Social Icons

Pages

Selasa, 14 April 2015

Hara, Tekologi Kunci Produksi Pangan Masa Depan



Diskusi tentang pangan dan bahan bakar masa depan yang terus berlangsung telah mencapai puncaknya beberapa tahun terakhir guna memenuhi kebutuhan populasi penduduk sebesar 9 milyar orang pada tahun 2050. Tantangan untuk memberi makan populasi penduduk yang terus berkembang dan mengatasi permintaan pangan dan daging bagi penduduk klas menengah yang terus bertambah, merupakan tugas mulia para peneliti pertanian di dunia. Ada beberapa faktor penting yang akan berpengaruh pada sektor pertanian yaitu kemampuan dan kapasitas memproduksi pangan, konservasi dan manajemen hara, dan dampak biofuel terhadap ketersediaan bahan pakan ternak. Hasil penelitian menunjukkan adanya saling keterkaitan diantara ketiga faktor tersebut dan menciptakan isu pertanian masa depan.

Pertumbuhan Penduduk.  Salah satu data yang paling banyak digunakan oleh para ahli pangan dunia adalah estimasi penduduk dunia yang akan mencapai 9 milyar orang dan harus disediakan bahan pangan untuk mereka pada tahun 2050.  Makalah peneliti dari CAST (Council for Agricultural Science and Technology, Iowa, USA) menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk dan respon pertanian bukanlah satu topik, akan tetapi diperlukan juga estimasi kebutuhan pangan, ketersediaan lahan pertanian, dan ketersediaan hara bagi tanaman. Selain itu, pergeseran penduduk dan perubahan selera makan akan menambah kesulitan estimasi masa depan. Pada tahun 2050, diperkirakan konsumsi tahunan serealia dan pangan di dunia akan meningkat masing-masing sebesar 47% dan 65% dibanding kondisi produksi saat ini. Sedangkan konsumsi daging dan susu di dunia diperkirakan akan meningkat sampai 97%. Sebagian besar peningkatan konsumsi tersebut akan terjadi di Cina, India, Asia Selatan dan Asia Timur, karena meningkatnya jumlah penduduk yang kaya sehingga memungkinkan mereka dapat membeli daging dan susu.  Karena produksi harus meningkat untuk memenuhi permintaan, maka transportasi dan distribusi pangan juga akan lebih diperhatikan. Disisi lain, perekemonian yang miskin dan sistem pendidikan yang bermasalah akan terus memerlukan bantuan pangan. Demikian pula halnya dengan populasi penduduk yang kurang gizi di beberapa negara akan terus bertambah dari kondisi saat ini yang mencapai 580 juta orang dan diperkirakan akan mencapai 1,4 milyar pada tahun 2050.

Apakah genetika jawabannya?.  Genetika akan memainkan peran besar dalam memperbaiki efisiensi tanaman dan mempromosikan konservasi tanah dan manajemen hara yang efektif. Ketiga peran tersebut juga akan menjadi kunci untuk meningkatkan hasil lebih tinggi  dengan menggunakan lahan yang sama. Tidak samanya laju pertumbuhan pasokan komoditas dan tingkat pertumbuhan produktivitas menebabkan memicu kenaikan harga komoditas yang juga diperburuk oleh kurangnya investasi dalam penelitian pertanian. Salah satu korban dari kurangnya investasi riset, kemungkinan adalah tanaman transgenik dan peraturan yang akan mengatur teknologi modern tersebut.  Berdasarkan hasil studi CAST tahun 2011 menunjukkan bahwa varietas hasil rekayasa genetika pada tanaman jagung dapat meningkatkan hasil secara signifikan dan menurunkan harga komoditas. Studi tersebut menunjukkan bahwa jika Eropa dan Afrika mau mengadopsi teknologi rekayasa genetik, maka akan meningkatkan ketersediaan pangan dan harga pangan akan terjangkau oleh masyarakat umum. Untuk itu, perlu meningkatkan investasi di bidang penelitian guna meningkatkan kapasitas untuk menyediakan pangan bagi penduduk dan termasuk juga kebijakan regulasi yang memungkinkan implementasi teknologi baru, khususnya produk rekayasa genetik. Namun demikian, terdapat ketidakpastian yang terus berlanjut tentang evolusi hasil tanaman. Contoh ketidakpastian tersebut adalah perubahan iklim yang dapat menurunkan hasil, regulasi tanaman transgenik sebagai akibat tekanan tingginya harga pangan dan proyeksi intensifikasi produksi pertanian.

Energi dan biomas akan berperan juga. Transisi ke teknologi baru saat ini di titik balik. Kenyataannya, minyak murah sudah berakhir. Harga minyak yang lebih rendah mendorong pemulihan ekonomi, sehingga meningkatkan permintaan minyak; pada giliran harga minyak naik akan menghentikan pemulihan perekonomian dan muncul kembali resesi. Ini merupakan lingkaran setan. Namun demikian adanya energi terbarukan seperti halnya biofuel selulosa dapat memberikan janji untuk kemandirian energi di masa depan. Biofuel baru tersebut dapat dirancang untuk bahan pakan ternak dan memulihkan serta mendaur ulang hara mineral. Selain itu, residu tanaman dan ternak yang digunakan untuk produksi biofuel selulosa bisa dipanen tanpa memerlukan lebih banyak lahan. Diperkirakan, setiap tahunnya minimal tersedia 1,5 miliar ton residu di seluruh dunia. Bahan bakar generasi kedua ini - seperti bahan bakar selulosa - jauh lebih kecil kemungkinannya untuk mempengaruhi harga pangan karena produksi bahan bakar dapat diintegrasikan dengan produksi pakan ternak dan dapat ditingkatkan dengan panen tanaman ganda atau tanaman penutup. Menyelesaikan debat pangan vs biofuel lebih banyak mengarah kepada pilihan prioritas, bukan karena sumberdaya maupun hambatan teknis. Disamping itu, untuk memulihkan ketersediaan hara bagi tanaman, seperti N, P, dan K, dapat dilakukan dengan pembakaran residu dari produksi biofuel dan mengembalikan abunya kembali lahan sawah.

Hara tidak akan ditinggalkan. Peneliti CAST menunjukkan bahwa hara dalam tanah (yang bertanggung jawab untuk memberi makanan pada tanaman penutup tanah, bahan baku selulosa pakan ternak dan tanaman biji-bijian, yang diperlukan untuk memproduksi pangan lebih banyak dan mengkonsumsinya secara langsung) merupakan bagian kunci dari tingginya produktivitas. Aplikasi pupuk anorganik sudah cukup untuk mempertahankan praktek budidaya tanaman serealia saat ini. Tetapi, adanya defisit anggaran untuk hara tanah perlu distabilkan di masa depan untuk mendorong peningkatan produktivitas. Selanjutnya, hara tambahan yang digunakan merupakan bagian dari bioenergi pertanaman dan dapat memperkuat ketersediaan sumber P dan K bagi tanaman. Pada tahun 2050, penggunaan pupuk nitrogen akan meningkat sampai 44% dari level saat ini. Oleh karena itu perlu dilakukan pertanian presisi untuk mengurangi penggunaan nitrogen. Walaupun pertanian presisi, tanaman transgenik dan teknologi bahan bakar selulosa memberikan harapan untuk menyediakan pangan dan bahan bakar kepada generasi mendatang, permintaan biofuel akan mengakibatkan tingginya penggunaan hara tanah. Oleh karena itu, riset dan pengembangan merupakan pilihan terbaik untuk mengintegrasikan pangan, pakan dan bahan bakar industri guna mencapai efisiensi maksimal dan pemulihan hara tanah.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates