Mengatasi kemiskinan global tidak
mungkin terjadi tanpa mempertimbangkan penduduk pedesaan di negara-negara berkembang,
khususnya petani kecil. Sekitar tiga-perempat penduduk di dunia hidup miskin di daerah pedesaan. Di Asia Selatan, Afrika bagian selatan Sahara, dan Asia Timur dan Pasifik, populasi penduduk pedesaan berjumlah setengah dari total populasi penduduk
masing-masing wilayah tersebut. Ketiga wilayah
tersebut merupakan rumah bagi sekitar 1,1 miliar orang miskin
yang hidup dengan pendapatan kurang dari US $ 1,25 per hari dan
jumlahnya sekitar 90 persen dari kaum
miskin di dunia. Apa tantangan utama yang dihadapi penduduk pedesaan? Kurangnya akses ke produk fisik serta teknologi dan ide-ide baru. Kurangnya akses tersebut mengakibatkan rendahnya hasil pertanian dan menghambat perbaikan kesehatan dan pendidikan mereka. Selain itu, budidaya pertanian dan penggunaan sumberdaya alam yang
tidak berazaskan peletarian menyebabkan timbulnya degradasi lahan. Berdasarkan
pengalaman dan bukti dilapang, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dapat
mengatasai permasalahan tersebut. TIK dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
akses terhadap informasi dan peluang membangun kapasitas penduduk pedesaan di
negara berkembang. Para pembuat kebijakan, juga
mendapatkan keuntungan dari peningkatan berbagi informasi, yaitu memungkinkan mereka memperoleh gambaran yang lebih lengkap
tentang situasi dan kondisi di lapangan. TIK dapat dapat memainkan peran kunci dalam meningkatkan perbaikan di
berbagai sektor, yaitu pertanian dan ketahanan pangan, kesehatan, pendidikan, dan lembaga keuangan.
Jumat, 30 Januari 2015
Selasa, 27 Januari 2015
Produktivitas Serealia Dunia Mengkawatirkan?
Informasi dari Peneliti Universitas
Nebraska-Lincoln (UNL) yang dimuat NatureCommunication, Dec. 17, 2013, menyatakan bahwa sekitar 30 persen dari
tanaman sereal dunia yaitu padi, gandum
dan jagung, kemungkinan telah mencapai hasil maksimal di lahan petani. Temuan
ini meningkatkan kekawatiran terhadap upaya peningkatan produksi pangan untuk
memenuhi kebutuhan populasi penduduk dunia yang terus bertambah. Hasil panen
ketiga komoditas tersebut mengalami penurunan atau stagnan. Padahal proyeksi
produksi pangan di dunia yang akan menjamin keamanan pangan dunia didasarkan pada
peningkatan hasil per satuan luas yang konstan. Dalam arti diharapkan
produktivitas terus dapat ditingkatkan dengan asumsi lambatnya kenaikan luas
lahan. Tren ini menjadi tidak mungkin jika dikaitkan dengan temuan para
peneliti diatas. Estimasi produksi pangan dunia di masa akan datang untuk memenuhi
kebutuhan penduduk 9 milyar orang tahun 2050, sebagian besar didasarkan pada
proyeksi tren produktivitas. Trend ini didominasi oleh adopsi teknologi baru
yang cepat berkembang luas di lahan petani, yang memungkinkan adanya peningkatan
produksi pangan.
Sabtu, 24 Januari 2015
Strategi Menambah Produksi Pangan
Sektor pertanian dunia menghadapi
tantangan besar untuk memenuhi permintaan pangan yang terus meningkat akibat
bertambahnya populasi dunia, perubahan preferensi konsumen terhadap pangan
(terutama daging dan susu), dan meluasnya penggunaan biofuel dari tanaman
pangan. Beberapa studi dari para peneliti internasional telah mengusulkan
beberapa strategi untuk meningkatkan produksi pangan yang sekaligus menurunkan permintaan pangan dengan cara merubah pola
konsumsi dan pemanfaatan limbah (lihat artikel Pangan harus ditingkatkan dua kali lipat). Strategi untuk meningkatkan produksi
dunia yang telah banyak diketahui oleh para ahli pertanian dunia adalah 1)
memperluas lahan pertanian dunia pada kawasan hutan dan padang alang-alang dan
2) meningkatkan produktivitas tanaman dengan meningkatkan dosis pupuk, air
irigasi, alat pertanian sederhana, dan benih varietas unggul. Untuk Indonesia,
strategi pertama masih sangat memungkinkan karena tersedianya lahan rawa dan lahan pasang surut, lahan
kering, dan kawasan hutan, walaupun lahan tersebut memiliki kesuburan rendah
dan perlu upaya besar untuk meningkatkan kesuburan lahannya. Sedangkan strategi
kedua, petani Indonesia telah banyak yang mengenal varietas unggul baru dan
teknik budidaya yang baik. Hanya saja, petani masih sering mengalami masalah
terutama langkanya benih unggul berkualitas, tingginya harga pupuk dan
obat-obatan, serta tinggginya kehilangan hasil panen (Ray dan Foley, 2013).
Senin, 19 Januari 2015
Mengapa Pertanian Organik Tidak Hijau?
Pertanian organik,
pelan tapi pasti terus berkembang walaupun masih spot-spot di wilayah tertentu.
Produk yang dihasilkan dari pertanian organik yang betul-betul murni, jelas menyehatkan orang yang mengkonsumsinya.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pertanian organik kurang efisien
dan produktivitasnya rendah dibanding teknik budidaya pertanian konvensional.
Oleh karena itu, produk pertanian organik cukup mahal dan tidak terjangkau
rumah tangga masyarakat biasa. Selain mahal, pertanian organik juga memerlukan
lahan yang sangat luas jika ingin meningkatkan produknya secara besar-besaran.
Padahal saat ini ketersediaan lahan pertanian yang potensial dan subur untuk
budidaya tanaman pangan semakin berkurang akibat alih fungsi lahan dan
digantikan dengan areal lahan bukaan baru yang tingkat kesuburan tanahnya masih
perlu dibenahi dengan penggunaan input tinggi. Selain itu, masalah lain yang
menghambat berkembangnya pertanian organik adalah besarnya
jumlah penduduk yang kekurangan gizi, dan bertambahnya penduduk kelas
menengah yang membutuhkan bahan pangan dengan harga terjangkau dan bergizi. Hal
ini menunjukkan bahwa pertanian organik tidak mampu untuk memberi makan
penduduk dunia secara berkelanjutan (Gunther, M.,
2012).
Kamis, 15 Januari 2015
Bagaimana Menghadapi Kelangkaan Pangan dan Air?
Kesediaan pangan di masa mendatang
adalah mutlak bagi penduduk dunia, termasuk Indonesia. Untuk itu, pemerintah
terus berupaya melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan dari
wilayah sendiri dan mengurangi ketergantungan akan pangan impor. Namun
demikian, upaya tersebut tidaklah mudah. Banyak permasalahan yang menghadang,
seperti kelangkaan air, harga pangan impor yang lebih murah dibanding dalam
negeri, lambatnya proses adopsi teknologi oleh petani, perubahan iklim,
kelangkaan tenaga kerja pertanian di pedesaan, meningkatnya harga sarana
produksi, populasi penduduk yang terus bertambah besar, globalisasi ekonomi,
dll. Berdasarkan kondisi tersebut, IFPRI (International Food Policy Research Institute) melaporkan
bahwa untuk menghadapi kelangkaan bahan pangan, air irigasi dan perubahan iklim
saat ini dan masa akan datang, para praktisi pertanian dan petani di dunia
disarankan untuk menerapkan inovasi baru. Lembaga tersebut telah
mengidentifikasi ada 11 inovasi baru pada tanaman padi, jagung dan
gandum yang diharapkan dapat meningkatkan produksi pangan, efisiensi penggunaan
air irigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim (Clancy, H., 2014).
Senin, 12 Januari 2015
Apa itu etika riset dan Mengapa penting? (Bagian 1)
Ketika kebanyakan orang berfikir tentang etika (moral), secara langsung akan mengingat
aturan yang membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Secara umum arti
“etika” adalah norma untuk berperilaku yang membedakan antara perilaku yang
dapat diterima dan perilaku yang tidak dapat diterima. Manusia/orang mulai
belajar etika di rumah, di sekolah, tempat ibadah atau dalam norma sosial
lainnya. Mungkin kita masih ingat pada waktu masih TK atau SD dulu ada
pelajaran “budi pekerti”, yang saat ini
mungkin di sekolah kurang diajarkan oleh kurikulum modern. Meskipun sebagian besar orang mendapatkan pemahaman tentang mana yang benar dan mana yang salah
sejak masa kanak-kanak, perkembangan moral terjadi sepanjang hidupnya melalui
tahap pertumbuhan yang berbeda sampai
mereka dewasa. Seseorang dapat menganggap norma-norma etika sebagai akal sehat.
Disisi lain, jika moralitas tidak lebih dari akal sehat, mengapa banyak terjadi
perselisihan etika dan berbagai isu pada masyarakat kita?. Penjelasannya, bahwa
semua orang mengenal dan memahami norma etika umum, tetapi masing-masing
individu berbeda cara penafsiran, penerapan, menyelaraskan dalam kehidupannya,
sesuai dengan cara menilai dan pengalaman hidupnya (Resnik, D., 2011).
Minggu, 11 Januari 2015
Apa itu etika riset dan Mengapa penting? (Bagian 2)
Menurut Shamoo dan Resnik (2009), ada beberapa prinsip etika penelitian yang perlu
diingat dan dilakukan oleh para peneliti dan lembaga riset, yaitu: 1) Jujur.
Mengupayakan kejujuran dalam komunikasi ilmiah. Jujur melaporkan data, hasil
penelitian, metoda dan prosedur, serta status publikasi. Jangan mengarang, memalsukan
dan salah interpretasi data. Jangan menipu rekan peneliti, lembaga donor, dan
masyarakat.; 2) Obyektif. Mengupayakan menghindari bias dalam rancangan
penelitian, interpretasi dan analisis data, peer review, dan aspek lainnya.;
3) Integritas. Menepati perjanjian
dengan rekan peneliti atau lembaga donor, berkerja dengan tulus, berusaha
konsiten dalam pemikiran dan tindakan.; 4) Teliti. Menghindari kecorobohan dan
kelalaian, hati-hati dan kritis memeriksa kegiatan penelitian sendiri dan
penelitian rekan peneliti anggota tim. Menyimpan catatan dari kegiatan
penelitian (logbook), seperti data yang dikumpulkan, rancangan penelitian
dan komunikasi tertulis dengan lembaga donor atau penerbit jurnal.;
Langganan:
Postingan (Atom)