Social Icons

Pages

Kamis, 09 Maret 2017

Asia Pasific diberi label hot spot untuk keamanan air



Ekonomi di kawasan Asia-Pasifik tidak dapat mempertahankan pertumbuhan yang dinamis saat ini, kecuali perihal air ikut dipertimbangkan, karena kawasan ini sedang menghadapi "krisis" dalam mengamankan dan mengelola sumber daya utama tersebut. Sebuah laporan yang komprehensif tentang pembangunan air di Asia-Pasifik baru saja dirilis oleh Asian Development Bank (ADB) yang menyatakan bahwa saat ini ada kondisi "global hot spot untuk ketidakamanan air". Sekitar 3,4 miliar orang tinggal di daerah yang mengalami kelangkaan air di Asia pada tahun 2050, kata laporan tersebut, yang dikutip datanya dari studi yang dilakukan oleh Institute yang berbasis di Austria (IIASA = Austria-based International Institute for Applied Systems Analysis). Beberapa negara di wilayah ini - Afghanistan, Cina, India, Pakistan dan Singapura - diproyeksikan memiliki ketersediaan air per kapita terendah pada tahun 2050. Meningkatnya permintaan dari penggunaaan air, kata presiden ADB Takehiko Nakao, sumber daya air yang terbatas akan mengalami situasi yang lebih berbahaya.

Saya percaya tantangan paling menakutkan adalah untuk melipatgandakan produksi pangan tahun 2050 guna memenuhi kebutuhan pangan bagi populasi yang semakin berkembang dan makmur, sementara itu juga diperlukan penyediaan air untuk pengguna domestik yang lebih banyak dan untuk memenuhi kebutuhan industri dan energi," kata Nakao dalam mengawali laporan ADB. Dampak dari perubahan iklim, meningkatnya variabilitas iklim dan bencana yang berhubungan dengan air akan berujung pada cakrawala yang lebih menantang daripada yang kita alami di masa lalu.

Jumat, 10 Februari 2017

2016, tahun solusi lokal terhadap masalah global



Tiga organisasi sains internasional telah mengumumkan bahwa tahun 2016 akan menjadi Tahun Internasional Pemahaman global (IYGU = International Year of Global Understanding), bertujuan untuk menunjukkan "bagaimana menerjemahkan wawasan ilmiah ke dalam gaya hidup yang lebih berkelanjutan". Inisiasi awal diumumkan pada Forum Ilmu Sosial Dunia di Durban pada awal bulan September yang lalu, yang mencakup proyek riset, program pendidikan dan kampanye informasi, yang dilakukan sepanjang tahun dan di seluruh dunia. Tahun ini ditujukan untuk menekankan hubungan antara lokal, tindakan sehari-hari dan masalah-masalah global seperti perubahan iklim dan ketahanan pangan - dengan fokus pada kegiatan praktis, solusi berbasis ilmu pengetahuan. Pada setiap hari pada tahun 2016, kegiatan akan menyoroti perubahan ke aktivitas sehari-hari yang secara ilmiah telah terbukti lebih berkelanjutan dari praktek saat ini. Inisiatif ini didukung oleh Dewan Internasional untuk Sains, Dewan Ilmu Sosial Internasional dan Dewan Internasional untuk Filsafat dan Ilmu Manusia. Menurut Rob Cartridge, NGO Practical Action in the United Kingdom, diharapkan fokus tahun ini tidak akan begitu banyak menghasilkan dana riset lebih untuk lembaga Northern, tapi lebih ditekankan pada menerjemahkan hasil riset yang ada dan membantu agar sampai ke tangan masyarakat miskin dan praktisi pembangunan.

Sekitar 50 pusat-pusat regional di seluruh benua akan menyelenggarakan acara lokal, kata Benno Werlen, direktur eksekutif IYGU, seorang ahli geografi di Universitas Friedrich Schiller Jerman di Jena. Proyek ini akan menelan biaya sekitar € 1.500.000 (sekitar US $ 1,7 juta), dan saat ini sedang mencari sponsor untuk tambahan dana tersebut. Diusulkan oleh Uni Geografis Internasional, karena menurut observasi PBB bahwa IYGU tidak memiliki status sebagai tahun internasional. Inisiatif ini bertujuan untuk "meningkatkan suara sains" dan adalah "hanya satu-satunya tahun internasional di bumi ini yang memiliki dukungan dari komunitas ilmiah". Beberapa ilmuwan terkemuka dan pembuat kebijakan telah menyatakan dukungan mereka, termasuk pemenang Nobel Kimia Yuan Tseh-Lee dari Taiwan, yang memuji IGYU sebagai tandingan dari diskusi kebijkaan top-down.

Menurut  Tseh-Lee, ketika negosiasi global pada iklim menyerang keberlanjutan krisis dari atas, IYGU dapat melengkapinya dengan baik dengan solusi yang terkoordinasi dari bawah - dengan memperoleh pemahaman secara individu dan mengubah kebiasaan sehari-hari mereka. Anantha Duraiappah, direktur Mahatma Gandhi Institute of Education for Peace and Sustainable Development, mengatakan tahun ini bisa menjadi kesempatan yang baik bagi para ilmuwan untuk bekerja dengan para pembuat kebijakan dan membangkitkan minat dalam sains di kalangan mahasiswa. Tetapi ia menunjukkan bahwa sulit untuk jenis proyek seperti ini untuk menarik perhatian. Saya benar-benar berpikir bahwa ada hal berlebihan dari peristiwa ini dan saat ini dunia sedang mengalami kelelahan acara-acara Hari Internasional, Tahun dan Dekade. Sementara itu, Cartridge berpendapat bahwa acara ini cukup optimis. Tahun internasional dapat menjadi cara yang baik untuk menggembleng aksi dan menyoroti masalah. Hal yang satu ini tampaknya datang dengan berbagai pendukung penting, jadi semoga itu akan memberikan beberapa manfaat nyata.


Sumber:

Rabu, 01 Februari 2017

Inovasi adalah kunci untuk penelitian kolaboratif



Bagi peneliti, bekerja pada pembangunan berarti berbicara dan bekerja lebih dari biasanya dengan rekan-rekan sesama peneliti. Kerangka baru dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) harus membantu menghidupkan kembali perdebatan lama mengenai keuntungan yang dari kolaborasi dan antar disiplin ilmu sebagai dasar untuk program aksi dan pembuatan kebijakan. Namun, perdebatan tersebut masih berkutat pada pembicaraaan dibanding program aksi di lapang. Seharusnya menjadi inti dari upaya strategis pelaksanaan SDG dan terus melangkah maju baik ke tingkat tertinggi dari kebijakan maupun tingkat terendah dalam pelaksanaannya. Apa yang jelas hilang tidak hanya perihal pendanaan dan kelembagaan untuk riset yang lebih kolaboratif guna menjawab pertanyaan kompleks dalam pembangunan maupun perhatian yang tepat untuk insentif, format dan alat-alat yang dapat mendorong peneliti untuk lebih berkolaborasi  - tanpa harus memilih antara kerja kolaboratif dan pekerjaan yang akan memajukan karir akademis mereka.

Kolaborasi vs Spesialisasi
Kolaborasi bukanlah standar dalam dunia riset: pelatihan akademis, kemajuan karir dan penerbitan semua yang ditetapkan oleh spesialisasi yang lebih besar. Hal ini khususnya pada kasus jurnal yang berganti menjadi jurnal online, yang dengan mudah menghubungkan para peneliti dengan agenda riset serupa di seluruh  dunia. Hanya sedikit bidang riset yang dibangun sebagai antar disiplin ilmu, seperti halnya dalam ilmu sosial, contoh yang paling jelas adalah geografi. Meningkatnya kompetisi antar akademik internasional adalah alasan lain. Ternyata kebalikannya dengan riset kolaborasi, riset generalis menjadikan para peneliti hanya berpengalaman musiman. Namun, inisiatif eksperimental dari seluruh dunia menunjukkan bahwa sesuatu dapat berubah - tanpa harus mengubah aturan akademik. Secara khusus, inovasi dalam penggunaan insentif, format dan alat-alat dapat menjadi kunci untuk mempromosikan riset kolaboratif.

Kamis, 05 Januari 2017

Penyimpangan institusi menghalangi riset interdisipliner



Riset interdisiplin sedang populer saat ini. Dari pembuat kebijakan dan penyandang dana sampai para antropolog dan ahli biologi - semua orang tampaknya bersatu dalam pandangan bahwa riset interdisiplin akan memandu mencari solusi untuk permasalahan besar kita. Namun meskipun kesepakatan tentang kebajikan kolaborasi yang lebih besar antara berbagai disiplin ilmu, konsensus bahwa riset interdisiplin sulit untuk melebur seperti lazimnya. Dalam pertemuan Euro Science Open Forum di Manchester, Inggris, muncul isu bahwa wabah baru penyakit menular seperti Zika dan Ebola menunjukkan kesulitan menerapkan temuan ilmiah di tingkat lokal di negara-negara yang terkena dampak penyakit. Para delegasi menekankan perlunya ilmuwan alam untuk bekerja dengan para ilmuwan sosial untuk mencari solusi teknis dan memastikan bahwa hasil riset yang relevan dan ditindaklanjuti dalam berbagai konteks. "Sasaran Pembangunan Berkelanjutan tidak dapat dicapai kecuali kita mengintegrasikan ilmu-ilmu sosial dan ilmu alam," kata Peter Gluckman, kepala penasihat sains untuk Selandia Baru. Ada kebutuhan yang kuat untuk memadukan ilmu sosial dan humaniora dengan ilmu alam guna mengatasi isu-isu global. Selama satu sesi, peserta pertemuan mendengar bahwa agar institusi akademik dapat sepenuhnya membuat agenda riset yang berorientasi solusi guna mengatasi masalah global yang kompleks, maka organisasi riset harus mengevaluasi kembali mekanisme review-dan-reward yang telah ada.

Senin, 02 Januari 2017

Sains berperan penting dalam keberhasilan SDG



Suatu diskusi panel antara Scidev.Net dengan British Council yang merupakan  bagian dari pameran tentang SDG (Sustainable Development Goals). Para panelis membahas bagaimana pembicaraan sekitar ilmu pengetahuan dapat mendukung pelaksanaan SDG. Dalam diskusi tersebut, beberapa peran yang berbeda untuk sains telah muncul:
Peran diagnostik dan observasi: Kebijakan dan anggaran pembangunan cenderung dimobilisasi sesuai respon, tidak diantisipasi dan direncanakan. Mengamati dan menganalisis dampak pembangunan seperti wabah Ebola atau gempa bumi Nepal dapat meningkatkan perencanaan investasi masa depan.

Peran desain program: Ada dua dimensi untuk ini. Bukti merupakan hal penting untuk mencari tahu apa program kerjanya dan di mana mereka bekerja. Elemen lain adalah penerapan inovasi, terutama karena inovasi teknis yang kasat mata cenderung jumlahnya tidak proporsional dari anggaran sains.

Senin, 12 Desember 2016

Sains mendasari tujuan pembangunan baru



Para Negosiator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), telah menekankan perlunya peran sains dalam menghadapi berbagai kekhawatiran bahwa tujuan-tujuan pembangunan baru diarahkan untuk mengatasi masalah pada tahun 2030. Lebih dari 150 kepala negara dan pemerintahan, serta para perwakilan tingkat tinggi, menghadiri KTT Pembangunan Berkelanjutan PBB dan dengan suara bulat menyetujui Transforming our world: 2030 Agenda for Sustainable Development. Agenda ini mencakup 17 tujuan dari SDGs (dan 169 target) – lebih dari sembilan tujuan lainnya dari Millenium Development Goals (MDGs) yang telah disepakati pada tahun 2000. Mereka mencakup isu-isu seperti melestarikan lautan, melindungi keanekaragaman hayati, memastikan akses ke energi dan "mengambil tindakan segera terhadap perubahan iklim ". Menurut Flavia Schlegel UNESCO, "agenda ini  sangat komprehensif dan benar-benar mencakup aspek-aspek yang paling penting dari kehidupan di planet ini untuk tanaman, hewan dan manusia". Adanya keragaman tujuan juga berarti bahwa "mereka semua saling terkait".

Jumat, 02 Desember 2016

Sains berperan penting dalam keberhasilan SDG



Suatu diskusi panel antara Scidev.Net dengan British Council yang merupakan  bagian dari pameran tentang SDG (Sustainable Development Goals). Para panelis membahas bagaimana pembicaraan sekitar ilmu pengetahuan dapat mendukung pelaksanaan SDG. Dalam diskusi tersebut, beberapa peran yang berbeda untuk sains telah muncul:
Peran diagnostik dan observasi: Kebijakan dan anggaran pembangunan cenderung dimobilisasi sesuai respon, tidak diantisipasi dan direncanakan. Mengamati dan menganalisis dampak pembangunan seperti wabah Ebola atau gempa bumi Nepal dapat meningkatkan perencanaan investasi masa depan.
 
Blogger Templates