Social Icons

Pages

Kamis, 15 Januari 2015

Bagaimana Menghadapi Kelangkaan Pangan dan Air?



Kesediaan pangan di masa mendatang adalah mutlak bagi penduduk dunia, termasuk Indonesia. Untuk itu, pemerintah terus berupaya melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan dari wilayah sendiri dan mengurangi ketergantungan akan pangan impor. Namun demikian, upaya tersebut tidaklah mudah. Banyak permasalahan yang menghadang, seperti kelangkaan air, harga pangan impor yang lebih murah dibanding dalam negeri, lambatnya proses adopsi teknologi oleh petani, perubahan iklim, kelangkaan tenaga kerja pertanian di pedesaan, meningkatnya harga sarana produksi, populasi penduduk yang terus bertambah besar, globalisasi ekonomi, dll. Berdasarkan kondisi tersebut, IFPRI (International Food Policy Research Institute) melaporkan bahwa untuk menghadapi kelangkaan bahan pangan, air irigasi dan perubahan iklim saat ini dan masa akan datang, para praktisi pertanian dan petani di dunia disarankan untuk menerapkan inovasi baru. Lembaga tersebut telah mengidentifikasi ada 11 inovasi baru pada tanaman padi, jagung dan gandum yang diharapkan dapat meningkatkan produksi pangan, efisiensi penggunaan air irigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim (Clancy, H., 2014).
Kesebelas inovasi tersebut tidak dapat berkerja sendiri-sendiri, tetapi harus dilakukan secara kombinasi dari beberapa inovasi. Kesebelas inovasi tersebut adalah: 1) Perlindungan tanaman: Pengelolaan hama, penyakit dan gulma secara bijak; 2) Irigasi tetes: Pemberian air irigasi langsung ke daerah perakaran tanaman; 3) Toleran kekeringan: Penggunaan varietas tanaman yang toleran kekeringan; 4) Toleran suhu tinggi: Pengunaan varietas tanaman yang toleran dan dapat berkembang di wilayah bersuhu lebih tinggi; 5) Manajemen kesuburan tanah terpadu: Penggunaan kombinasi pupuk kimia, organik dan hayati; 6) Efisiensi penggunaan nitrogen: Penggunaan varietas tanaman yang lebih respon terhadap pupuk; 7) Tanpa olah tanah: Usahatani yang meminimalkan gangguan tanah dan penggunaan tanaman penutup tanah; 8) Pertanian organik: Budidaya tanaman yang tidak menggunakan pupuk anorganik, zat pemacu pertumbuhan atau produk bioteknologi; 9) Pertanian presisi (Precision agriculture): Strategi manajemen yang memanfaatkan informasi spesifik lokasi secara tepat dan ekonomis untuk mengelola dan mengoptimalkan input produksi; 10) Sprinkler irigasi: Penggunaan air irigasi dengan sprinkler; dan 11) Panen air hujan: Penggunaan bendungan, dam, embung untuk mengalirkan air irigasi melalui saluran-saluran langsung ke tanaman. 

Dampak pertanian presisi sangat bervariasi, tergantung pada tanaman. Pada tanaman jagung, pertanian presisi menduduki tingkat keempat yang paling efektif. Tetapi untuk tanaman padi dan gandum, kefektifan pertanian presisi masih kalah dibanding efisiensi nitrogen dan teknik tanpa olah tanah. Dari laporan IFPRI juga memprediksi bahwa dengan menerapkan pertanian presisi, hasil panen gandum lahan tadah hujan di dunia dapat ditingkatkan sebesar 25 persen pada tahun 2050, tetapi hasil ini bervariasi berdasarkan varietas tanaman dan wilayah agroekosistem. 

Secara global, peningkatan produksi terbesar dapat dicapai melalui inovasi teknik tanpa olah tanah dan toleran suhu tinggi untuk tanaman jagung, efisiensi nitrogen dan presisi pertanian untuk tanaman padi serta teknik tanpa olah tanah dan presisi pertanian untuk tanaman gandum. Kesebelas inovasi tersebut diatas bukan hal baru bagi para peneliti di Indonesia, tetapi bagi penyuluh dan petani mungkin baru beberapa orang yang memahami. Masalahnya, bagaimana kesebelas inovasi tersebut dapat diaplikasikan di lahan petani, khususnya pada tanaman padi dan jagung?. Hal ini yang menjadi tantangan para peneliti, penyuluh, pembuat kebijakan, dan petani di Indonesia saat ini. 

Sumber: 
http://www.greenbiz.com/blog/2014/02/25/new-report-emerging-agriculture-technology

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates