Social Icons

Pages

Minggu, 22 November 2015

Siapa yang akan menjadi petani di masa depan?



FAO memperkirakan bahwa produksi pangan harus meningkat sampai 70% dalam waktu 40 tahun kedepan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang terus bertambah. Para ilmuwan bekerja keras untuk mengembangkan perbaikan tanaman dan sistem produksi untuk memenuhi tantangan ini, selain itu  juga berusaha untuk meminimalkan dampak terhadap lingkungan. Ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki banyak alat-alat baru untuk berperan dalam menghadapi tantangan tersebut. Penggunaan teknologi baru akan membantu petani untuk mengadaptasikan tanaman mereka dengan kondisi lingkungannya secara optimal secara bertahap dari lingkungan mikro sampai ke hamparan persawahan mereka. Perbaikan varietas tanaman dengan ketahanan yang lebih baik terhadap hama dan penyakit akan menjadi lebih efisien dalam penggunaan nutrisi dan air, serta dapat mengkonversi lebih banyak energi cahaya untuk perkembangan biji tanaman yang sehat.  Adanya teknologi baru tersebut menawarkan banyak optimisme bagi petani di masa depan.

Tapi kita melupakan sesuatu. Siapa sesungguhnya petani masa depan?.  Berdasarkan pengalaman diskusi Prof Ghazoul dengan seorang petani kopi Kolombia yang melihat tantangan masa depan usahataninya, berpendapat bahwa “tidak akan ada petani”. Alasannya, anak-anaknya tidak ada yang tertarik dengan usahatani kopi maupun kegiatan pertanian lainnya. Namun demikian, dia merasa bangga telah mampu mengirim anak-anaknya ke sekolah dan perguruan tinggi, tetapi konsekuensinya mereka telah memiliki pekerjaan yang baik di Bogota. Bagaimana kelanjutan dengan usahatani kopinya?.  Mungkin akan menjual kepada tetangganya, kecuali para petani disekitarnya juga menghadapi problem yang sama dengan dirinya.

Eksodus penduduk pedesaan ke kota.

Petani kopi di Kodagu, di negara bagian India Barat Selatan Karnataka, juga bangga membicarakan anak-anaknya yang telah memiliki pekerjaan di kota, tetapi mereka juga berfikir tentang kelangsungan usahataninya jika anak-anaknya tidak mau mengelola usahatani kopinya. Masyarakat petani kopi tersebut memiliki ikatan erat dengan budaya yang ada di Kodagu dan mereka tidak akan begitu mudah untuk meninggalkan usahataninya.  Sebaliknya, perkebunan kopi ini mungkin akan tambah banyak dijalankan oleh para manajer, yang memiliki sedikit insentif untuk berinvestasi dan berinovasi. Sementara itu di Afrika, agribisnis sering disponsori oleh negara-negara asing, yang dapat  memanfaatkan peluang baru untuk membeli tanah dan mengkonsolidasikan banyak usahatani kecil ke usaha pertanian besar serta dikelola secara intensif dengan mesin-mesin pertanian modern, penggunaan pupuk anorganik dan pestisida, dan varietas tanaman untuk meningkatkan produksi. Di Afrika, banyak petani rela menjual tanah mereka karena mereka melihat beberapa peluang kesempatan kerja bagi anak-anaknya di sektor pertanian dimana pada saat ini banyak pemuda pedesaan yang migrasi ke perkotaan untuk mencari pekerjaan di luar sektor pertanian.

Apakah eksodus pemuda maupun penduduk dewasa dari pedesaan ke kota-kota besar terjadi juga di sebagian besar negara di dunia?. Hal ini belum ada informasi lebih detail, tetapi berdasarkan pengalaman Prof. Ghazoul diskusi dengan petani India, Kolumbia dan Indonesia, serta petani di Australia, Swiss, Inggris dan Amerika Serikat, menunjukkan bahwa situasi migrasi tersebut merupakan tren yang umum terjadi. Berdasarkan referensi yang mendukung kecederungan tersebut menunjukkan bahwa  jumlah petani gandum di Australia telah menurun lebih dari 40 persen sejak tahun 1975, di Amerika Serikat jumlah petani telah turun dari 6,4 juta menjadi 2,0 juta selama kurun waktu 1920-1990, sedangkan total luas lahan pertanian relatif tetap sama. Kondisi yang sama juga terjadi di Eropa Barat. Apakah kondisi ini juga terjadi di negara-negara berkembang?. Jika terjadi migrasi, maka akan menimbulkan perubahan dramatis dalam sistem pertanian dan akan berdampak pada produksi pangan di masa akan datang.

Usahatani kecil vs agribisnis besar

Usahatani skala kecil lebih mendukung keragaman produksi, pengembangan masyarakat pedesaan, dan lanskap usahatani yang alami, kemungkinan konsolidasi usahatani kecil menjadi usaha pertanian besar bukan merupakan hal buruk menurut perspekstif global. Usaha pertanian besar yang dikelola secara intensif akan lebih produktif. Penurunan jumlah usahatani di Australia sampai 40% telah diimbangi dengan peningkatan produksi gandum selama periode yang sama sampai 140%. Sedikitnya jumlah lahan akan diperlukan untuk memproduksi jumlah pangan yang sama, sehingga baik untuk lingkungan pertanian, mengingat banyak fakta yang menunjukkan adanya kerusakan lahan akibat ekspansi usaha pertanian. Hal ini juga memberikan harapan bahwa kita akan mampu memenuhi target FAO tentang produksi pangan yang ambisius. Selain itu, agribisnis pertanian skala besar juga memiliki keuntungan lain. Agribisnis besar memiliki kapasitas yang lebih besar dibanding uhatani kecil dalam hal mengantisipasi masalah dan mencari solusinya. Mereka cenderung lebih mudah mengadopsi dan mengaplikasikan teknologi baru dan keluaran ilmiah. Selain itu, mereka memiliki sumber daya dan skala ekonomi  yang mampu untuk menerapkan teknologi baru dan sistem manajemen, dan mereka tidak terganggu dengan terbatasnya masalah pembiayaan kredit, hal yang menjadi masalah besar bagi petani ataua usahatani kecil jika berurusan dengan kredit usahatani. Akibatnya, agribisnis pertanian kurang mendapat risiko dan lebih terbuka untuk inovasi dibanding petani skala kecil.

Mengubah lanskap pedesaan

Jadi apa bedanya petani kecil dan usahatani skala kecil?.  Apakah masih ada masa depan terus berlanjut untuk petani seperti ini?.  Mungkin ada masa depan yang baik yang tidak terikat dengan pertanian. Jika anak-anak petani mengambil kesempatan pertama untuk meninggalkan pertanian guna memperoleh sesuatu yang lebih menarik di kota, mungkin bukan hal yang buruk.
Meskipun demikian, ada dampak bagi masa depan kita yang perlu kita akui.  Lanskap pedesaan kita akan menjadi kurang beragam dan lebih monoton. Usahatani yang dikelola secara intensif menjadi kurang atraktif, sedikit mendukung keragaman hayati, dan sedikit berdampak positif pada ekosistem. Hubungan erat  antara budaya dan sosial kita dengan tradisi lahan yang kita tanami akan menjadi lemah. Populasi urban kita akan semakin terputus dari proses produksi pangan karena menjadi intensif dan industrialisasi. Kita mungkin berpikir bahwa ini adalah pilihan yang kita harus putuskan, tetapi diduga bahwa pilihan mereka dibuat untuk kita, rela atau tidak, oleh anak-anak petani yang semakin mengejar peluang mata pencaharian alternatif di kota-kota besar.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates