Social Icons

Pages

Senin, 19 Januari 2015

Mengapa Pertanian Organik Tidak Hijau?



Pertanian organik, pelan tapi pasti terus berkembang walaupun masih spot-spot di wilayah tertentu. Produk yang dihasilkan dari pertanian organik yang betul-betul murni,  jelas menyehatkan orang yang mengkonsumsinya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pertanian organik kurang efisien dan produktivitasnya rendah dibanding teknik budidaya pertanian konvensional. Oleh karena itu, produk pertanian organik cukup mahal dan tidak terjangkau rumah tangga masyarakat biasa. Selain mahal, pertanian organik juga memerlukan lahan yang sangat luas jika ingin meningkatkan produknya secara besar-besaran. Padahal saat ini ketersediaan lahan pertanian yang potensial dan subur untuk budidaya tanaman pangan semakin berkurang akibat alih fungsi lahan dan digantikan dengan areal lahan bukaan baru yang tingkat kesuburan tanahnya masih perlu dibenahi dengan penggunaan input tinggi. Selain itu, masalah lain yang menghambat berkembangnya pertanian organik adalah  besarnya  jumlah penduduk yang kekurangan gizi, dan bertambahnya penduduk kelas menengah yang membutuhkan bahan pangan dengan harga terjangkau dan bergizi. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian organik tidak mampu untuk memberi makan penduduk dunia secara berkelanjutan (Gunther, M., 2012).

Pangan organik ada yang memandang sebagai sumber pangan yang “ tidak hijau” seperti yang dibayangkan orang selama ini. Hal ini disebabkan adanya kelemahan pertanian organik seperti tersebut diatas. Agar pertanian organik dapat berkontribusi terhadap upaya swasembada pangan, perlu dipahami lebih dahulu faktor pembatas pertanian organik tersebut, selain adanya manfaat sosial, lingkungan hidup dan ekonomi. 

Peran pertanian organik masih terus diperdebatkan antara memperoleh produk yang sehat dan mengurangi obesitas atau memperoleh hasil yang optimal seperti dari produk pertanian konvensional walaupun menimbulkan pencemaran lingkungan hidup. Beberapa peneliti dari luar negeri menyatakan bahwa sebaiknya pertanian organik difokuskan pada tanaman buah dan sayuran untuk menghasilkan nutrisi yang cukup. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan kalori yang berasal dari tanaman padi, jagung, gandum, kedelai, dan sumber karbohidrat lainnya, tetap menggunakan pertanian konvensional. Mereka juga menyarankan bahwa untuk meningkatkan produktivitas, sebaiknya pertanian organik menggunakan varietas tanaman hibrida dan dikombinasikan dengan teknik tanpa olah tanah serta menggunakan  tanaman penutup tanah daripada mengangkut ber ton-ton pupuk kandang dan kompos ke lahan sawah tanaman organik. Akan tetapi, saran ini kemungkinan besar akan ditolak oleh sebagian para praktisi pertanian organik. 

Hasil studi tim peneliti dari Berkeley yang dipimpin oleh Dr. Claire Kremen menyatakan bahwa senjang hasil antara pertanian organik dengan pertanian konvensional dapat diminimalkan dengan melakukan diversifikasi yaitu multi cropping dan rotasi tanaman pada pertanian organik (Benbrook, C., 2014). Hasil studi meta-analisis tim tersebut menunjukkan bahwa hasil pertanian organik 25% lebih rendah dibanding pertanian konvensional.  Pada tanaman serealia yang tergantung kepada nitrogen, hasilnya konsisten sekitar 19% lebih rendah dibanding pertanian konvensional. Tetapi jika tanaman serealia ditanam secara rotasi, hasil pertanian organik dibawah 10% dibanding pertanian konvensional. Bahkan pada tanaman kacang-kacangan, hasilnya hampir sama antara pertanian organik dan pertanian konvensional karena kemampuannya menghasilkan nitrogen. Kedepan,  seni dan ilmu pertanian organik perlu pemahaman lebih mendalam tentang tempat, siklus, dampak perubahan cuaca terhadap hama dan kesuburan tanah, dll.

Sumber:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates