Opsi untuk menurunkan konsumsi pangan berlebihan
Para peneliti
menganalisis 5 opsi utama untuk menurunkan konsumsi pangan yang dapat
bermanfaat secara ekonomis, lingkungan dan kesehatan. Dari solusi tersebut
menunjukkan, satu bermanfaat bagi kesehatan tetapi sedikit berdampak pada
kesenjangan hasil, dua solusi cukup menantang tetapi layak, dan dua solusi yang
lain memiliki peluang besar.
Penurunan obesitas.
Dunia menghadapi epidemi obesitas dengan jumlah orang yang kelebihan berat
badan mencapai 1,4 milyar pada tahun 2008 termasuk 500 juta orang mengalami
obesitas. Walaupun pertimbangan kesehatan menjamin
upaya untuk mengatasi obesitas, mengurangi konsumsi
kalori yang berlebih hanya mengurangi 6%
kesenjangan kalori tahun 2050.
Menurunkan kehilangan dan limbah. Antara lahan sawah sampai ke garpu makan, sekitar ¼
kalori makanan hilang atau terbuang. Walaupun tinggi, data tersebut masih lebih
rendah dibanding data yang umum ditulis para peneliti yaitu 1/3 bagian makanan
yang hilang. Di negara industri, limbah konsumen menyumbang ½ dari kehilangan
pangan dan limbah. Di negara berkembang, 2/3 kehilangan makanan/pangan terjadi
pada waktu panen, pasca panen dan penyimpanan. Mengurangi kehilangan hasil ini
merupakan opsi segera dan efektif biaya untuk meningkatkan ketersediaan pangan,
khususnya di Sub Sahara Afrika. Secara umum, mengurangi kehilangan pangan dan
limbah sampai setengahnya tahun 2050 akan menurunkan kesenjangan pangan sampai
20%. Meskipun untuk mencapai tujuan ini merupakan tantangan, tetapi ada
strategi nyata untuk menurunkan kehilangan pangan dan limbah sepanjang rantai
pasokan.
Menurunkan konsumsi produk ternak yang berlebihan. Ada kasus kuat untuk beberapa konsumsi produk hewani,
termasuk daging, susu, ikan, dan telur. Makanan ini memiliki manfaat banyak
gizi, dan penduduk miskin dunia dapat
memanfaatkan keuntungan dari peningkatan konsumsi produk hewani tersebut.
Produk ternak juga menghasilkan kira-kira setengah dari semua pendapatan
pertanian di seluruh dunia, termasuk pendapatan cukup penting bagi sejumlah
besar petani kecil. Namun, sebagian besar orang di dunia mengonsumsi lebih
banyak susu dan daging dari yang dibutuhkan dan banyak orang mengkonsumsi lebih
dari kebutuhan untuk sehat. Mendapatkan kalori dan protein dari produk hewani merupakan
hal yang tidak efisien dari sudut pandang penggunaan sumber daya. Meskipun
metode untuk memperkirakan efisiensi bervariasi, bahkan unggas, sumber daging yang
paling efisien, berdasarkan metode yang paling komprehensif hanya mengkonversi
sekitar 11 persen dari energi pakan ke dalam bentuk makanan manusia. Para
peneliti memproyeksikan kenaikan 82 persen dalam konsumsi daging antara tahun
2006 dan 2050 dan dengan menahan pertumbuhan konsumsi oleh kalangan atas dan menengah
di dunia akan mengurangi pertambahan lahan pertanian dan emisi gas rumah kaca. Perbedaan
besar dalam konsumsi produk hewani antara negara-negara kaya, menunjukkan bahwa
strategi ini layak. Sehingga solusi yang mungkin diperlukan tidak untuk menutup
kesenjangan makanan tetapi hanya menahan agar tidak bertambah besar. FAO telah
memproyeksikan relatif sedikit pertumbuhan konsumsi daging oleh sekitar 2
miliar orang di Sub Sahara Afrika karena kemiskinan dan 1,5 miliar orang di
India karena kemiskinan dan budaya. Di wilayah yang tinggi konsumsi dagingnya
mungkin perlu makan lebih sedikit mengkonsumsi
daging guna menyediakan ruang di dalam proyeksi FAO untuk miliaran orang di wilayah-wilayah
yang mengkonsumsi daging lebih sedikit.
Beralih ke campuran
produk hewani yang lebih efisien. Daging merupakan cara yang tidak efisien untuk
menghasilkan kalori dan protein yang dapat dimakan. Berdasarkan estimasi
rata-rata global, daging sapi hanya mengkonversi 1% dari energi bruto pakan ternak menjadi makanan
bagi manusia. Produksi daging sapi juga diproyeksikan tumbuh lebih dari 92
persen antara tahun 2006 dan 2050, yang berarti membutuhkan lahan pakan lebih besar.
Banyak analisis yang tidak memperhatikan inefisiensi ini, karena mereka lebih
fokus pada kebutuhan lahan untuk pangan manusia yang dapat digunakan sebagai
pakan ternak seperti jagung dan mengabaikan pertumbuhan kebutuhan rumput pakan.
Hanya fokus pada produk tanaman yang dapat dimakan manusia maupun sebagai pakan
akan melewatkan dampak lingkungan, sebab dampak akan tinggi apakah hutan atau padang
sabana dikonversi menjadi lahan kedelai dan jagung atau rumput. Menekan pertumbuhan konsumsi daging sapi
global akan membantu menjaga kontribusi yang signifikan pada pasokan makanan dan
juga mengurangi deforestasi. Pengurangan konsumsi daging global yang ambisius
tampaknya layak, karena konsumsi daging sapi per orang di Amerika Serikat dan
Eropa telah menurun sekitar sepertiga. Pergeseran konsumsi daging dunia sebesar
20% ke daging lainnya, ikan atau susu akan mencadangkan ratusan juta hektar
gudang penyimpan karbon dan manfaat ekosistem lainnya, atau dapat untuk
membantu memenuhi permintaan pangan dunia.
Membantu
Afrika untuk menurunkan tingkat kelahiran. Jika seluruh wilayah dunia
mencapai tingkat kelahiran pengganti pada tahun 2059, maka proyeksi pertumbuhan
permintaan pangan akan menurun drastis. Tingkat kelahiran pengganti adalah
total tingkat kelahiran - jumlah
rata-rata anak yang lahir per wanita/ibu – dimana suatu populasi menggantikan
dirinya sendiri dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa migrasi. Tingkat kelahiran tersebut sekitar 2,1 anak
per wanita di sebagian besar negara, walaupun terjadi juga kematian bayi pada
waktu lahir. Sementara itu, sebagian besar wilayah di dunia telah mencapai atau hampir mencapai tingkat kelahiran pengganti, sedangkan di sub Sahara Afrika masih pengecualian, dengan
tingkat kelahiran regional 5,4 anak per
perempuan. Bahkan dengan pertumbuhan urbanisasi di kawasan itu, diperkirakan tingkat kelahiran anak akan turun menjadi 3,2 pada tahun
2050. Akibatnya, penduduk di wilayah ini diproyeksikan hampir tiga kali lipat
dari populasi tahun 2006 yaitu
sekitar 2
miliar orang pada tahun 2050. Untuk mencukupi pangan pada populasi yang
lebih tinggi pada pertengahan abad
maka
produksi kalori tanaman harus meningkat 3,6 kali
lebih tinggi dari produksi tahun 2006, meskipun
terus
tergantung pada impor.
Sumber:
Tim Searchinger, Craig Hanson, Janet Ranganathan, Brian Lipinski, Richard Waite, Robert Winterbottom, Ayesha Dinshaw and Ralph
Heimlich ( 2013) - http://www.wri.org/publication/creating-sustainable-food-future-interim-findings
trimakasih infonya,,
BalasHapussangat menarik,,
dan bermanfaat,,.
Terima kasih komennya.
Hapus