimbangan yang besar. Untuk memenuhi kebutuhan penduduk dunia yang berbeda, secara bersamaan dunia harus menghasilkan jauh lebih banyak pangan untuk 9,6 milyar orang pada tahun 2050, memberikan peluang ekonomi bagi ratusan juta orang miskin di pedesaan yang mata pencahariannya bergantung pada pertanian, dan mengurangi dampak lingkungan termasuk degradasi ekosistem dan tingginya emisi gas rumah kaca. Laporan dari Searchinge dkk. (2013) memberikan analisis awal tentang lingkup tantangan dan prospek teknis cara membuat pangan masa depan berkelanjutan.

Kesenjangan pangan dan implikasinya terhadap keamanan pangan, emisi gas rumah kaca dan lingkungan

Kelaparan dan lingkup kesenjangan pangan. Lebih dari 800 juta penduduk dunia saat ini menderita rawan pangan yang berarti secara berkala menderita kelaparan. Berdasarkan proyeksi dari tim penulis, dunia menghadapi senjang 69% antara kalori tanaman yang diproduksi tahun 2006 dan jumlah kalori yang dibutuhkan pada tahun 2050. Untuk menutup kesenjangan tersebut melalui peningkatan produksi pangan saja, total produksi pangan perlu ditingkatkan lebih besar dari 2006 sampai 2050 dibanding jumlah produksi dari tahun 1962 sampai 2006 yaitu sekitar 11% peningkatannya. Pada periode yang sama, produksi susu dan daging perlu ditingkatkan 40% lebih tinggi dibanding produksi pada tahun 1962 sampai 2006. Jika penduduk kaya di dunia mengkonsumsi daging dan produk pangan lain yang diproduksi dengan sumberdaya intensif, maka kesenjangan pangan menjadi sempit. Namun, karena penduduk kaya berkompetisi dengan penduduk miskin pada waktu ketersediaan pangan tidak sesuai dengan permintaan, maka penduduk miskin dunia akan menderita setiap ada senjang antara permintaan dan penawaran.

Tantangan pembangunan dan kemiskinan. Sekitar 2 milyar orang berkerja di sektor pertanian dan banyak yang miskin. Untuk mengatasi kemiskinan ini, maka pertanian harus dikembangkan agar dapat memberikan peluang ekonomi bagi para petani miskin. Wanita menjadi pekerja utama di sektor pertanian di negara-negara sedang berkembang. Meningkatkan pendapatan wanita tani dapat memberikan manfaat tetapi kurang untuk menanggulangi kelaparan, maka dengan membantu wanita tani merupakan cara efektif untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan keamanan pangan.

Tantangan tata guna lahan dan keragaman hayati. Lahan pertanian dan padang rumput mengokupasi hampir 50% tanah di dunia yang tidak tertutup es/salju, air atau gurun. Ekspansi lahan pertanian dan padang rumput terus berlanjut yang merupakan sumber penyebab degaradasi lingkungan dan hilangnya keragaman hayati. Antara tahun 1962-2006, lahan pertanian dan padang rumput telah diperluas sekitar 500 juta hektar. Konversi hutan, sabana dan lahan gambut menjadi lahan pertanian memberikan kontribusi emisi gas rumah kaca global sekitar 11%.

Tantangan hasil tanaman dan padang rumput. Untuk memenuhi proyeksi kebutuhan produksi tanaman, hanya dilakukan dengan meningkatkan produksi dan tanpa memperluas areal panen tahunan. Sedangkan rata-rata hasil panen perlu meningkat lebih dari 32 persen pada periode 2006-2050 dibanding rata-rata hasil tanaman periode tahun 1962 sampai 2006. Meskipun  potensi besar tetap pada peningkatan hasil, maka mempercepat peningkatan hasil merupakan permintaan yang berlebihan. Antara 1962 dan 2006, sebagian besar petani di dunia mengadopsi benih varietas unggul dan pupuk, dan lahan sawah beririgasi dapat ditanami dua kali.  Saat ini, hanya sedikit air yang tersisa untuk memperluas irigasi, dan tidak tersedia teknologi baru yang sama dominannya seperti kurun waktu itu. Perubahan iklim mungkin juga akan menekan hasil tanaman secara signifikan, membuat kenaikan hasil tanaman menjadi lambat. Tantangan penggunaan lahan meluas ke padang rumput, yang menyumbang lebih dari 2/3 lahan pertanian di dunia. Perluasan padang rumput sedikitnya sama dengan perluasan lahan pertanian yang menyebabkan konversi hutan. Untuk memenuhi proyeksi permitaan daging dan susu dari sapi dan kambing tanpa perluasan padang rumput, maka hasil dari padang rumput per hektar perlu ditingkatkan lebih dari 80% pada tahun 2050.

Tantangan perubahan iklim. Produksi tanaman pangan dan produk ternak saat ini menyumbang emisi gas rumah kaca sampai 13% atau sekitar 6,5 giga ton setara CO2 per tahun tanpa menghitung perubahan tata guna lahan.  Bahkan dengan peningkatan efisiensi karbon dari sektor pertanian, emisi setara CO2 akan mencapai 9,5 giga ton pada tahun 2050. Jika dikombinasikan dengan perubahan tata guna lahan, maka emisi dari sektor pertanian dapat mencapai 15 giga ton pada tahun 2050. Sebagai perbandingan, untuk menahan pemanasan global sampai di bawah 2 ° Celcius, diperkirakan emisi tahunan dunia dari semua sumber harus turun ke sekitar 21-22 giga ton pada tahun 2050. Untuk mencapai target ini, sektor pertanian harus mengurangi emisi gas walaupun sedang mempercepat peningkatan produksi.

Tantangan perikanan. Ikan baik dari lautan maupun dari budidaya air tawar menyumbang 16% protein hewani pada tahun 2009 dan merupakan sumber protein hewani bagi 1,3 milyar orang di dunia. Saat ini, 57% perikanan laut telah dieksploitasi dari potensi yang tersedia dan 30% mengalami over eksploitasi dan cenderung menurun pada masa akan datang, sehingga menghalangi perbaikan manajemen perikanan. Secara global, tangkapan ikan laut mencapai puncaknya pada tahun 1990-an, selanjutnya mulai menurun, dan perlu diturunkan lebih lanjut selama periode tertentu guna memulihkan populasi ikan laut agar mencapai tingkat berkelanjutan.

Kombinasi tantangan. Berbagai tantangan tersebut berinteraksi satu dengan lainnya. Penangkapan ikan laut berlebihan akan menurunkan ikan yang dapat ditangkap. Deforestasi mungkin akan berdampak pada iklim regional dan akibatnya berdampak pada produksi pangan. Jika dibiarkan, perubahan iklim akan mengganggu pasokan pangan dunia. Bahkan pemanasan global akan berdampak besar pada negara-negara rawan pangan.

Solusi terhadap tantanganDalam membuat pangan masa depan berkelanjutan, para peneliti mengeksplorasi berbagai solusi potensial yang dapat mendekatkan kesenjangan pangan tahun 2050. Setiap solusi berkontribusi atau sedikitnya tidak mengganggu 5 kriteria kunci keberlanjutan yaitu memajukan pembangunan pedesaan, menghasilkan manfaat bagi wanita, melindungi ekosistem, menurunkan emisi gas rumah kaca dan menghindari penggunaan berlebihan dan menyebabkan polusi air tawar. Solusi tersebut dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu: 1) Solusi yang membantu menutup kesenjangan pangan dengan menurunkan pertumbuhan konsumsi pangan tetapi tetap menjaga kesejahteraan manusia; 2) Solusi yang membantu menutup kesenjangan pangan dengan meningkatkan produksi dari lahan pertanian yang ada; dan 3) Solusi yang tidak saja memproduksi pangan lebih banyak tetapi juga menurunkan dampak produksi pangan terhadap lingkungan, khususnya emisi gas rumah kaca.

Sumber:
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates