Umumnya peningkatan
produksi pangan diharapkan dari negera-negara sedang berkembang, dimana dampak
perubahan iklim akan sangat berpengaruh di negar tersebut. Krisis pangan akibat
cuaca dan iklim ekstrim telah meningkat sehingga mengancam kehidupan dan mata
pencaharian petani. Kondisi tersebut menjadi salah topik bahasan pada Dialog CGIAR pada acara Climate Week di UN Summit
pada 25 September 2014 di New York, Amerika Serikat, yang melibatkan para ilmuwan
dan pembuat kebijakan yang berperan pada ilmu pertanian dalam merevolusi
bagaimana kita memberi makan dunia. Salah satu sesi panel dialog tingkat tinggi
adalah mencermati peran tanaman pokok dalam menjamin ketahanan pangan bagi
populasi penduduk yang terus bertambah dan menetapkan prioritas penelitian
tanaman yang terpenting. Peningkatan produksi tanaman pokok di beberapa negara
telah mengalami pelambatan, dalam arti sudah mengalami stagnasi untuk dapat
meningkat produktivitasnya. Walaupun produksi pangan dapat selalu ditingkatkan
melalui perluasan lahan pertanian dengan cara membuka kawasan hutan, tetapi
tantangan sebenarnya adalah meningkatkan produktivitas sebesar 30% dari kondisi
saat ini tanpa melakukan deforestasi
Keberhasilan dari
irigasi dan pemupukan dalam peningkatan produksi pangan telah dicapai di
beberapa wilayah yang cocok dan kita harus melihat potensi keuntungannya di
seluruh sistem pangan. Peningkatan produksi tanaman pokok sebesar 60-70% selama
20-30 tahun kedepan masih memungkinkan, asalkan ada investasi yang signifikan
dan kontinyu melalui multi kegiatan yaitu kombinasi pemuliaan, perbaikan
praktis agronomi, pengurangan resiko bagi petani, rantai nilai, kebijakan yang
kondusif, penyuluhan yang lebih baik, dan pengurangan kehilangan hasil setelah
panen. Tingkat adopsi teknologi baru merupakan kendala utama untuk mencapai
pertumbuhan produksi tersebut. Selama
Revolusi Hijau, penggunaan varietas unggul tanaman dan irigasi telah
menunjukkan hasil yang baik pada wilayah agroekologi yang cocok untuk
pertanian, namun pada sistem usahatani yang kompleks belum dapat menunjukkan
hasil yang baik. Sebagian besar peningkatan produktivitas selama Revolusi Hijau
telah melewati sistem usahatani yang lebih kompleks dalam kondisi tingginya
resiko lingkungan tumbuh seperti wilayah tropis semi kering, dimana
variabilitas iklim tinggi dan kebanyakan usahatani skala kecil dilakukan di
lahan tadah hujan.
Investasi Riset Berarti Produktivitas Meningkat
Investasi sektor
swasta dalam bidang riset pertanian telah meningkat lebih cepat dibanding
investasi pemerintah. Kondisi ini menyebabkan gagalnya pertumbuhan
produktivitas pertanian, khususnya tanaman pangan, di negara-negara yang pemerintahnya kurang berinvestasi pada sektor
pertanian. Oleh karena itu, perlu adanya investasi dan dedikasi yang kuat untuk
meningkatkan produktivitas pada semua bagian sistem pangan guna mencapai
pertumbuhan yang diinginkan khususnya di negara-negara yang gagal berinvestasi
di sektor pertanian. Hal ini disebabkan banyak negara yang saat ini tidak
berada pada jalur pembangunan pertanian berkelanjutan. Dengan meningkatnya variabilitas dan
ekstrimnya iklim, tidak mungkin kita tidak akan melihat dampak krisis harga
pangan masa depan yang akan berdampak buruk terhadap penduduk miskin. Ketika
kita ditanya inovasi apa yang dapat dimanfaatkan oleh para petani di Sub-Sahara
Afrika yang masih menghadapi tantangan kondisi alam, maka sistem pemasaran dan
investasi menjadi lebih diperhatikan karena dapat berdampak langsung kepada
usahatani petani kecil. Selain itu,
inovasi teknologi yang ada juga siap untuk diimplementasikan dalam perbaikan
air irigasi, tanah dan manajemen lahan pertanian, serta Teknologi Informasi dan
Komunikasi untuk menyebarkan informasi. Akan
tetapi Afrika menghadapi tantangan yang lain yaitu kerangka kebijakan
yang kurang ramah dan degradasi lahan. Namun, peneliti yakin bahwa meningkatkan
produksi pangan di Afrika sampai tiga kali lipat mungkin dapat tercapai.
Model Baru Untuk Riset
Dalam model linier
riset untuk pengembangan, CGIAR telah berperan untuk menghasilkan teknologi dan
diharapkan sistem inovasi nasional dan sektor swasta dapat memanfaatkan
teknologi tersebut, serta petani dapat mengadopsinya. Dalam beberapa kasus,
model ini berkerja dengan baik tetapi pada kasus lainnya tidak menunjukkan
hasil yang positif terutama pada sistem yang kompleks. Saat ini, lembaga riset
yang didanai pemerintah difokuskan untuk menghasilkan teknologi yang sesuai
untuk petani dan berkerja bersama petani guna mengetahui kebutuhan mereka.
Riset partisipatif mengakui bahwa inovasi berasal dari semua bagian sistem,
dari peneliti kepada penyuluh kepada petani. Dalam sistem pertanian yang
kompleks, dimana diperlukan persyaratan ilmu pengetahuan yang tinggi, riset
partisipatif lebih efektif dibanding dengan pendekatan top-down untuk transfer
teknologi. Prioritas riset baru diperlukan pada seluruh kebutuhan, pembelajaran
dan inovasi dari petani target CGIAR, kebijakan dan kelembagaan yang diperlukan
untuk mendukung petani, dan konteks sosial ekonomi yang memungkinkan adopsi
teknologi baru. Riset pertanian untuk pembangunan merupakan satu bagian dari teka-teki,
bagian terbesar dari investasi harus masuk ke komponen lain dari sistem inovasi
seperti lembaga penunjang yang dapat mendorong adopsi teknologi baru. Peningkatan produktivitas tanaman pokok yang
kita butuhkan merupakan suatu keharusan dan akan memanfaatkan investasi yang
ditargetkan pada seluruh bagian sistem pangan guna memberi makan dunia pada tahun
2050. Investasi yang besar saat ini pada teknologi untuk masa depan dapat
membantu menghindari krisis pangan yang timbul karena perubahan iklim.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar