FAO memperkirakan
bahwa produksi pangan harus meningkat sampai 70% dalam waktu 40 tahun kedepan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk yang terus bertambah. Para ilmuwan bekerja keras
untuk mengembangkan perbaikan tanaman dan sistem produksi untuk memenuhi
tantangan ini, selain itu juga berusaha
untuk meminimalkan dampak terhadap lingkungan. Ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki
banyak alat-alat baru untuk berperan dalam menghadapi tantangan tersebut. Penggunaan
teknologi baru akan membantu petani untuk mengadaptasikan tanaman mereka dengan
kondisi lingkungannya secara optimal secara bertahap dari lingkungan mikro
sampai ke hamparan persawahan mereka. Perbaikan varietas tanaman dengan ketahanan
yang lebih baik terhadap hama dan penyakit akan menjadi lebih efisien dalam
penggunaan nutrisi dan air, serta dapat mengkonversi lebih banyak energi cahaya
untuk perkembangan biji tanaman yang sehat. Adanya teknologi baru tersebut menawarkan
banyak optimisme bagi petani di masa depan.
Tapi
kita melupakan sesuatu. Siapa sesungguhnya petani masa depan?. Berdasarkan pengalaman diskusi Prof Ghazoul
dengan seorang petani kopi Kolombia yang melihat tantangan masa depan
usahataninya, berpendapat bahwa “tidak akan ada petani”. Alasannya,
anak-anaknya tidak ada yang tertarik dengan usahatani kopi maupun kegiatan
pertanian lainnya. Namun demikian, dia merasa bangga telah mampu mengirim anak-anaknya
ke sekolah dan perguruan tinggi, tetapi konsekuensinya mereka telah memiliki
pekerjaan yang baik di Bogota. Bagaimana kelanjutan dengan usahatani
kopinya?. Mungkin akan menjual kepada
tetangganya, kecuali para petani disekitarnya juga menghadapi problem yang sama
dengan dirinya.
Eksodus penduduk pedesaan ke kota.
Petani
kopi di Kodagu, di negara bagian India Barat Selatan Karnataka, juga bangga
membicarakan anak-anaknya yang telah memiliki pekerjaan di kota, tetapi mereka
juga berfikir tentang kelangsungan usahataninya jika anak-anaknya tidak mau
mengelola usahatani kopinya. Masyarakat petani kopi tersebut memiliki ikatan
erat dengan budaya yang ada di Kodagu dan mereka tidak akan begitu mudah untuk
meninggalkan usahataninya. Sebaliknya,
perkebunan kopi ini mungkin akan tambah banyak dijalankan oleh para manajer,
yang memiliki sedikit insentif untuk berinvestasi dan berinovasi. Sementara itu
di Afrika, agribisnis sering disponsori oleh negara-negara asing, yang dapat memanfaatkan peluang baru untuk membeli tanah
dan mengkonsolidasikan banyak usahatani kecil ke usaha pertanian besar serta
dikelola secara intensif dengan mesin-mesin pertanian modern, penggunaan pupuk anorganik
dan pestisida, dan varietas tanaman untuk meningkatkan produksi. Di Afrika, banyak
petani rela menjual tanah mereka karena mereka melihat beberapa peluang kesempatan
kerja bagi anak-anaknya di sektor pertanian dimana pada saat ini banyak pemuda
pedesaan yang migrasi ke perkotaan untuk mencari pekerjaan di luar sektor
pertanian.
Apakah eksodus pemuda
maupun penduduk dewasa dari pedesaan ke kota-kota besar terjadi juga di
sebagian besar negara di dunia?. Hal ini belum ada informasi lebih detail,
tetapi berdasarkan pengalaman Prof. Ghazoul diskusi dengan petani India,
Kolumbia dan Indonesia, serta petani di Australia, Swiss, Inggris dan Amerika
Serikat, menunjukkan bahwa situasi migrasi tersebut
merupakan tren yang umum terjadi. Berdasarkan referensi yang mendukung
kecederungan tersebut menunjukkan bahwa jumlah petani gandum di Australia telah
menurun lebih dari 40 persen sejak tahun 1975, di Amerika Serikat jumlah petani
telah turun dari 6,4 juta menjadi 2,0 juta selama kurun waktu 1920-1990,
sedangkan total luas lahan pertanian relatif tetap sama. Kondisi yang sama juga
terjadi di Eropa Barat. Apakah kondisi ini juga terjadi di negara-negara
berkembang?. Jika terjadi migrasi, maka akan menimbulkan perubahan dramatis
dalam sistem pertanian dan akan berdampak pada produksi pangan di masa akan
datang.
Usahatani kecil vs agribisnis besar
Usahatani
skala kecil lebih mendukung keragaman produksi, pengembangan masyarakat pedesaan,
dan lanskap usahatani yang alami, kemungkinan konsolidasi usahatani kecil
menjadi usaha pertanian besar bukan merupakan hal buruk menurut perspekstif
global. Usaha pertanian besar yang dikelola secara intensif akan lebih
produktif. Penurunan jumlah usahatani di Australia sampai 40% telah diimbangi
dengan peningkatan produksi gandum selama periode yang sama sampai 140%.
Sedikitnya jumlah lahan akan diperlukan untuk memproduksi jumlah pangan yang
sama, sehingga baik untuk lingkungan pertanian, mengingat banyak fakta yang
menunjukkan adanya kerusakan lahan akibat ekspansi usaha pertanian. Hal ini
juga memberikan harapan bahwa kita akan mampu memenuhi target FAO tentang
produksi pangan yang ambisius. Selain itu, agribisnis pertanian skala besar
juga memiliki keuntungan lain. Agribisnis besar memiliki kapasitas yang lebih
besar dibanding uhatani kecil dalam hal mengantisipasi masalah dan mencari
solusinya. Mereka cenderung lebih mudah mengadopsi dan mengaplikasikan teknologi
baru dan keluaran ilmiah. Selain itu, mereka memiliki sumber daya dan skala
ekonomi yang mampu untuk menerapkan
teknologi baru dan sistem manajemen, dan mereka tidak terganggu dengan
terbatasnya masalah pembiayaan kredit, hal yang menjadi masalah besar bagi
petani ataua usahatani kecil jika berurusan dengan kredit usahatani. Akibatnya,
agribisnis pertanian kurang mendapat risiko dan lebih terbuka untuk inovasi dibanding
petani skala kecil.
Mengubah lanskap pedesaan
Jadi
apa bedanya petani kecil dan usahatani skala kecil?. Apakah masih ada masa depan terus berlanjut untuk
petani seperti ini?. Mungkin ada masa
depan yang baik yang tidak terikat dengan pertanian. Jika anak-anak petani
mengambil kesempatan pertama untuk meninggalkan pertanian guna memperoleh sesuatu
yang lebih menarik di kota, mungkin bukan hal yang buruk.
Meskipun demikian, ada dampak bagi masa depan kita yang perlu kita akui. Lanskap pedesaan kita akan menjadi kurang beragam dan lebih monoton. Usahatani yang dikelola secara intensif menjadi kurang atraktif, sedikit mendukung keragaman hayati, dan sedikit berdampak positif pada ekosistem. Hubungan erat antara budaya dan sosial kita dengan tradisi lahan yang kita tanami akan menjadi lemah. Populasi urban kita akan semakin terputus dari proses produksi pangan karena menjadi intensif dan industrialisasi. Kita mungkin berpikir bahwa ini adalah pilihan yang kita harus putuskan, tetapi diduga bahwa pilihan mereka dibuat untuk kita, rela atau tidak, oleh anak-anak petani yang semakin mengejar peluang mata pencaharian alternatif di kota-kota besar.
Meskipun demikian, ada dampak bagi masa depan kita yang perlu kita akui. Lanskap pedesaan kita akan menjadi kurang beragam dan lebih monoton. Usahatani yang dikelola secara intensif menjadi kurang atraktif, sedikit mendukung keragaman hayati, dan sedikit berdampak positif pada ekosistem. Hubungan erat antara budaya dan sosial kita dengan tradisi lahan yang kita tanami akan menjadi lemah. Populasi urban kita akan semakin terputus dari proses produksi pangan karena menjadi intensif dan industrialisasi. Kita mungkin berpikir bahwa ini adalah pilihan yang kita harus putuskan, tetapi diduga bahwa pilihan mereka dibuat untuk kita, rela atau tidak, oleh anak-anak petani yang semakin mengejar peluang mata pencaharian alternatif di kota-kota besar.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar