Kesediaan pangan di masa mendatang
adalah mutlak bagi penduduk dunia, termasuk Indonesia. Untuk itu, pemerintah
terus berupaya melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan dari
wilayah sendiri dan mengurangi ketergantungan akan pangan impor. Namun
demikian, upaya tersebut tidaklah mudah. Banyak permasalahan yang menghadang,
seperti kelangkaan air, harga pangan impor yang lebih murah dibanding dalam
negeri, lambatnya proses adopsi teknologi oleh petani, perubahan iklim,
kelangkaan tenaga kerja pertanian di pedesaan, meningkatnya harga sarana
produksi, populasi penduduk yang terus bertambah besar, globalisasi ekonomi,
dll. Berdasarkan kondisi tersebut, IFPRI (International Food Policy Research Institute) melaporkan
bahwa untuk menghadapi kelangkaan bahan pangan, air irigasi dan perubahan iklim
saat ini dan masa akan datang, para praktisi pertanian dan petani di dunia
disarankan untuk menerapkan inovasi baru. Lembaga tersebut telah
mengidentifikasi ada 11 inovasi baru pada tanaman padi, jagung dan
gandum yang diharapkan dapat meningkatkan produksi pangan, efisiensi penggunaan
air irigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim (Clancy, H., 2014).
Kesebelas inovasi tersebut tidak dapat
berkerja sendiri-sendiri, tetapi harus dilakukan secara kombinasi dari beberapa
inovasi. Kesebelas inovasi tersebut adalah: 1) Perlindungan tanaman:
Pengelolaan hama, penyakit dan gulma secara bijak; 2) Irigasi tetes: Pemberian
air irigasi langsung ke daerah perakaran tanaman; 3) Toleran kekeringan:
Penggunaan varietas tanaman yang toleran kekeringan; 4) Toleran suhu tinggi:
Pengunaan varietas tanaman yang toleran dan dapat berkembang di wilayah bersuhu
lebih tinggi; 5) Manajemen kesuburan tanah terpadu: Penggunaan kombinasi pupuk
kimia, organik dan hayati; 6) Efisiensi penggunaan nitrogen: Penggunaan
varietas tanaman yang lebih respon terhadap pupuk; 7) Tanpa olah tanah:
Usahatani yang meminimalkan gangguan tanah dan penggunaan tanaman penutup
tanah; 8) Pertanian organik: Budidaya tanaman yang tidak menggunakan pupuk
anorganik, zat pemacu pertumbuhan atau produk bioteknologi; 9) Pertanian presisi
(Precision agriculture): Strategi manajemen yang
memanfaatkan informasi spesifik
lokasi secara tepat dan ekonomis
untuk mengelola dan mengoptimalkan
input produksi; 10) Sprinkler irigasi: Penggunaan air irigasi
dengan sprinkler; dan 11) Panen air hujan: Penggunaan bendungan, dam, embung
untuk mengalirkan air irigasi melalui saluran-saluran langsung ke tanaman.
Dampak pertanian presisi sangat bervariasi, tergantung pada tanaman. Pada tanaman jagung,
pertanian presisi menduduki tingkat keempat yang paling efektif. Tetapi untuk
tanaman padi dan gandum, kefektifan pertanian presisi masih kalah dibanding
efisiensi nitrogen dan teknik tanpa olah tanah. Dari laporan IFPRI juga
memprediksi bahwa dengan menerapkan
pertanian presisi, hasil panen gandum lahan tadah hujan di
dunia dapat ditingkatkan sebesar 25 persen pada tahun 2050, tetapi
hasil ini bervariasi berdasarkan varietas tanaman dan wilayah agroekosistem.
Secara global, peningkatan produksi terbesar dapat dicapai melalui inovasi teknik tanpa olah tanah dan toleran
suhu tinggi untuk tanaman jagung, efisiensi nitrogen dan presisi pertanian
untuk tanaman padi serta teknik tanpa olah tanah dan presisi pertanian
untuk tanaman gandum. Kesebelas inovasi
tersebut diatas bukan hal baru bagi para peneliti di Indonesia, tetapi bagi
penyuluh dan petani mungkin baru beberapa orang yang memahami. Masalahnya,
bagaimana kesebelas inovasi tersebut dapat diaplikasikan di lahan petani,
khususnya pada tanaman padi dan jagung?. Hal ini yang menjadi tantangan para
peneliti, penyuluh, pembuat kebijakan, dan petani di Indonesia saat ini.
Sumber:
http://www.greenbiz.com/blog/2014/02/25/new-report-emerging-agriculture-technology
http://www.greenbiz.com/blog/2014/02/25/new-report-emerging-agriculture-technology
Tidak ada komentar:
Posting Komentar