Pertanian organik,
pelan tapi pasti terus berkembang walaupun masih spot-spot di wilayah tertentu.
Produk yang dihasilkan dari pertanian organik yang betul-betul murni, jelas menyehatkan orang yang mengkonsumsinya.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pertanian organik kurang efisien
dan produktivitasnya rendah dibanding teknik budidaya pertanian konvensional.
Oleh karena itu, produk pertanian organik cukup mahal dan tidak terjangkau
rumah tangga masyarakat biasa. Selain mahal, pertanian organik juga memerlukan
lahan yang sangat luas jika ingin meningkatkan produknya secara besar-besaran.
Padahal saat ini ketersediaan lahan pertanian yang potensial dan subur untuk
budidaya tanaman pangan semakin berkurang akibat alih fungsi lahan dan
digantikan dengan areal lahan bukaan baru yang tingkat kesuburan tanahnya masih
perlu dibenahi dengan penggunaan input tinggi. Selain itu, masalah lain yang
menghambat berkembangnya pertanian organik adalah besarnya
jumlah penduduk yang kekurangan gizi, dan bertambahnya penduduk kelas
menengah yang membutuhkan bahan pangan dengan harga terjangkau dan bergizi. Hal
ini menunjukkan bahwa pertanian organik tidak mampu untuk memberi makan
penduduk dunia secara berkelanjutan (Gunther, M.,
2012).
Pangan organik ada yang memandang sebagai sumber pangan yang “ tidak
hijau” seperti yang dibayangkan orang selama ini. Hal ini disebabkan adanya
kelemahan pertanian organik seperti tersebut diatas. Agar pertanian organik
dapat berkontribusi terhadap upaya swasembada pangan, perlu dipahami lebih
dahulu faktor pembatas pertanian organik tersebut, selain adanya manfaat sosial, lingkungan hidup dan ekonomi.
Peran pertanian
organik masih terus diperdebatkan antara memperoleh produk yang sehat dan mengurangi
obesitas atau memperoleh hasil yang optimal seperti dari produk pertanian
konvensional walaupun menimbulkan pencemaran lingkungan hidup. Beberapa
peneliti dari luar negeri menyatakan bahwa sebaiknya pertanian organik
difokuskan pada tanaman buah dan sayuran untuk menghasilkan nutrisi yang cukup.
Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan kalori yang berasal dari
tanaman padi, jagung, gandum, kedelai, dan sumber karbohidrat lainnya, tetap
menggunakan pertanian konvensional. Mereka juga menyarankan bahwa untuk
meningkatkan produktivitas, sebaiknya pertanian organik menggunakan varietas
tanaman hibrida dan dikombinasikan dengan teknik tanpa olah tanah serta
menggunakan tanaman penutup tanah
daripada mengangkut ber ton-ton pupuk kandang dan kompos ke lahan sawah tanaman
organik. Akan tetapi, saran ini kemungkinan besar akan ditolak oleh sebagian
para praktisi pertanian organik.
Hasil studi tim peneliti dari Berkeley yang
dipimpin oleh Dr. Claire Kremen menyatakan
bahwa senjang hasil antara pertanian organik dengan pertanian konvensional
dapat diminimalkan dengan melakukan diversifikasi yaitu multi cropping dan rotasi tanaman pada pertanian organik (Benbrook, C., 2014). Hasil studi meta-analisis tim
tersebut menunjukkan bahwa hasil pertanian organik 25% lebih rendah dibanding
pertanian konvensional. Pada tanaman
serealia yang tergantung kepada nitrogen, hasilnya konsisten sekitar 19% lebih
rendah dibanding pertanian konvensional. Tetapi jika tanaman serealia ditanam
secara rotasi, hasil pertanian organik dibawah 10% dibanding pertanian
konvensional. Bahkan pada tanaman kacang-kacangan, hasilnya hampir sama antara
pertanian organik dan pertanian konvensional karena kemampuannya menghasilkan
nitrogen. Kedepan, seni dan ilmu pertanian organik perlu
pemahaman lebih mendalam tentang tempat, siklus, dampak perubahan cuaca terhadap hama dan kesuburan tanah, dll.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar