Social Icons

Pages

Sabtu, 24 Januari 2015

Strategi Menambah Produksi Pangan



Sektor pertanian dunia menghadapi tantangan besar untuk memenuhi permintaan pangan yang terus meningkat akibat bertambahnya populasi dunia, perubahan preferensi konsumen terhadap pangan (terutama daging dan susu), dan meluasnya penggunaan biofuel dari tanaman pangan. Beberapa studi dari para peneliti internasional telah mengusulkan beberapa strategi untuk meningkatkan produksi pangan yang sekaligus menurunkan permintaan pangan dengan cara merubah pola konsumsi dan pemanfaatan limbah (lihat artikel Pangan harus ditingkatkan dua kali lipat). Strategi untuk meningkatkan produksi dunia yang telah banyak diketahui oleh para ahli pertanian dunia adalah 1) memperluas lahan pertanian dunia pada kawasan hutan dan padang alang-alang dan 2) meningkatkan produktivitas tanaman dengan meningkatkan dosis pupuk, air irigasi, alat pertanian sederhana, dan benih varietas unggul. Untuk Indonesia, strategi pertama masih sangat memungkinkan karena tersedianya  lahan rawa dan lahan pasang surut, lahan kering, dan kawasan hutan, walaupun lahan tersebut memiliki kesuburan rendah dan perlu upaya besar untuk meningkatkan kesuburan lahannya. Sedangkan strategi kedua, petani Indonesia telah banyak yang mengenal varietas unggul baru dan teknik budidaya yang baik. Hanya saja, petani masih sering mengalami masalah terutama langkanya benih unggul berkualitas, tingginya harga pupuk dan obat-obatan, serta tinggginya kehilangan hasil panen (Ray dan Foley, 2013).


Menurut para ahli pertanian, kedua strategi tersebut walau pasti dapat meningkatkan produksi pangan dunia, tetapi masih memiliki kelemahan terhadap kerusakan lingkungan. Perluasan lahan pertanian akan memacu kehilangan keanekaragaman hayati dan meningkatkan emisi gas rumah kaca. Sedangkan intensifikasi tanaman pangan, tanpa perbaikan teknik budidaya yang ramah lingkungan, akan memacu meningkatnya penggunaan air irigasi, degradasi lahan, pencemaran air sungai, penggunaan energi yang besar. Namun, peningkatan produktivitas tanaman pangan dari beberapa lahan pertanian dunia mengalami stagnan, akibatnya peningkatan produktivitas secara signifikan dibawah harapan para ahli pertanian untuk meningkatkan produksi pangan dunia dua kali lipat. Berdasarkan kelemahan dari dua strategi tersebut, para ahli pertanian dunia mencari strategi lain untuk melengkapi kedua strategi yang telah ada. Strategi ketiga adalah meningkatkan frekuensi panen tanaman pangan per satuan luas dan menghilangkan/meminimalkan  lahan “bero” serta mencegah kehilangan hasil panen akibat hama penyakit maupun penanganan pasca panen. Strategi ini di Indonesia dikenal dengan peningkatan Indeks Pertanaman, yaitu: sebelumnya 1 x tanam/panen menjadi 2 x tanam/panen dan 2 x tanam/panen menjadi 3 x tanam/panen. Hasil studi kedua peneliti tersebut menunjukkan bahwa antara tahun 1961 s/d 2007, strategi ketiga ini dapat memberikan kontribusi sebesar 9% dari produksi tanaman pangan dunia. Diharapkan strategi ketiga pada tahun 2050 dapat memberikan kontribusi yang hampir sama besar dari kontribusi produksi pangan yang berasal dari perluasan lahan pertanian. Hal ini didukung data bahwa jumlah total areal panen meningkat 4 kali lebih cepat dari jumlah total lahan tanaman pangan antara tahun 2000-2011.  

Namun untuk menerapkan strategi ketiga ini perlu memperhatikan kemungkinan adanya penurunan kesuburan tanah, pencemaran air irigasi dan lahan. Meningkatnya frekuensi panen dapat memberikan keuntungan jangka pendek yaitu meningkatkan produksi tanaman, tetapi dalam jangka panjang mungkin merusak lingkungan. Hal ini tergantung pada kondisi lingkungan lokal dan cara budidaya petani serta kondisi sosial masyarakat. Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa petani di dunia sudah memanfaatkan cara meningkatkan frekuensi panen, yaitu dengan menanam tanaman palawija seperti jagung yang selanjutnya diikuti kedelai.


Catatan:
Makalah lengkap dapat diunduh di http://iopscience.iop.org/1748-9326/8/4/044041/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates