Luas areal tanam kedelai pada tahun 1992
mencapai 1,7 juta ha dengan produksi hampir 1,7 juta ton, sedangkan kebutuhan
kedelai pada waktu itu dapat dicukupi dari produksi dalam negeri, sehingga
Indonesia tidak perlu mengimpor kedelai. Namun demikian setelah tahun 1992
sampai saat ini, luas panen dan produksi kedelai terus menurun dibanding tahun
1992. Kondisi ini sangat mengkawatirkan bagi para pembuat kebijakan dan
peneliti jika harus memenuhi tuntutan Presiden untuk mencapai swasembada
kedelai pada beberapa tahun mendatang. Banyak masalah yang harus dikelola
dengan baik oleh para pemangku kepentingan seperti menutup senjang hasil (Yield Gap) kedelai di lahan petani dibanding di kebun riset, harga kedelai
yang kurang kompetitif dibanding komoditas lain maupun dengan kedelai impor,
meningkatnya harga sarana produksi, tidak adanya jaminan pemasaran, dan minat
petani yang tidak mau mengelola tanaman kedelai secara intensif, dll. Ada
baiknya kita belajar dari pengalaman petani Zambia, Afrika.
Di Zambia, pada masa itu,
tanaman sorgum yang toleran kekeringan dan tumbuh subur di negara itu dianggap
sebagai tanaman petani miskin dan dijauhi para petani. Mereka lebih senang
mengusahakan tanaman jagung yang memiliki harga lebih tinggi dibanding sorgum.
Namun saat ini petani Zambia tersebut malah lebih senang menanam sorgum karena
adanya pabrik bir yang menggunakan sorgum produksi petani sebagai bahan baku
bir. Keberhasilan petani sorgum ini tidak terlepas dari bantuan dana
internasional yang memberikan pinjaman modal dan pelatihan teknik budidaya
sorgum kepada petani untuk memproduksi sorgum. Sedangkan pabrik bir mendapat
pasokan sorgum yang kontinyu dari petani
tersebut. Situasi ini menyenangkan petani karena ada kemudahan akses pemasaran
dengan harga yang konsisten dan tentunya pendapatan mereka terjamin. Selain itu pemerintah setempat mendukung dengan adanya payung hukum yang tepat guna menghindari monopoli perusahaan bir
dan kemungkinan ada rasa hutang budi bagi petani sehingga perusahaan bir dapat
mengendalikan petani dengan seenaknya.
Pelajaran ini perlu kita
contoh untuk memproduksi kedelai secara masal dengan melibatkan petani,
perusahaan tahu, tempe dan kecap dalam negeri, serta ada payung hukum dari
pemerintah pusat dan pemda setempat. Petani kedelai akan bergairah menanam
kedelai dan intensif memelihara tanamannya. Tentunya peran Bulog dan KOPTI
sangat diperlukan dalam upaya memproduksi kedelai dalam negeri guna memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Oleh karena itu, perlu dilakukan promosi besar-besaran
untuk cinta produksi dalam negeri, termasuk menggunakan kedelai dalam negeri
dari hasil keringat petani kedelai Indonesia.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar