Wanita adalah
landasan ekonomi pedesaan, terutama di negara berkembang. Mereka memikul
tanggung jawab terbesar untuk produksi pangan, memproduksi panganlebih dari
setengah dari produksi pangan dunia dan meningkatkan produksi pangan sampai 80-90%
di negara sub-Sahara Afrika. Namun demikian, wanita terlalu sering tidak
dilibatkan dalam program konsultasi yang berdampak langsung terhadap kehidupan
mereka, seperti halnya tentang keputusan terhadap kebijakan pemerintah,
intervensi pembangunan atau program pendidikan. Wanita menghadapi hambatan baik
ekonomi dan sosial. Di Sub-Sahara Afrika, wanita yang memiliki tanha hanya 15%.
Dalam masyarakat di dunia, ada tradisi dan sikap budaya terhadap wanita yang
melarang mereka untuk memiliki dan mewarisi tanah, dan plot tanah warisan yang
dimiliki oleh wanita lebih kecil dan rendah kualitasnya. Diskriminasi ini
sebagian dapat dikaitkan dengan kurangnya pengakuan dari peran wanita yang
dapat berperan dalam produksi pangan, yang juga mengarah terhadap terbatasnya
atau mungkin tidak sama sekali tentang akses ke pelatihan dalam teknologi baru
atau varietas tanaman yang bisa meningkatkan produksi pangan.
Selain itu, ada
perbedaan juga dalam tingkat hasil tanaman antara petani pria dan petani
wanita. Rata-rata hasil tanaman yang diperoleh petani wanita umumnya 20-30%
lebih rendah dibanding petani pria. Hal ini bukan disebabkan kurang terampilnya
petani wanita, tetapi karena kurangnya akses
untuk memperoleh bibit, pupuk dan peralatan pertanian yang bermanfaat
untuk produksi pangannya. Menurut Bettina Luescher dari WFP di Jenewa, "Jika
petani wanita memiliki akses yang sama untuk kredit pertanian, tanah, benih dan
menjual hasil panen mereka di pasar, kami pikir kami bisa mengangkat sekitar
100-150 juta orang dari bencana kelaparan. Bukankah itu jumlah yang
menakjubkan?". "Mereka akan mampu tidak hanya menyediakan pangan
untuk kebutuhan keluarganya sendiri, mereka juga dapat pangan untuk penduduk
sedesanya, negaranya dan masa depan mereka. Bagaimana kita bisa tidak
memberdayakan wanita tani, sehingga mereka dapat membantu diri mereka sendiri?.
Hal ini tidak berarti
akan mengubah sikap budaya yang telah berurat berakar terhadap wanita dan merupakan
prestasi yang mudah. Inisiatif yang bertujuan memberdayakan wanita dapat
memiliki efek sebaliknya jika diperkenalkan tanpa pertimbangan norma-norma
budaya. Salah satu program WFP melaporkan bahwa tantangan dalam melibatkan wanita
petani di Ethiopia karena tradisi yang membatasi keterlibatan wanita dalam
pertanian. Menurut laporan itu, frase "Busha budete" berarti
"budaya buruk", mengacu kepada larangan terhadap wanita melakukan kegiatan
di masyarakat sesuai hukum adat. Menutup kesenjangan gender sangat bisa membantu
meningkatkan mata pencaharian penduduk benua Afrika yang terus bertambah, tetapi penelitian WFP di Ethiopia menyoroti
kebutuhan untuk mengakui kesulitan dalam mengubah keyakinan budaya masyarakat tentang
peran perempuan dalam pertanian.
Menurut FAO, dengan mengaktifkan
petani wanita di seluruh dunia untuk menjadi lebih produktif, dengan memberi
mereka akses yang sama dengan petani pria terhadap sumber daya, sehingga mereka
dapat meningkatkan hasil pertanian keseluruhan sebesar 2,5-4%. Keuntungan dalam
produksi pertanian saja dapat menghidupi sekitar 100-150 juta penduduk yang
kelaparan. Selain itu, pemberdayaan wanita juga akan membantu mengakhiri siklus
kekurangan pangan dan kemiskinan dari generasi ke generasi. "Perempuan
memainkan peran besar dalam tujuan dunia dengan nol kelaparan. Jika Anda
memberikan makanan untuk seorang wanita, ia akan memberi makan keluarganya.
Seringkali ia akan menjadi yang terakhir untuk makan. Dan ketika wanita
menderita kekurangan gizi dan kelaparan, maka anak mereka juga akan kekurangan
gizi dengan konsekuensi menderita seumur hidup, "kata Luescher.
Kami bekerja keras
untuk menghentikan kelaparan yang sedang berlanjut ke generasi berikutnya. Menurut
Leuscher, salah satu fakta yang paling mengganggunya adalah bahwa jika bayi
dalam seribu hari pertama hidupnya tidak mendapatkan makanan bergizi yang baik,
dia tidak akan pernah sehat, cerdas dan produktif seperti anak-anak lainnya. Memberikan kesempatan terhadap wanita untuk
menjadi lebih produktif di sektor pertanian akan memiliki efek yang membentang
ke generasi berikutnya. Keluarga di mana wanita berpengaruh terhadap keputusan
ekonomi akan mengalokasikan lebih banyak pendapatan mereka untuk kebutuhan makanan,
gizi anak-anak, kesehatan dan pendidikan. Hasil penelitian dari Badan Amal Plan
International telah menemukan bahwa hanya satu tahun tambahan pendidikan bagi
wanita/gadis yang duduk di sekolah menengah dapat meningkatkan pendapatan
10-20%. Meningkatkan kesetaraan gender
melalui pertanian dapat dimulai pada generasi anak perempuan baik di Afrika maupun
di seluruh dunia, yang lebih terdidik dan lebih siap untuk memberikan
kontribusi ke perekonomian mereka dan terus berlanjut.
Menurut Gregory
Barrow dari WFP, bahwa organisasi WFP berkomitmen untuk mencapai tujuan yaitu
zero hunger (nol kelaparan) pada 2030. "Jika kita akan mencapai hal ini, kita perlu memanfaatkan
peran wanita sebagai produsen dan penyedia pangan di perekonomian pedesaan.
Wanita menjadi bagian hampir setengah dari angkatan kerja pertanian di banyak negara
berkembang dan di Afrika, mereka menjadi bagian besar petani yang memproduksi
sekitar 80% dari pangan di negaranya. "Jika kita ingin mencapai tujuan WFP
nol kelaparan, kita perlu mengenali peran penting yang dimainkan wanita di
bidang pertanian dan menyediakan mereka sumber daya yang mereka butuhkan untuk
membantu WFP menurunkan jumlah orang kelaparan di seluruh dunia."
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar